News

Suka Duka Tambang Ilegal Laut Suka Damai, Ada Beking Boleh Jalan, Tak Ada Beking Siap Siap Di Tangkap

Bangka Selatan, journalarta.com — Carut marut aktivitas tambang illegal di Laut Suka Damai Toboali Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebenarnya bukan cerita baru.

Kisah bahagiah maupun kisah derita sudah mewarnai aktivitas tambang illegal Laut Suka Damai sejak beberapa tahun belakangan.

Hanya saja, nyaris tidak ada yang perduli, baik itu Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Pemprov Bangka Belitung maupun aparat penegak hukum (APH) yang bertugas di Negeri Serumpun Sebalai.

Ibarat pepatah lama, siapa yang kuat maka ialah yang berkuasa. Seperti itulah tampaknya aroma yang tercium di lingkungan Laut Suka Damai.

“Di sini sistimnya abu-abu Pak,” ujar Edi Ahmad, salah satu pemilik ponton TI di Laut Suka Damai.

Cerita cinta karut marut Tambang Illegal Laut Suka Damai mulai sedikit menjadi perhatian publik, ketika Nadia melaporkan dua oknum Anggota Polair Polres Bangka Selatan yang diduga melakukan pungutan fee atau uang koordinasi kepada para penambang.

Kebetulan kedua oknum ini kebagian wilayah yang mengamankan TI-Ti termasuk Nadia dan keluarganya, yang memiliki lima ponton TI.

Menurut informasi yang dihimpun media ini di lapangan, sebenarnya para pemungut fee atau uang koordinasi ini tidak hanya dua orang oknum itu saja.

Tetapi, karena nasib lagi sial saja, nama kedua oknum Anggota Polres Bangka Selatan ini yang mencuat. Istilahnya sedang apes.

“Biasalah Bang lagi kena sial. Kalo mau dibuka yang sebenarnya, lah dak tahu lagi lah Bang. Lah macam texas di sana tu. Banyak Koboi dan Centeng berkeliaran. Lah dak tahu lagi mane sinyu mane bandit,” tukas Sun, warga sekitar lokasi.

Dalam wawancara ekslusif media ini dengan Nadia, disebutkan bahwa jumlah TI yang berpesta pora di Laut Suka Damai sudah tak terhitung lagi.

Jika malam hari, justru germerlap Laut Suka Damai mengalahkan germerlapnya Toboali, yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Bangka Selatan.

“Yang saya tahu saja, untuk TI selam lebih dari 600 unit jumlahnya. Belum TI Tungau, belum lagi TI User-user. Pokoknya lah macam kota di tengah laut ketika mereka beraktivitas malam,” ujar Nadia, Selasa (24/5/2022).

Nadia mengaku memiliki sembilan anggota keluarga, dengan TI selam berjumlah 5 unit.
Sebagai warga negara, kata Nadia, mereka juga bermaksud mencari nafkah di Laut Suka Damai.

Awalnya, kata Nadia, mereka juga tidak keberatan membayar uang fee atau koordinasi.
Hanya saja, karena pendapatan yang mulai menurun dan tidak menentu, Ia dan keluarganya tidak bisa membayar uang fee dan koordinasi.

“Kalo dapatnya banyak, kami tidak keberatan lah Bang. Tetapi kalo saat hasilnya sedikit, kami tidak bisalah memberikan uang fee secara normal. Sementara para oknum ini, tidak mau tahu, pokoknya bayar 500.000 untuk TI yang beroperasi hingga jam 00.00. Jika meneruskan nambang sampai pagi harus bayar Rp 500.000 lagi. Jadi semalam itu kita bisa kena Rp 1000.000 per ponton,” ungkap Nadia.

Bayangkan saja, jika informasi Nadia ini benar, berapa uang pungutan liar itu berseleweran di Laut Suka Damai.

Untuk uang koordinasi dan fee para “Jagoan” Laut Suka Damai ini saja bisa mencapai Rp 500 juta an per malam.

Lalu berapa besar uang yang berputar seluruhnya di Laut Suka Damai ini? Fantastis..!
Lalu mengapa Ibu Nadia melaporkan oknum aparat ini?

“Saya dan keluarga minta keadilan Bang. Mengapa hanya saudara saya yang mereka tangkap. Alasan mereka keempat adik ipar saya tersebut illegal. Memangnya ratusan TI yang lainnya legal? Harusnya ditangkap semuanya,” tandas Nadia.

Namun belakangan diketahui, bahwa penangkapan keempat adik ipar Nadia tersebut, karena tidak mau setor fee kepada para “Centeng” Laut Suka Damai.

Nadia meminta Bupati Bangka Selatan Riza Herdavid untuk tegas membuat kebijakan di Laut Suka Damai.

Nadia juga meminta PT Timah Tbk, yang merupakan pemilik Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) Laut Suka Damai untuk bertindak adil.

“Kalau mau adil, siapapun boleh bekerja di tanah negara tersebut. Kami siap mengikuti aturan dan siap membuat legalitas jika memang ada. Tapi ini kan tidak ada dari PT Timah ataupun Pemkab Basel. Akhirnya semua orang nambang. Yang punya beking aman, tetapi yang tidak ada beking bersiap-siap ditangkap. Kemana keadalian di negeri ini. Tolong dengarkan kami Pak Kapolda dan Pak Gubernur,” ucap Nadia.

Selama ini, kata Nadia, pihaknya harus mengeluarkan 10 persen dari hasil yang didapat setiap hari. Selain sudah dipotong 10 persen, mereka juga dibeli dengan harga di bawah harga pasaran.

“Misalnya harga Rp 200.000 per kilo, nah kami dibeli hanya Rp 150.000 per kilo. Artinya kami sudah dua kali kena potong. Andaikan pungutan ini resmi diminta oleh negara, kami siap Bang. Tetapi ini kan tidak jelas uang sebanyak itu masuk kantong siapa,” tukas Nadia.

Sementara itu, Edi Ahmad, salah satu pelaku penambangan di Laut Suka Damai, mengaku tidak memiliki beking.

“Kalau teman saya banyak Pak,” ujar Edi.
Dikatakan Edi, sebagai pelaku tambang di Laut Suka Damai, dirinya tidak pernah membayar fee atau uang koordinasi.

“Kalau saya tidak pernah bayar uang fee atau koordinasi, karena saya tidak ada beking-bekingan. Kalo soal beking-bekingan itu kan tergantung masing-masing pemilik ponton,” tukas Edi.

Karena itulah, kata Edi, sejak Ia beraktivitas tambang di Laut Suka Damai, belum pernah bayar fee ataupun koordinasi.
“Kalau bantu-bantu teman biasalah Pak. Ya namanya berteman, biasa kita trsnsfer kalo sedang ada rezeki,” ujar Edi.

Saat ini, Nadia sedang menyiapkan diri untuk pemeriksaan sebagai pelapor kedua oknum Anggota Polair Polres Bangka Selatan ke Propam Polda Bangka Belitung. Sesuai surat yang diterima Nadia, Diirinya akan diperiksa pada Jumat 27 Mei 2022 di Mapolda Babel.
Nadia sangat berharap pihak-pihak terkait, seperti PT Timah selaku pemilik WIUP, Kapolda Babel dan Gubernur Babel bisa menyelesaikan karut marut tambang illegal di Laut Suka Damai.

“Berilah kami ini kesempatan yang sama dan adil dalam mencari nafkah di negara Indonesia ini. Jangan yang punya beking saja yang bisa bekerja, sedangkan kami ditangkap. Kalo alasannya illegal, maka semuanya harus ditangkap. Dan kepada aparat yang bermain, tolonglah juga diitangkap,” tandas Nadia. (Red)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts