BANGKOK, JOURNALARTA.COM – Atase Kejaksaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok, Thailand berhasil membebaskan Sriwani Sayuti warga negara Indonesia (WNI) dari tiga tuntutan atas dugaan tindak pidana terkait pariwisata di Pengadilan Bangkok.
Sriwani awalnya dituntut kepolisian turis Bangkok melakukan bisnis pariwisata tanpa izin, bertindak sebuah guide tanpa izin, dan sebagai orang asing yang bekerja tanpa izin.
“Tanggal 19 November 2024, akhirnya saudari Sriwani dapat kembali menginjakan kakinya di tanah air,” ujar Atase Kejaksaan KBRI Bangkok, Virgaliano Nahan dalam keterangan tertulis dikutip, Rabu (20/11/2024).
Awal Mula Penangkapan Sriwani
Kasus Sriwani Sayuti bermula pada September 2024 lalu ketika membawa 128 WNI yang merupakan karyawan perusahan dan keluarga untuk berlibur ke Bangkok, Thailand. Perjalanan rombongan dilakukan antara tanggal 19-22 September 2024 dengan berkeliling ke tempat wisata dan belanja di Bangkok.
Dalam kegiatan liburan perusahaan tersebut, Sriwani tidak melibatkan warga lokal Bangkok dalam mengatur dan mengorganisasikan perjalanan 128 WNI tersebut. Keputusan itu menimbulkan kecurigaan dari masyarakat lokal Bangkok.
Sriwani dicurigai sebagai agen travel yang sedang melakukan bisnis wisata dengan membawa turis dari Indonesia ke Thailand tanpa melibatkan agen travel lokal.
“Atas kecurigaan tersebut Asosiasi Guide Berbahasa Indonesia Thailand melaporkan saudari Sriwani ke pihak Kepolisian Turis Bangkok dengan menunjukan bukti-bukti saat saudari Sriwani membagikan tiket masuk ke Grand Palace, Cruise di Chou Praya River, dan tempat-tempat wisata lain di Bangkok,” ungkap Virgaliano.
Berbekal foto-foto tersebut, Polisi Turis Bangkok menangkap Sriwani dan langsung diinvestigasi dengan difasilitasi penterjemah yang disediakan oleh Asosiasi Guide Berbahasa Indonesia Thailand pada 22 September 2024.
“Sriwani ditangkap untuk diproses pidana atas 3 (tiga) dugaan tindak pidana yaitu melakukan bisnis pariwisata tanpa ijin, bertindak sebagai guide tanpa ijin, dan sebagai orang asing yang bekerja tanpa ijin,” ujar Virgaliano.
Pendampingan Hukum dari Atase Kejaksaan KBRI Bangkok
Mendengar kabar adanya penangkapan WNI, Atase Kejaksaan KBRI Bangkok mengupayakan pendampingan dan bantuan hukum. Akhirnya, Sriwani mendapatkan penangguhan penahanan dengan membayar jaminan ke Pengadilan Bangkok pada 24 September 2024.
Usai mempelajari dokumen dan hasil wawancara penyidik Kepolisian Prarangjawang Bangkok, Virgaliano Nahan menemukan ada kesalahpahaman akibat kesalahan penerjemah saat wawancara oleh pihak penyidik yang mengakibatkan Sriwani dianggap telah melakukan tindak pidana sebagaimana dituduhkan.
Dari temuan tersebut, Atase Kejaksaan KBRI Bangkok menyarankan Sriwani dan pengacara dengan didampingi penerjemah staf Atase Kejaksaan kembali mendatangi Kepolisian Prarangjawang Bangkok untuk diwawancara kembali.
Sriwani juga disarankan menyerahkan dokumen-dokumen yang dapat membuktikan bahwa dirinya tidak menjalankan bisnis pariwisata, bukan bertindak selaku guide, dan tidak mengambil keuntungan finansial dalam bentuk apapun saat membawa 128 WNI tersebut.
“Namun demikian, sulitnya komunikasi dengan pihak penyidik menyebabkan Sriwani tidak dapat diwawancara ulang, namun pihak penyidik melampirkan dokumen-dokumen yang dapat meringankan Sriwani,” ujar Virgaliano.
Selain ke Kepolisian Prarangjawang Bangkok, Atase Kejaksaan juga mendampingi Sriwani menyampaikan surat petisi unfair treatment kepada Kejaksaan Bangkok Kerajaan Thailand atas pemeriksaan tidak layak saat penyidikan yang menimbulkan kesalahpahaman.
“Atas kerja sama dan koordinasi yang baik dengan Kejaksaan Kerajaan Thailand, Atase Kejaksaan KBRI Bangkok dapat menjelaskan posisi Sriwani dan adanya kesalahpahaman dalam berkas perkara,” jelas Virgaliano.
Lewat segala upaya pendampingan tersebut, akhirnya pada 11 November 2024 Sriwani diminta wajib lapor ke Pengadilan Bangkok didampingi Atase Kejaksaan KBRI Bangkok.
Pihak pengadilan menyampaikan bahwa Kejaksaan Kerajaan Thailand tidak melakukan penuntutan, sehingga Sriwani dinyatakan bebas dengan habisnya masa penahanan tanpa adanya proses penuntutan.(*/Puspenkum)