“Antara 10.2 Dalam Lingkaran Merbuk, IS Seperti Sultan Koba “
Bangka Belitung, Journalarta.com – Kita harus banyak bersyukur Negeri Serumpun Sebalai sebutan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dianugerahkan sumber daya alam (SDA) yang kaya berupa bijih/pasir timah yang terbentang hampir merata dikawasan darat maupun laut di setiap Kabupaten/kota.
Sejak regulasi penambangan timah tidak lagi sepenuhnya di exploitasi oleh PT Timah, sejak itulah kran penambangan timah dalam exploitasinya bebas dibuka/dikerjakan oleh rakyat/masyarakat yang disebut Tambang/penambangan Rakyat.
Dan tidak dipungkiri masyarakat Bangka Belitung sebagian besar masih bergantung dengan kegiatan tambang/penambangan rakyat sebagai salah satu sumber mata pencaharian masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, baik di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah, Pemerintah Daerah (Pemda) dan Ex PT Kobatin.
Peran jurnalis/wartawan tentunya tetap pada tupoksinya menyampaikan segala Informasi menjadi produk jurnalistik berupa sebuah pemberitaan, tentunya harus sesuai dengan data-data dan fakta-fakta yang dihimpun baik yang didapati dilapangan maupun dari berbagai narasumber.
Beberapa hari terakhir ini aktifitas penambangan timah rakyat di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah dikawasan wilayah IUP ex PT Kobatin menjadi perbincangan kalangan pegiat/masyarakat pers dan perhatian publik Bangka Belitung.
Walaupun aktifitas penambangan rakyat itu didalam kawasan peninggalan IUP ex PT Kobatin merupakan kawasan area pengguna lainnya (APL) dan bukan dalam kawasan Hutan Lindung maupun Produksi, namun kegiatan aktifitas penambangan timah yang dilakukan oleh para penambang rakyat/masyarakat dikawasan kolong tersebut tetap saja dimata hukum dikatakan penambangan yang ilegal, dikarenakan para penambang rakyat tidak memiliki dokumen perizinan atau payung hukum yang melindungi kegiatan para penambang rakyat tersebut.
Kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari diibaratkan ‘Harta Karun’ bagi masyarakat Koba Kabupaten Bangka Tengah yang menyimpan potensi cadangan pasir timah yang berlimpah, sehingga menjadi incaran para penambang timah untuk mengexploitasinya, bahkan juga menjadi rebutan para kolektor (penampung) timah pun berlomba-lomba unjuk kekuatan ‘Beking’ untuk menguasai pasir timah dari kegiatan penambang rakyat dari hasil produksi ponton Tambang Inkonvesional (TI) Rajuk dengan tujuan untuk dimonopoli oleh salah satu kolektor timah saja agar hasil produksi timah dari para penambang hanya ditampung oleh ‘Big Bos’ yang disebut dengan sistem ‘Satu Pintu’.
Pada mulanya aktifitas penambangan timah di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari sempat dikoordinir oleh warga Koba dengan inisial IS dengan sistem ‘satu pintu’ cukup efektif dan lancar bahkan sempat berjalan beberapa pekan. Meskipun masyarakat penambang dibelenggu dengan kesepakatan yang diistilah oleh para penambang dengan ‘sistem 10.2’.
Walaupun akhirnya diketahui IS juga bermain mata dengan banyak big bos timah sebagai penampung timah yang dipasoknya, sehingga IS pun kewalahan untuk membendung kekuatan big bos timah yang berkepentingan dengan hasil produksi timah dari ponton Ti Rajuk yang beraktifitas di kolong tersebut.
Wartawan Dalam Lingkaran 10.2
Apa itu 10.2 ? Yang dimaksud dengan 10.2 adalah setiap hasil produksi timah dari ponton TI Rajuk milik para penambang dengan hasil produksi minimal 10 kg dipotong langsung 20%. Dan sistem 10.2 tak asing lagi bagi para penambang timah di Bangka Belitung.
Lantas, mengapa ada pemotongan 20% dari hasil produksi minimal 10kg kepada setiap pemilik ponton TI Rajuk yang menambang di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari dan kemana saja aliran dana 20% ?
Disinilah terkuak sumber permasalahannya mengapa aktifitas penambangan rakyat di kolong tersebut menjadi perbincangan masyarakat pers dan menjadi sorotan publik Babel. Selain ada upaya para kolektor timah yang ingin menguasai/memonopoli membeli semua hasil produksi pasir timah dari para penambang yang beraktifitas di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari.
