BANGKA BARAT, JOURNALARTA.COM – Perairan laut Belo di Kabupaten Bangka Barat kini terhimpit oleh bayang-bayang kejahatan. Produksi pasir timah yang seharusnya menjadi aset berharga terancam merosot secara drastis akibat penjarahan yang terkoordinir dengan rapi.
Para penambang ilegal berkolaborasi dengan cukong timah dan bahkan melibatkan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dengan metode aneh yang disebut sebagai “Sistem Koordinasi.” Di tengah upaya PT Timah Tbk untuk mengelola pasir timah melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP), kekacauan di lapangan semakin menjadi-jadi.
Informasi yang berhasil dihimpun oleh Jejaring Media KBO Babel, Senin (22/1/2024) mengungkapkan adanya praktik penjarahan yang terorganisir dengan baik di wilayah IUP PT Timah.
Meskipun PT Timah Tbk telah menerbitkan Surat Perintah/Perjanjian Kerja (SPK) untuk perusahaan mitra seperti CV. Torabika dan CV. Victori yang seharusnya beroperasi dengan 15 unit Ponton Isap Produksi (PIP) Jenis TI apung Rajuk, namun kenyataannya lebih dari 80 unit PIP aktif di wilayah laut Belo.
Adit, perwakilan dari CV Torabika, membenarkan bahwa perusahaannya memiliki izin untuk menambang dengan 15 unit PIP. Namun ironisnya, Adit juga mengakui keberadaan PIP ilegal yang beroperasi tanpa izin dari PT Timah. Bahkan, kelompok ilegal ini dikoordinir oleh oknum warga Mentok bernama IB dan PA warga desa Belo Laut.
“Ada ponton siluman sekitar 30 PIP lebih yang diurus oleh IB,” ungkap Adit.
“Kami pun sempat dimintanya untuk membayar jatah fee ‘koordinasi,’ alasannya untuk panitia, ini dan itu, dan kami pun langsung menolaknya,” imbuhnya.
JD, sumber lain yang terlibat, mengungkapkan bahwa IB dan PA telah menetapkan potongan sebesar 20% dari setiap produksi pasir timah dari PIP Ti Rajuk untuk kepentingan pribadi dan biaya “koordinasi” yang tak transparan.
Dengan semakin terbongkarnya rincian kejahatan ini, aktivitas penyelundupan pasir timah semakin terbuka. Perahu ‘Speed Lidah‘ menjadi sarana pengangkut pasir timah ilegal dalam karung-karung putih yang tak jelas tujuannya.
Sementara IB membantah perannya sebagai koordinator PIP. Ia mengaku terlibat dalam aktivitas penambangan tanpa izin.
Alasannya, seperti yang diutarakan IB, adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keterlibatan IB menyoroti kompleksitas kehidupan masyarakat pesisir, yang terjebak dalam siklus kecanduan sumber daya alam dan minimnya alternatif ekonomi.
Sistem operasional penambangan di laut IUP PT Timah Tbk, seharusnya diawasi ketat oleh Pos Pengamanan (Pospam) dan karyawan PT Timah, telah berhasil diakali oleh kelompok ilegal.
Pasir timah yang semestinya ditimbang dan diserahkan langsung ke wasprod PT Timah, malah mengalir ke arah yang tak jelas, dijual bebas, atau disimpan oleh cukong timah lokal.
Untuk mengembalikan nama baik institusi Aparat Penegak Hukum (APH), terutama Polres Bangka Barat dan Polair Bangka Barat, dibutuhkan langkah tegas. Penertiban dan penindakan terhadap kelompok ilegal, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap IB dan PA, harus segera dilakukan untuk mengembalikan kewibawaan hukum di wilayah tersebut.
Namun, masalah ini lebih dari sekadar tindakan penegakan hukum. Ini adalah cerminan dari kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pengawasan, memperketat regulasi, dan melibatkan masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Hanya dengan langkah-langkah ini, laut Belo bisa kembali menjadi sumber daya yang berkelanjutan, memberikan manfaat positif bagi masyarakat setempat, dan meredakan dampak destruktif dari penjarahan yang terus berlangsung. (Red/KBO Babel)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.