Sumatera Utara, Journalarta.com – Potensi terjadinya korupsi dari pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) itu dimulai dari proses perizinan antara pelaku usaha dan pemberi izin yang rawan terjadi suap, pemerasan dan gratifikasi.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah I, Maruli Tua mengatakan, terdapat potensi kerugian negara akibat pelaku usaha tidak membayar pungutan dan pajak dari penjualan hasil tambang. Bahkan Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang 2022, potensi kerugian negara akibat Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal tembus diangka Rp3,5 triliun.
“Sehingga kerja sama antar-intansi pemerintah perlu digalakkan agar proses perizinan bisa dilakukan terakselerasi, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, pertambangan illegal tidak lagi menggerogoti kekayaan alam hingga merugikan masyarakat sekitar dan negara,” ujar Maruli dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (1/8/2023).
Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir dalam Rapat Koordinasi Pembenahan Perizinan Sektor MBLB di Aula Tengku Rizal, Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatra Utara, Arief Sudarto Trinugroho, menyampaikan bahwa pencegahan korupsi disektor pertambangan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Gubernur 188.44/334/KPTS/2023 tentang Tim Terpadu Pengawasan Pertambangan MBLB di Provinsi Sumut dalam rangka melakukan pengawasan dan penguatan lembaga pemerintah daerah untuk pembenahan perizinan sektor MBLB.
“Melalui rapat koordinasi itu kami mohon kepada seluruh pihak yang berkepentingan agar dapat secara bersama-sama melakukan pembenahan terkait dengan MBLB ini. Supaya hasil tambang MBLB dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan membantu pembangunan Provinsi Sumatera Utara,” jelasnya.
Pemprov Sumut berharap, Balai Kementerian PUPR dapat memberi dukungan agar proyek konstruksi yang bersumber dari keuangan negara/daerah menggunakan material Galian C yang berasal dari pelaku usaha yang berizin.
Sementara itu, Kepala Dinas DPMPTSP Provinsi Sumut, Faisal Arif Nasutin menyampaikan bahwa sesuai Perpres 52 tahun 2022 dinyatakan bahwa pemprov diberikan kewenangan untuk memberikan perizinan MBLB seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Pengangkutan dan Penjualan untuk komoditas MBLB.
Namun, kata Faisal, dalam hal itu masih terdapat banyak masalah seperti pelaku usaha beranggapan apabila sudah mendapat izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi, maka sudah bisa melakukan kegiatan penambangan. Padahal, menurutnya izin tersebut hanya dapat digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
Sedangkan, kegiatan operasi produksi seperti penambangan, pengolahan dan penjualan, belum bisa dilakukan pelaku usaha. Kegiatan ini baru bisa dilakukan jika Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi sudah didapatkan.
“Perlu dibangun persepsi di masyarakat, jika terdapat pertambangan yang tidak memiliki izin maka akan berakibat pada kerusakan lingkungan dan bisa masuk pada ranah pidana,” tegas Faisal.
Saat ini, Pemprov Sumut sedang mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan sosialisasi dan asistensi dalam rangka memberikan pengetahuan kepada para pelaku usaha dan konsultan terkait dengan persyaratan dokumen lingkungan hidup.(*)
Sumber: Infopublik.id
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.