DaerahOPINI

Sekelumit Kisah Penjual Amplop di Lampu Merah kota Pangkalpinang

Demi Mencukupi Kebutuhan Hidup Saat Pandemi, Anak-Anak Rela Jualan Amplop Di Perempatan Lampu Merah Pangkalpinang.

Pangkalpinang, Journalarta.com – Masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia bahkan Indonesia tak membuat masyarakat menyerah demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bermacam cara di lakukan agar kebutuhan hidup sehari hari bisa terpenuhi apalagi di saat situasi menjelang Lebaran idul fitri 1442 H.

Sebagai contoh, Demi memenuhi kebutuhan sehari hari ibu Heni beserta anaknya Al yang berusia 2 tahun warga Pangkalpinang provinsi Bangka Belitung tak kenal menyerah dengan keadaan saat ini. Dia mau menjajakan amplop warna warni di pinggir jalan lampu merah Simpang 7, Kota Pangkalpinang.

Peluang jualan amplop tersebut di ambil ibu Heni lantaran sebentar lagi akan lebaran. Otomatis amplop tersebut di butuhkan sebagian masyarakat untuk menyelipkan uang sebagai THR yang akan di bagikan kepada yang menerimanya.

Saat di hampiri awak media journalarta.com, Minggu (9/5/2021) Ibu Heni menuturkan penghasilan dari jualan amplop yang di jual mulai harga Rp. 10 ribu tersebut sangat lumayan. Ia sendiri bisa meraup keuntungan antara Rp. 80 ribu-100 ribu sehari.

Anaknya yang laki-laki bernama Al terlihat senyum ceria meskipun masih berumur 2 tahun. Al selalu semangat ikut Ibunya berjualan amplop di pinggir jalan karena keadaan yang memaksa.

Ibu Heni sendiri sebelumnya berjualan nanas di pinggir jalan di pasar. Namun karena bulan puasa maka ia berjualan amplop.

Tidak hanya Ibu Heni, terpantau ada beberapa anak-anak juga yang seharusnya sekolah tapi mencari penghasilan di pinggir jalan dengan berjualan amplop.

Baca juga: Kepiting Raksasa Sebesar Rumah Muncul di Perbatasan Kota Pangkalpinang

Cukup banyak cerita yang di dapat awak media dari anak-anak penjual amlop tersebut tentang penghasilan yang di peroleh. Bahkan ada juga yang mendapat keuntungan hingga sekitar 200-400 ribu per hari menjelang hari raya.

Namun hasil ini mungkin tidak ada artinya di bandingkan jika mereka belajar di rumah dan merasakan kasih sayang kedua orang tua mereka di rumah.

Canda tawa mereka setelah berjualan mencerminkan bahwa mereka tidak memiliki beban apapun dalam hidup mereka. Keceriaan mereka adalah aset negara yang sangat berharga.

Dalam tumbuh kembang mereka, yang paling potensial adalah mereka tidak mengenal kepopuleran, kesombongan dan keangkuhan. Mereka selalu gembira di manapun mereka berada.

Namun ada sebuah cerita lucu ketika mereka melihat ada kelompok yang jika berjualan mendapat hasil lebih dari mereka. Mereka akan terlihat sedih dan menangis.

Ya karena itu wajar, mereka yang seharusnya berada di bawah kasih sayang orangtua, tapi di paksa harus berlomba mencari uang di pinggir jalan di tengah terik matahari dan debu yang menyengat serta lalu lalang kendaraan yang cukup membahayakan.(Red)

Baca juga: Pemkot Pangkalpinang Gelar Swab Antigen Massal, 6 Orang Positif

 


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts