Oleh : Achmad Ferdy Firmansyah
( Politisi & Pemerhati Kebijakan Publik )
Pangkalpinang,Journalarta.com – Memasuki tahun politik yang semakin hari semakin meningkat suhu politik nasional termasuk di daerah tentunya memberikan sinyal yang kuat kepada masyarakat bahwa Konstestasi Pemilu dan Pilpres pada 14 Februari 2024 mendatang merupakan momen penting yang penuh dengan kebebasan memilih dalam menentukan nasib bangsa dan negara kedepan.
Berbicara kebebasan dalam demokrasi hari ini bagi individu ( Caleg ) atau institusi ( Parpol ) yang berstatus sebagai kontestan politik akan di bentur dalam menterjemahkan kalimat ” Politik Uang ” dan ” Biaya Politik ” demi mencapai tujuan politik nya masing-masing selaku kontestan.
Lazimnya dalam menjalankan segala sendi kehidupan manusia termasuk kehidupan politik pasti ada biaya yang di keluarkan, dan relativitas besar atau kecil nya biaya itu sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor subjektif dan objektif yang di jalankan dari cara dan sikap berpolitik yang terpatri dalam motif politik.
Ketika cara dan sikap berpolitik semata-mata hanya nafsu kekuasaan atau memperkaya diri sendiri dan kelompoknya maka dipastikan “Politik Uang ” merajalela dalam konteks kita berdemokrasi tapi sebaliknya jika cara dan sikap berpolitik yang di harmoni kan menuju rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat maka ” Politik Uang” tidak laku untuk di orkestrasi kan karena “Politik Uang” tidak akan mampu membeli kesejahteraan atau kondisi rasa keadilan sosial bagi masyarakat.
Tapi faktanya hari ini kontestasi politik selalu di dominasi oleh praktik “Politik Uang” meskipun aturan main kontestasi Pemilu telah di payungi regulasi yang jelas dan tegas sehingga output yang dihasilkan dari sebuah rahim demokrasi sering mengecewakan masyarakat dan menyengsarakan rakyat kemudian menjurus masyarakat putus asa dengan bersikap politik memasang kuda-kuda untuk melakukan transaksional di setiap hajat kita melaksanakan agenda Pemilu meskipun tidak sedikit masyarakat menyadari dampak negatif yang dimunculkan dikemudian hari bahwasanya politik transaksional berupa uang antara subjek yang punya hak pilih dengan subjek yang dipilih dalam konteks berdemokrasi itu sesuatu menjatuhkan harga diri masyarakat dan menghilangkan Marwah dari kedaulatan rakyat yang dimiliki ,selanjutnya “Politik Uang” itu niscaya akan bertransformasi menjadi ketidak percayaan publik terhadap bangunan sistem kepemimpinan dan politik yang berbasis Demokrasi dan ketidakpercayaan publik itu beresiko besar akan hilangnya sebuah negara dalam peta dunia.
Harus kita sadari sebagai putra putri bangsa yang punya Hak Pilih dan di pilih pasti akan mewariskan suatu tatanan kehidupan apakah itu kesejahteraan atau kesengsaraan kepada anak cucu kita nantinya.Maka dari itu hak pilih dan hak dipilih itu tidak berada pada dimensi cara dan motif politik yang berorientasi kepada nafsu kekuasaan dan memperkaya diri sendiri atau kelompok karena akan mewariskan kesengsaraan untuk anak cucu kita nanti dan berpotensi besar hancurnya sebuah bangsa.
Sejatinya ” Politik Uang ” itu bagaikan mesin predator yang membunuh cita-cita kemerdekaan dari sebuah bangsa dan laksana sebuah Kapal yang berlabuh pada tempat kekecewaan, ketidak percayaan dan kesengsaraan dalam kita berdemokrasi.
Pangkalpinang, 16-02-2023
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.