Maluku, Journalarta.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) propinsi Maluku melepasliarkan 30 (tiga puluh) ekor satwa liar endemik hasil kegiatan pengamanan peredaran TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar) petugas Polisi Hutan (Polhut) di wilayah Pelabuhan Laut Yos Sudarso Ambon dan Translokasi Satwa dari BKSDA Jakarta ke habitat aslinya di Kabupaten Seram Bagian Barat, pada Minggu (3/9/2023).
Ketiga puluh satwa liar tersebut terdiri dari 6 ekor Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis), 19 ekor Nuri Maluku (Eos bornea) dan 5 ekor Kura-kura Ambon (Cuora amboinensis).
Sebelum dilepasliarkan di habitat aslinya, satwa-satwa liar tersebut sudah terlebih dahulu menjalani proses karantina dan rehabilitasi selama kurang lebih 1 sampai dengan 5 bulan di kandang Pusat Konservasi Satwa (PKS) Kepulauan Maluku yang berada di Kota Ambon. Selain itu juga sudah menjalani pemeriksaan kesehatan satwa yang dilakukan oleh dokter hewan dan animal keeper.
Pemeriksaan kesehatan satwa tersebut meliputi kesehatan fisik dan bebas dari penyakit serta pemeriksaan sifat atau karakter liar satwa, sehingga dari hasil pemeriksaan kesehatan diketahui bahwa satwa-satwa yang akan dilepasliarkan dalam kondisi yang sehat, liar dan bebas dari virus pembawa penyakit.
Kepala Balai KSDA Maluku, Danny H. Pattipeilohy menjelaskan bahwa butuh waktu dan proses yang panjang hingga akhirnya satwa-satwa tersebut siap dan layak untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya.
“Diharapkan satwa-satwa yang dilepasliaran ini dapat cepat beradaptasi dan berkembang biak di lingkungan barunya sehingga akan berdampak pada peningkatan populasi dan keragaman jenis satwa yang ada di kawasan hutan ini. Selain itu pelepasliaran satwa juga memiliki tujuan jangka panjang yang dapat dicapai diantaranya adalah kembalinya peran dan fungsi ekologis dan biologis satwa yang dilepasliarkan, sehingga kelestarian ekosistem dapat terjaga,” ujar Danny dalam acara pelepasliaran satwa yang dikutip dari laman resmi Menlhk, Senin (4/9/2023).
Ia juga mengungkapkan bahwa kegiatan pelepasliaran satwa ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh BKSDA Maluku dalam mendukung Role Model Penanganan Jaringan Peredaran TSL Ilegal di Kepulauan Maluku. Setelah kegiatan pelepasliaran, kata Danny, satwa-satwa tersebut akan terus dimonitoring kondisi dan keberadaannya oleh petugas selama 3 (tiga) hari ke depan untuk memastikan satwa-satwa tersebut dapat survive dan bertahan hidup di habitat barunya.
Sebagai informasi, Kakatua Maluku, Nuri Maluku dan Kura-kura Ambon adalah satwa liar yang statusnya dilindungi oleh undang-undang dan merupakan salah satu jenis satwa endemik Kepulauan Maluku dengan penyebaran alaminya berada di wilayah Pulau Ambon, Pulau Buru dan Pulau Seram Provinsi Maluku.
Dipilihnya Suaka Alam Gunung Sahuwai, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku sebagai lokasi pelepasliaran satwa dikarenakan kawasan konservasi tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang dilepasliarkan.
Selain itu, kondisi hutan yang sangat luas dan masih terjaga kelestariannya dengan jumlah pohon dan sumber pakan yang melimpah menjadikan lokasi tersebut sangat cocok dan aman untuk dijadikan lokasi pelapasliara satwa.
Selain itu, Kawasan konservasi tersebut ditunjang keaktifan BKSDA Maluku dalam kegiatan sosialisasi, kemitraan konservasi dan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa Waesala, Kecamatan Huamual Belakang membuat pemerintah daerah dan masyarakat sangat mendukung keberadaan Balai KSDA Maluku dalam menjaga kelestarian tumbuhan dan satwa liar khususnya satwa liar yang ada di wilayah Pulau Seram.
“Diharapkan dengan dilakukan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini akan menjadi contoh kepada masyarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam (SDA) khususnya satwa endemik Pulau Seram agar tidak punah dari habitat aslinya,” jelas Danny.(*)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.