Pemotongan 20% dari hasil produksi pasir timah dari setiap ponton TI Rajuk itu, yang dijanjikan panitia/pengurus yang dikoordinir oleh IS, dengan pembagian 10% untuk masyarakat desa yang terdampak sebanyak 5 (Lima) desa yakni masyarakat Koba, Berok, Nibung, Simpang Perlang, dan Arung Dalam.
Kemudian 10% lagi dibagikan kepada pihak-pihak terkait yakni untuk panitia/pengurus, oknum APH bahkan untuk oknum wartawan/jurnalis itu sendiri.
Berdasarkan penyelusuran dan investigasi pers Babel, terungkaplah pendistribusian 10% kepada masyarakat desa terdampak ternyata tidak sampai kepada warga yang berhak menerimanya, kalaupun ada hanya kepada warga-warga itu saja atau orang yang dekat dengan panitia/pengurus, bahkan pihak aparat desa pun tidak pernah mengetahui kontribusi 10% dari 10.2 sebagai kompensasi untuk warga yang terdampak apakah terdistribusi dengan benar dan tepat sasaran.
Justru, yang menariknya jatah 10% dari 10.2 yang diketahui sebagai dana koordinasi yang juga mengalir kepada oknum wartawan maupun kepada pimpinan organisasi pers setempat yang berlagak idealis dan bersih tak lebih seperti manusia ‘Munafik’, ternyata dengan tidak malunya setiap per-minggu menikmati jatah 10.2 dari hasil keringat para penambang rakyat.
Hampir semua pegiat/masyarakat tahu aktifitas penambang timah di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari walaupun bukan dalam kawasan hutan terlarang atau apapun alasannya aktifitas penambang timah di kolong tersebut tetap dikatakan ilegal, dan jelas kegiatan usaha pertambangan tanpa izin (ILEGAL) melanggar pasal 158 Undang undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, yang berbunyi bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR dan IUPK dipidana dengan pidana paling lama 10 (Sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).
Ada yang mengelitik hati saya, ketika aktifitas penambang timah di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari yang sempat berjalan beberapa pekan/bulan yang dikoordinir oleh IS, justru oknum wartawan yang katanya idealis dan bersih itu justru berkolaborasi dengan IS ikut serta mendukung beraktifitasnya penambang timah ilegal di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari.
Kendati saat itu aktifitas penambang timah ilegal di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari yang dikoordinir oleh IS sepi dari pemberitaan, walaupun saat itu ada terdengar jeritan masyarakat yang terdampak menolak keras beraktifitasnya penambang timah ilegal di kolong tersebut, ternyata oknum yang berlagak sok idealis dan bersih itu ternyata dalam lingkaran pengkondisian 10.2.
Masyarakat pers tak heran saat itu oknum wartawan yang terima jatah 10.2 tidak ada pemberitaan dimedianya ketika beraktifitasnya penambang timah ilegal di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari yang dikoordinir IS.
Namun sayangnya ketika saat ini masyarakat penambang meminta dengan penuh iba dan harapan agar masyarakat pers Babel dapat membantu memfasilitasi dan melindungi mereka beraktifitas menambang di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari dalam waktu terbatas saja hanya untuk membantu masyarakat penambang memenuhi kebutuhan sandang dan pangan menyambut perayaan hari raya idul fitri 1442 H.
Justru dengan bangganya memutar balik fakta dan menyajikan berita yang tidak sesuai dengan fakta dilapangan bahwa ada kericuhan antara masyarakat penambang dan perwakilan masyarakat dengan pegiat Pers/wartawan yang tergabung dalam Forum Organisasi Pers Bersatu Bangka Belitung (FOPBBB), padahal saat kejadian oknum wartawan tersebut berada diketahui di Rumah Makan Langgangan (Bubur Shanghai Koba) sedangkan dalam pemberitaannya seolah-olah oknum wartawan itu berada dilokasi, demikian juga berita yang ditayangkan oleh media televisi narasi berita tidak sesuai dengan video visual yang ditampilkan, seolah-olah saat itu suasana begitu memanas antara wartawan yang disebut dari Pangkalpinang dengan masyarakat, padahal fakta dilapangan tidak demikian adanya justru aman dan terkendali. Dan kami tahu perwakilan masyarakat yang datang itu bagian dari masyarakat penambang yang mengkoordinir beberapa Ponton Ti Rajuk dan ada hubungannya dengan IS. (Minggu, 02/05/2021).
Saat itu juga pegiat Pers Babel juga bertemu dengan ‘ Sarikuk’ tokoh masyarakat yang konsisten menolak aktifitas penambangan ilegal di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari.
