PWRI Riau Kutuk Oknum Preman Penampung BBM illegal Yang Aniaya Wartawan Dumai
Riau, Journalarta.com – Adanya penganiayaan terhadap Hendri Wartawan Dumai yang dilakukan oleh oknum Preman Penampung BBM illegal di Jalan Perwira pada Kamis 23 September 2021 menjadi berbincangan hangat dikalangan Wartawan Dumai, baik secara personal maupun secara Organisai Kewartawanan yang ada di Dumai.
Alhasil, sejumlah organisasi pers yang berhimpun dalam Forum Lintas Wartawan (FLW) termasuk DPD PWRI Riau dan DPC PWRI Dumai turut andil dalam rapat pembahasan agenda aksi demonstrasi sebagai bentuk perlawanan terhadap kasus penganiayaan yang menimpa Wartawan Dumai.
Aksi ini akan digelar, dikarenakan sudah beberapa kali terjadi penganiayaan terhadap Wartawan Dumai yang hendak meliput aktivitas penampungan BBM illegal tersebut.
Dalam rapat tersebut, semua sepakat akan menggelar aksi pada Senin 27 September 2021.
Terkait hal ini, Feri Windria Ketua DPD PWRI Riau yang didampingi Dedi Ketua DPC PWRI Dumai mengatakan, bahwa PWRI turut hadir dalam rapat pembahasan persiapan aksi yang akan dilaksanakan.
Feri juga mengatakan, bahwa rapat tersebut dihadiri sejumlah Ketua Organisasi Wartawan, di antaranya DPD IMO Indonesia Kota Dumai, Forum Gabungan Wartawan (FORGAN), Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Riau, PPWI, JMSI serta sejumlah pentolan wartawan lainnya di Kota Dumai.
“Yang jelas PWRI Riau mengutuk pelaku aniaya Hendri Wartawan Dumai tersebut.” tegas Feri.
Seluruh peserta rapat menyuarakan hal yang sama, yakni mengutuk keras terhadap oknum pelaku kekerasan terhadap wartawan yang menurut catatan sudah 3 kali terjadi dalam kurun waktu 3 bulan belakangan ini. Untuk itu penting diambil langkah strategis serta upaya konkrit agar kedepannya peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Selain menggelar aksi demonstrasi, nantinya juga akan disampaikan 3 tuntutan yang akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan Aparat Penegak Hukum di Kota Dumai.
Pertama, meminta dengan tegas kepada aparat penegak hukum agar mengusut tuntas kasus-kasus kekerasaan dan penganiayaan wartawan yang terjadi di Dumai.
Kedua, meminta aparat agar memberantas seluruh praktek usaha illegal (Penampungan BBM dan CPO) serta menindak oknum aparat yang melindungi usaha illegal tersebut.
Ketiga, meminta jaminan perlindungan terhadap wartawan terkait pelaksanaan tugas jurnalistik serta peliputan pemberitaan di lapangan.
Hal ini diutarakan Muhammad Syahrul dalam paparannya saat membuka agenda rapat dengan tegas mengungkapkan, kekerasan terhadap pers harus segera dihentikan. Tidak boleh terjadi pembiaran, dimana wartawan selalu menjadi korban. Terkait upaya damai pasca kejadian, menurut Syahrul ternyata malah makin menyuburkan praktek kekerasan terhadap wartawan.
“Dalam beberapa kasus sering berakhir dengan perdamaian. Namun justru ini jadi bumerang. Buktinya kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap wartawan kembali terulang. Seolah-olah pelaku menganggap bantai saja, setelah itu bisa berdamai,” sebut pegiat jurnalistik yang juga aktivis HMI ini.
Pendapat sama di ungkapkan Ketua DPD IMO Indonesia Kota Dumai, Faisal Arif yang menyebutkan perlu pemberian sanksi tegas terhadap para pelaku yang selama ini terlibat dalam praktek kekerasaan atau penganiayaan terhadap wartawan. Dengan begitu ada efek jera dan kedepannya mereka tidak lagi semena-mena.
“ Perdamaian tentu boleh dan sah-sah saja. Tapi bukan berarti menghilangkan sanksi hukum atas kejahatan mereka. Bagaimana mereka mau jera, toh ujung-ujungnya tinggal damai saja. Kedepan kita minta ada sanksi tegas, siapapun mereka,” ujar Faisal Arif.
Pada sisi lain Ketua FORGAN Irham Hadi, Ketua PWRI Riau Feri Windria, Ketua DPD PJID Nusantara Erwin Komeng, Endy dari PPWI, Toga Tampubolon dari LintasRiau, Effendi Sitompul dari Radar Jakarta dan lainnya juga menyuarakan hal yang sama.
“Kasus yang menimpa anggota PWI Dumai harus menjadi kasus terakhir dan tidak boleh lagi ada kekerasaan atau kasus penganiayaan terhadap wartawan di Dumai. Hari ini kita semua bersepakat untuk saling melindungi kawan-kawan satu profesi,” ujarnya.
Senada dengan DPD PWRI RIAU, Ketua DPD PWRI Bangka Belitung, Mayrest Kurniawan ketika diminta tanggapannya perihal kasus penganiayaan yang menimpa wartawan di Dumai, Ia menyebut dalam hal ini di bagian dunia manapun tidak ada tempat bagi pelaku kekerasan, apalagi kali ini menimpa seorang wartawan.
“Yang mana sama-sama kita ketahui, tugasnya dilindungi oleh hukum atau UU Pers No 40 Tahun 1999. Kan di Pasal 18 itu jelas ancamannya, pidana penjara dua tahun. Kepolisian setempat harus mempelopori penerapan pasal tadi agar kedepannya tidak berulang,” kata dia lewat sambungan ponselnya.
MK bilang, seharusnya pihak yang merasa praktek ilegalnya diungkap media lantas diikuti dengan penganiayaan pada wartawan tadi, sesungguhnya justru makin menguatkan sinyalemen sebelumnya. ” Kalau mereka legal kan, ngapain harus gebukin wartawan? Istilahnya, karena malu fakta perbuatannya diketahui publik, akhirnya diambil jalan pintas wartawannya harus dibungkam dengan cara-cara biadab. Kami di Babel juga mengutuk keras aksi premanisme tersebut. Diminta pada pihak Kepolisian untuk secepatnya menindaklanjuti tuntutan kawan-kawan di Dumai,” tandas Mayrest Kurniawan. (red)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.