Oleh : Ichsan Mokoginta Dasin
Pangkalpinang, Journalarta.com – PALING tidak ada tiga pejabat teras Pemkot Pangkalpinang sudah dibangkupanjangkan oleh Walikota Maulan Aklil alias Molen sejak menjadi Walikota Pangkalpinang. Mereka adalah Kadis PUPR Suparlan Dulaspar, Sekdako Radmida Dawam dan yang teranyar Kepala Bakeuda Budiyanto.
Menurut walikota Molen, ketiganya dimutasi karena kebutuhan organisasi, tak lebih. Tetapi publik tetap saja menilai beda, mulai karena alasan ada intrik tertentu, hingga isu politik mengingat agenda tahun politik 2024 semakin dekat. Sekuat apapun Molen berdalih bahwa mutasi semata-mata karena kebutuhan organisasi, sekali lagi, tetap saja publik tidak akan mudah percaya. Bukankah hanya tinggal hitungan bulan, babak pertama ‘penugasan’ Molen sebagai wali kota akan segera berakhir?
Lantas, atas kepentingan apa dilakukan mutasi? Penyegaran? Itu pertanyaan publik, dan saya tidak sedang dalam kapasitas melakukan pembelaan, atau berharap agar ketiga orang tadi kembali menduduki jabatan semula.Tentu tidak (Suparlan sudah pensiun, Radmida hanya menunggu hari. Budi? Masih cukup lama). Pun, saya tidak dalam kapasitas meneguhkan keputusan Molen bahwa itu keputusan tepat. Pasti tidak juga. Saya hanya ingin berandai-andai saja, berfikir tentang jikalau dan seandainya. Itu saja.
Suparlan yang bertahun-tahun menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas PUPR, di ujung bulan Desember 2021 lalu, tiba-tiba lengser menjadi staf ahli. Posisinya digantikan oleh kakak ipar sang wali kota, Mie Go.
Molen tak mau menunggu lama-lama, apalagi Suparlan sudah akan memasuki usia pensiun, tetapi masalahnya kenapa harus begitu cepat dan mendadak? Wajar sajalah jika kemudian orang-orang berasumsi sendiri kalau mutasi terhadap Suparlan ‘pasti’ ada apa-apanya.
Lantas apa kabar dengan Radmida, perempuan pertama yang menjadi Sekda di Babel dan wilayah Sumatera, yang menghantar Kota Pangkalpinang meraih WTP lima tahun berturut-turut itu?
Setali tiga uang dengan Suparlan Dulaspar, putri Sang Kolonel itu juga harus ‘terbuang’ di ujung pengabdiannya yang mendekati purnabakti, Januari 2024 mendatang. Lagi-lagi si kakak ipar (Mie Go) yang disodor dan dilantik menggantikan posisi strategis perempuan yang masuk kategori 30 tokoh berpengaruh Bangka Belitung versi Forum Intelektual Bangka Belitung itu, dan peraih 10 Terbaik Pejabat Pimpinan Pratama Teladan Tingkat Nasional dari Kementerian PANRB tahun 2021 silam.
Tak menyangka saja jika Radmida yang selama ini digadang-gadang oleh Molen sebagai ujung tombak, harus patah di ujung waktu (asal tahu saja, di awal Molen menjabat Wali Kota Pangkalpinang, Radmida sempat mengajukan pindah tugas ke provinsi, dan sudah akan dilantik oleh Gubernur Erzaldi sebagai asisten di Pemprov Babel. Tetapi Molen bersikeras menahan, selangkah pun ia tak membolehkan Radmida untuk meninggalkan Pangkalpinang. Radmida harus tetap menjadi sekda. Begitu sayangnya ketika sepah belum kehabisan manisnya. Hmm…).
Lagi pula jabatan Radmida sebagai sekda mestinya baru akan berakhir 3 Juni 2023, tetapi Januari 2023 ia sudah keburu dilengser. (Meminjam chatingan Huzarni Rani dalam salah satu grup WhatsApp) Molen memang menggemesin !!!
Yang bikin orang-orang kaget, termasuk saya, juga karena melihat ‘romantisme’ dan kemesraan yang selama ini mendominasi hubungan keduanya dalam menakhodai Negeri Beribu Senyum. Di mana ada Molen di situ ada Radmida. Tak jarang keduanya umbar ‘kemesraan’ dan saling sanjung. Lantas apa penyebab mereka pecah kongsi?
Lalu siapa yang tidak kenal Budiyanto, Kepala Bakeuda yang banner atau posternya banyak terpampang di setiap sudut Kota Pangkalpinang ? (beberapa di antaranya ada yang bersama Molen lho).
