BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.COM – Dalam episode terbaru dari gejolak yang terus berlanjut di Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, muncul skandal baru yang mengindikasikan pemalsuan tandatangan Sekretaris Provinsi oleh sejumlah pejabat didalam administrasi provinsi.
Hal ini menyusul kontroversi baru-baru ini yang melibatkan Susanti, Kepala BKPSDM, yang melampaui kewenangannya dengan menandatangani dokumen dan menilai peralihan posisinya sendiri dari Struktural ke Fungsional, langkah yang biasanya diotorisasi oleh Gubernur Pelaksana atau Sekretaris Bangka Belitung, Kamis (7/3/2024).
Fokus kini beralih ke dugaan pemalsuan tandatangan Sekretaris pada dokumen persetujuan anggaran tahun 2024 oleh seorang pejabat tidak disebutkan namanya di dalam dinas sipil pemerintah provinsi.
Untuk mencari kejelasan mengenai hal ini, tim jejaring media KBO Babel mengunjungi kediaman pribadi Sekretaris Daerah (Sekda) propinsi Babel, Naziarto di Pangkalpinang pada Rabu (06/03/2024) sore.
Selama wawancara dengan perwakilan media, Naziarto dengan tegas membantah pernah menandatangani dokumen penting tersebut.
“Ya, itu benar. Itu bukan tandatangan saya; sepertinya itu dipalsukan,” tegas Naziarto.
Saat ditanya apakah ia bermaksud melaporkan insiden ini kepada penegak hukum terkait pemalsuan tandatangan, Naziarto menjawab, “Saya akan mempertimbangkan apakah akan mengambil tindakan hukum atau tidak.”
Ini bukan kali pertama Naziarto menghadapi isu pemalsuan tandatangan; kejadian serupa terjadi pada tahun 2021.
Sikap tegas Sekda terhadap tindakan pejabat yang tidak bermoral mencerminkan komitmennya untuk menentang perilaku melanggar hukum dan etika dalam administrasi provinsi.
Pemalsuan tandatangan, sebuah pelanggaran serius yang mencakup pemalsuan dokumen, secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia dalam Pasal 263 ayat (1), dengan pelakunya menghadapi hukuman penjara maksimal enam tahun.
Kejadian pemalsuan tandatangan yang berulang kali tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang integritas administrasi provinsi tetapi juga menekankan perlunya tindakan tegas untuk menekan praktik tidak etis semacam itu.
Pertimbangan Naziarto apakah akan menempuh langkah hukum menggarisbawahi kompleksitas situasi dan konsekuensi potensial bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan tidak sah tersebut.
Sementara provinsi berjuang mengatasi tantangan ini, publik menunggu untuk melihat apakah Sekretaris Naziarto akan memilih untuk menempuh jalur hukum untuk menangani pemalsuan tersebut atau mengeksplorasi solusi alternatif.
Skandal ketidakberesan administrasi yang semakin meningkat di dalam pemerintahan provinsi menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan komitmen untuk menjaga supremasi hukum guna mengembalikan kepercayaan dan keyakinan publik terhadap administrasi. (Penulis: Zen, Editor: Dwi Frasetio/Taufik)