Seperti peribahasa ‘menepuk air di dulang kepercik wajah sendiri’. Itulah ungkapan yang pantas kepada oknum wartawan yang berlagak idealis dan bersih.
Akhirnya, dengan sendirinya kita pun menjadi tahu oknum wartawan yang mana saja selama ini menikmati aliran dana koordinasi dan masuk dalam lingkaran pengkondisian 10.2, ternyata yang berkoar-koar latang itulah mereka.
Selain itu, tampaknya ada ketakutan ketika masyarakat pers Babel turun hadir ingin membantu masyarakat penambang rakyat saat ini, lantaran takut jatah 10.2 tidak mengalir lagi ke kantong oknum wartawan tersebut.
Diketahui, saat itu beraktifitas penambang timah ilegal yang dikoordinir oleh IS ada sebanyak ratusan Ponton Ti Rajuk (300 Ponton), hasil produksi pasir timah perhari paling sedikitnya 5 ton bahkan sampai 10 ton.
Jika paling sedikit 5 ton hasil produksi pasir timah dari aktifitas penambang Ponton Ti Rajuk dipotong 20% ada sebanyak 1 ton pasir yang didapatkan, dan harga timah basah saat ini Rp 150.000/kg, 1 ton jika diuangkan sebesar Rp 150.000.000,-/hari. Dan angka yang begitu fantastis yang menggiurkan dan mengundang sikap tamak dan serakah para panitia/pengurus maupun oknum wartawan yang enggan berbagi.
Dan wajar saja ada sindiran keras dari masyarakat kepada koordinator panitia/pengurusnya ada mobil mewah bermerk ‘Rubicon’ dalam beberapa pekan saja terparkir dirumahnya.
FOPBBB Di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari
Tidak kita pungkiri keberadaan kita sebagai jurnalis/wartawan saat liputan dilapangan tidak begitu disukai oleh masyarakat penambang khususnya para penambang ilegal.
Imit negatip masyarakat penambang kepada wartawan saat ini jika melihat wartawan di lokasi tambang bak melihat setan, jika tidak diurus/dilayan atau dikondisikan dengan pulus (uang) tak heran oknum wartawan dengan jari lentiknya menguraikan berita bahwa ada kegiatan ilegal atau melanggar, itulah imit negatip masyarakat penambang kepada wartawan saat ini dan jujur saja masih ada oknum wartawan yang berperangai demikian.
Nah keterlibatan pegiat pers yang tergabung dalam Forum Organisasi Pers Bersatu Bangka Belitung (FOPBBB) yang disebutkan sebagai kelompok pegiat pers/wartawan dari Kota Pangkalpinang di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari ?
Berawal saat pegiat Pers Babel mengetahui beraktifitas penambangan timah ilegal di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari pada hari Jumat (23/04/2021) dan saat itu Pers Babel pun memberitakan aktifitas penambang timah ilegal lantaran ada spanduk larangan menambang dan keterangan sanksi pidananya dari APH setempat yang terpasang di area kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari.
Padahal sebelumnya pihak APH setempat sudah melakukan penertiban dan mengatakan dengan tegas kawasan kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari di Kecamatan Koba Kabupaten dilarang beraktifitas penambangan timah.
Singkat ceritanya, kami pun banyak dihubungi oleh masyarakat penambang dan APH setempat agar diminta membantu masyarakat penambang mengkonduksifkan stituasi dengan maksud memberi kesempatan kepada masyarakat penambang dapat beraktifitas dalam waktu terbatas di kolong Pungguk, Marbuk dan Kenari dalam rangka membantu masyarakat penambang dalam menyambut perayaan lebaran Idul Fitri.
Atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan menghilangkan imit negatip bahwa pegiat pers Babel bisa berperan aktif dalam membantu masyarakat, maka FOPBBB saat itu berinisiatif berkirim surat kepada Forkopimda Provinsi Babel dan Kabupaten Bateng menyampaikan sebagai fasilitator masyarakat penambang.
Sebaik apapun kita perbuat namun belum tentu baik kami orang lain, apalagi dimata orang yang berpikiran picik, serakah dan tamak.
Akhir kata saya mohon maaf bila ada kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini, ambil baik jika bermanfaat untuk untuk kesolidan dan kebersamaan dalam membangun Negeri Serumpun Sebalai dengan menjaga konduksifitas, aman dan damai.
Saatnya kita bersatu padu berkontribusi membangun Negeri Serumpun Sebalai dan bermanfaat bagi masyarakat Bangka Belitung.
Pangkalpinang, 7 Mei 2021
Penulis,
Rikky Fermana, S.IP., C.Me
Ketua Himpunan Pewarta Indonesia (HPI)
Bangka Belitung
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.