Beda dengan Suparlan dan Radmida yang dibangkupanjangkan di usia yang mendekati purnabakti, tetapi Budiyanto masih memiliki waktu cukup panjang untuk berkarir (ternyata soal lengser melengser ini tidak memandang usia. Tua muda, akan pensiun maupun yang belum akan pensiun, jika lengser ya lengser). Pertanyaannya, mengapa orang-orang yang di mata publik berkinerja baik, harus terdepak? Setelah Suparlan dan Radmida, Budiyanto yang turut menghantarkan Kota Pangkalpinang meraih PAD dengan peningkatan 101 persen di tahun 2022 (lampaui target sebesar Rp 111 miliar dari Rp 110 miliar yang ditargetkan sebelumnya) juga harus terdepak. Tetapi kita mau bilang apa, itu wewenang wali kota. Molen punya hak prerogatif untuk memilih dan menentukan siapa yang layak menjadi pembantunya. Suka tidak suka, kita dan saya, harus mahfum itu.
Hanya saja, jika (semisal, andaikata, umpama dan seandainya) ketiga orang ini ‘berkontestasi’ dalam satu panggung sebagai penyanyi ‘trio’ dan dengan sukarela menyanyikan lagu-lagu dangdut nostalgia seperti ‘rupiah’ dan ‘tak berdaya’nya Rhoma Irama atau ‘air tuba’ Mansyur S, dan lain sebagainya, apa yang kira-kira akan terjadi?
Ketiganya (mungkin) memiliki banyak amunisi untuk berimprovisasi di panggung kontestasi. Suparlan yang bekas Kadis PUPR pasti memiliki sejumlah ‘material’ yang mungkin saja ada sebagian di antaranya diperuntukkan tak sesuai Spek dan RAB karena ada intervensi dari ‘pengendali saham’. Atau mungkin juga ada proses lelang proyeknya yang terkesan sim salabim abrakadabra sebagaimana mantra tokoh antagonis bernama Jafar, penyihir dari Kota Agrabah dalam Dongeng Si Aladin di Negeri 1001 malam itu.
Budiyanto selaku pengendali ‘bank’ dan tukang belanja, yaa kemungkinan juga pernah ‘di-atm-kan’ baik secara kredit maupun cash. Nah, Radmida Dawam yang menjadi remote pengendali rumah, rupiah dan sawah pemkot, saya pikir adalah tokoh Datuk Segala Tahu Segala Urusan seperti yang dikisahkan dalam Komik Serial Wiro Sableng yang kesohor itu.
Tinggal lagi terserah ketiganya, mau tidaknya menyanyikan lagu dangdut nostalgia yang judulnya seperti saya sebutkan tadi. Atau jangan-jangan (bisa saja), Molen memang tidak sedang menjadi aktor filmnya ‘Aib dan Noda’ sehingga ketiganya tak bisa memusikalisasikan tiap-tiap gesture dan lakon Molen dalam lagu dangdut kenangan tersebut.
Selagi tidak dalam kapasitas sebagai peran antagonis Film Aib dan Noda, saya pikir sulit untuk ‘mengeker’ Molen. Dia akan aman-aman saja, harapan saya pun begitu (karena No Molen No Party di kontestasi Pilwako Pangkalpinang 2024 mendatang). Tapi entah jika lakon yang sesunggunya ternyata menggunakan pemeran pengganti (stunman) dan bertukar posisi di job sutradara, alur dramanya akan jadi lain. Tetapi walau bagaimanapun kembali kepada tiga orang tadi. Kita tunggu apakah ketiganya akan naik panggung walau sekadar menyumbang lagu (beberapa waktu lalu Suparlan sebenarnya sudah naik panggung. Tetapi entah mengapa lagunya tidak begitu hits dan populer. Mungkin memang harus tampil secara Trio: Suparlan, Radmida dan Budiyanto).
Mudah-mudahan saja, Tim KPK yang kabarnya nanti akan berkunjung ke Kota Pangkalpinang, tidak akan bertemu dengan ketiga orang ini. Molen bagaimana ? He he… ! (*)
Tentang penulis : Ichsan Mokoginta Dasin adalah seorang penulis sekaligus jurnalis yang pernah bekerja di sejumlah media, baik cetak maupun online (1991 – sekarang). Ia sudah menulis sejumlah buku di antaranya biografi sejumlah tokoh, sastra dan budaya, serta buku sejarah perjuangan di Pulau Bangka (Palagan 12: Api Juang Rakyat Bangka). Sesekali tulisan kelahiran Pangkalpinang, 6 Juli 1971 ini, juga ‘berceloteh’ soal politik lokal dan kritik sosial. Ia juga kerap diundang menjadi pembicara dan juri dalam ‘hajatan’ sastra, budaya dan sejarah tingkat kabupaten dan Provinsi Bangka Belitung. Saat ini pemilik nama pena Amang Ikak ini menjabat sebagai Redaktur Eksekutif Trasberita.com, sekaligus pendiri media online tersebut bersama Dody Hendrianto atau Bangdoi Ahada.
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.