Kalimantan Barat, Journalarta.com – Tim Pengawas dan Polhut Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (Gakkum KLHK) wilayah Kalimantan menyegel 4 lokasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat (Kalbar) yakni di PT. MTI unit 1 Jelai (1.151 Ha), PT. CG (267 Ha), PT. SUM (168,2 Ha), dan PT. FWL (121,24 Ha). Hal itu dilakukan untuk menghentikan meluasnya kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Nunu Anugrah mengatakan Tim Gakkum KLHK terus memonitor secara intensif lokasi-lokasi yang terindikasi adanya titik api melalui data hotspot.
Ia menambahkan, Selain menyegel 4 areal konsesi perusahaan yang terjadi kebakaran, juga dilakukan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH, 1 (satu) perusahaan dilakukan proses penyelidikan/pulbaket dan 1 (satu) perusahaan telah direkomendasikan untuk diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah melalui kepala daerah.
“Dalam penanganan karhutla, KLHK bersama dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah membentuk Satgas Penegakan Hukum Terpadu Karhutla. KLHK terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengefektifkan upaya penanganan karhulta termasuk dalam upaya penegakan hukum,“ kata Nunu dikutip dalam keterangan persnya, Minggu (3/9/2023).
Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa dirinya sudah memerintahkan seluruh kantor Balai Gakkum baik di Sumatera maupun Kalimantan untuk terus memonitor serta melakukan verifikasi lapangan dan penyelidikan atas terjadinya Karhutla pada areal konsesi perusahaan maupun lokasi yang dikuasai oleh Masyarakat.
Ia menegaskan, Instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan KLHK akan digunakan untuk menindak tegas terhadap penanggung jawab usaha atau kegiatan atas terjadinya Karhutla baik berupa pemberian sanksi administrasi hingga pencabutan izin, gugatan perdata berupa ganti rugi pemulihan lingkungan hidup maupun penegakan hukum pidana.
“Penyegelan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan. Bagi Perusahaan yang lokasinya terjadi kebakaran dapat dikenakan sanksi admnistratif termasuk pembekuan dan pencabutan izin, serta digugat perdata terkait dengan ganti rugi lingkungan hidup, serta penegakan hukum pidana. Ancaman hukuman terkait dengan pembakaran hutan dan lahan berdasarkan Pasal 108 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal 10 miliar rupiah,” tegas Rasio.
Rasio juga menekankan bahwa penanggung jawab usaha atau kegiatan agar tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan atau tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautinary principle).
“Kebakaran hutan dan lahan sangat berdampak pada kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030,” tandasnya.
Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi LHK, Ardyanto Nugroho telah berkomitmen untuk menegakkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
“Karhutla merupakan kasus yang menjadi perhatian karena dampak terhadap lingkungan yang bergitu besar, bahkan dapat menyebabkan polusi udara lintas negara. PPLH akan terus menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan agar melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha. Sepanjang tahun 2023 ini, kami telah mengeluarkan 90 surat peringatan ke perusahaan,” pungkasnya.(*)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.