HEALTHTRAVEL

WHO Telah Mengeluarkan Peringatan Untuk Negara-Negara yang Menggunakan Paspor Imunitas

World Health Organisation ( WHO) telah mengeluarkan peringatan untuk negara-negara yang menggunakan “ Paspor imunitas” bagi orang-orang yang telah sembuh dari Covid-19.

Namun, WHO dilaporkan sedang melakukan investigasi prospek penggunaan sertifikat elektronik untuk menandai mereka yang telah divaksinasi, seperti dilansir independent.

“Kami sedang menyelidiki penggunaan teknologi ini dalam aksi respons Covid-19. Salah satunya adalah bagaimana kita bisa bekerja dengan anggota lainnya untuk mencapai sertifikat e-vaksinasi,” kata ahli medis WHO dalam briefing virtual di Kopenhagen, Kamis (3/12/2020).

Penasihat regional untuk penyakit dan imunisasi Siddharta Sankar Datta mengatakan bahwa teknologi ini sangat berpotensi digunakan dalam perjalanan internasional terbuka.

Bulan lalu, WHO menandatangani perjanjian dengan Estonia untuk bekerja sama dalam “inovasi digital dalam respon Covid-19”, salah satunya termasuk prospek penggunaan sertifikat vaksinasi untuk mereka yang telah terinfeksi Covid-19 sebelumnya.

Sementara itu, pemerintah negara-negara lainnya termasuk Inggris, Amerika Serikat, Jerman, dan Italia menyarankan penggunaan paspor imunitas sebagai cara untuk kembali ke kehidupan normal setelah pandemi.

Berbagai inisiatif untuk mengembangkan paspor Kesehatan sedang dilakukan di Inggris Raya dan negara lainnya, dengan ambisi untuk mefasilitasi kegiatan kembali bekerja, perjalanan, dan acara besar lainnya.

Namun, pada Kamis (3/12/2020), para peneliti Inggris memberi peringatan terkait penggunaan paspor imunitas seperti itu dalam jumlah yang besar sampai tes coronavirus dan vaksin telah benar-benar tersedia untuk semua orang.

Bisa bersinggungan dengan hak-hak fundamental manusia

Laporan dari para akademisi di University of Exeter mengatakan bahwa paspor kesehatan bisa bersinggungan dengan hak-hak fundamental, termasuk hak privasi, kebebasan bergerak, dan berkumpul dengan damai.

Tak hanya itu saja, dikhawatirkan pula hal itu bisa berujung pada ketidaksetaraan dan diskriminasi.

” Paspor Kesehatan digital bisa berkontribusi pada manajemen pandemi Covid-19 dalam jangka panjang. Namun, pengenalan mereka membawa pertanyaan-pertanyaan penting terkait perlindungan privasi data dan hak asasi manusia,” kata penulis laporan tersebut bernama Ana Beduschi yang merupakan seorang profesor hukum.

Ia melanjutkan, mereka membangun informasi kesehatan yang sensitif untuk membuat perbedaan baru antarindividual berdasarkan status kesehatan mereka. Itu nantinya bisa digunakan untuk menentukan tingkat kebebasan dan hak seseorang.

Karena paspor kesehatan digital ini memiliki banyak informasi personal yang sangat sensitif, undang-undang dan kebijakan domestik harus benar-benar mempertimbangkan kondisi pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data oleh penyedia sektor swasta.

Selain itu, hal yang sangat penting juga adalah komunitas-komunitas yang telah terdampak cukup parah oleh pandemi ini bisa memiliki akses yang mudah terhadap tes yang murah dan pada akhirnya, vaksin.

“Jika tidak begitu, memberlakukan paspor kesehatan digital bisa memperdalam kondisi ketidaksetaraan yang telah ada di masyarakat,” sambung Ana.(**)

Sumber : Kompas.com/net.

 

 


Eksplorasi konten lain dari JournalArta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

What's your reaction?

Related Posts

Tinggalkan Komentar