Sumatera Utara, Journalarta.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar sejarah Indonesia dalam mengekspor bahan mentah jangan sampai terulang kembali. Oleh itu, Ia meminta seluruh pihak untuk berani mempertahankan program hilirisasi yang telah dimulai.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam sambutannya pada acara Pengukuhan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di Lapangan Benteng, Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara, pada Sabtu (19/8/2023).
“Sejarah lama itu tidak boleh terulang lagi, jadi jangan ekspor bahan mentah, jadi tolong diingatkan pemimpin ke depan jangan ekspor bahan mentah, rakyat harus berani mengingatkan mengenai itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan ekspor bahan mentah yang dilakukan oleh Indonesia telah berlangsung sejak zaman VOC Belanda, yakni sudah lebih dari 400 tahun. Presiden menilai hal tersebut tidak memberikan nilai lebih terhadap Indonesia.
“Sudah lebih dari 400 tahun kita ini selalu mengekspor bahan mentah, sejak VOC, kirim bahan mentah, kirim bahan mentah. Ya kita dapat, dapat uang tapi sangat kecil sekali,” katanya.
Selain itu, Ia juga memaparkan kejadian serupa juga terjadi pada tahun 1970 dan 1980, saat komoditas yang dimiliki banyak oleh Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.
“Dulu Indonesia ini pernah booming minyak tahun 70-an, tapi kita tidak mendapatkan nilai tambah dari sana. Tahun 80-an saya ingat kita ini pernah booming kayu, hutan banyak yang dibabat tapi kita juga tidak mendapatkan nilai tambah dari sana,” jelas Jokowi.
Saat ini pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah terhadap penghasilan negara. Presiden Jokowi memberikan contoh nyata dalam hal tersebut yakni nilai ekspor yang melompat setelah memberhentikan ekspor nikel mentah.
“Saya berikan contoh saja nikel. Ini sering saya sampaikan waktu ekspor bahan mentah ini sebelum 2020, waktu ekspor bahan mentah kita setahun itu hanya dapat kira-kira 2,1 billion USD artinya hanya kurang lebih 32 triliun (rupiah), begitu dihilirisasi diindustrialisasi menjadi 33,8 billion USD, dari 32 triliun (rupiah) menjadi 510 triliun (rupiah) kurang lebih, lompatannya berapa kali?” jelas Jokowi.
Jokowi juga menerangkan bahwa dari lompatan tersebut tentunya berdampak terhadap negara, baik dari segi penerimaan negara hingga pembukaan lapangan kerja.
“Sebelum hilirisasi kesempatan kerja—pembukaan lapangan kerja ada di negara lain, setelah hiliriasi lapangan kerja terbuka di dalam negeri. Karena, negara dari nikel itu sekali lagi dapat PPN—Pajak Pertambahan Nilai, dapat PPH perusahaan, dapat PPH karyawan, dapat royalti, dapat penerimaan negara bukan pajak, dapat bea ekspor,” paparnya.
Oleh sebab itu, Ia menilai ke depannya ketika ekspor bahan mentah sejumlah komoditas lainnya turut dihentikan, maka dapat mendorong lagi terbukanya lapangan kerja dalam negeri.
“Kalau nanti stop bauksit, stop tembaga, stop timah, stop batu bara, stop minyak kelapa sawit CPO, stop rumput laut—ekspor rumput laut mentah, stop ikan mentah, berapa yang kita bisa buka lapangan kerja di dalam negeri?” kata Jokowi.
Namun, Presiden Jokowi pun menyampaikan bahwa untuk mempertahankan hal tersebut, selain dibutuhkan keberanian, juga dibutuhkan kekompakan dan persatuan antar komponen bangsa.
“Tapi sekali lagi semua itu membutuhkan kekompakan, semua itu membutuhkan persatuan, membutuhkan seluruh kekuatan komponen bangsa ini untuk bersama-sama meraih, bersama-sama berusaha,” tandasnya.(*)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.