Oleh: AHMADI SOFYAN
“Aok imang, Jok. Ko ne sehari dak taipau ase gelugud baden”
(Djamaluddin Ancok)
BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.COM – SEBELUM mengenal langsung sosoknya, saya sudah membaca banyak tulisan dan pernyataan beliau dalam berbagai buku yang berkaitan dengan psikologi. Ketika selesai kuliah (di Kota Malang Jawa Timur), saya banyak mendapat berkah kehidupan yakni berinteraksi langsung dengan banyak tokoh Bangka Belitung. Interaksi yang aktif ini membuat saya kadangkala merasa anak kecil ditengah-tengah putra kelahiran Bangka Belitung yang mengagumkan dengan berbagai profesi bahkan diantara mereka kerap saya saksikan dilayar televisi atau media cetak.
Berbagai kesempatan, para tokoh memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi Moderator ketika mereka menjadi Narasumber. Beginilah kerennya para senior-senior berintelektual tinggi itu mendidik saya dimasa silam. Hal ini yang sudah ditemui sekarang ini.
Djamaludin bin Ancok atau bisa dikenal luas oleh dunia pendidikan di Indonesia dengan nama Prof. Djamaludin Ancok. Guru Besar Psikologi Universitas Negeri Gajah Mada (UGM) ini sudah melanglang buana ke berbagai Universitas dan Instansi diberbagai belahan dunia. Beliau kerapkali mengirim catatan kecil ke WA saya dengan menceritakan posisi beliau sedang di negara mana.
Pengakuan “Raje Taipau” ini bukanlah dari orang lain, tapi beliau sendiri yang menyebutkan dirinya “Raje Taipau“. Kalimat itu seringkali beliau ucapkan langsung maupun via WA.
“Jok, ka jen ngambik gelar ko sebagai Raje Taipau. Ko ne lebih taipau dari ka“. Suatu hari via telpon beliau mengatakan itu sambil mengurai tawa ngakak. “Hallooo Tauke” ucap beliau menyapa saya yang sedang duduk santai di teras resto yang saya miliki. Kalimat “tauke” yang bermakna juragan ini memang sudah lama tak saya dengar, mampu membuat saya tertawa ngakak. “Ko dak jangka kek ka ne, Jok, pacak jadi Tauke” tambah putra desa Mendo Kecamatan Mendobarat ini renyah.
Setiap bersua dengan sosok tinggi dan berbadan tegap ini, selalu saja ada bahan canda. Rasanya saya belum pernah melihat beliau murung atau sedang memikirkan hal berat. Semua orang di sekitar beliau selalu merasa riang oleh canda-canda yang dilontarkan.
Ada satu materi tentang kepemimpinan yang sering saya kutip dari beliau saat mengisi acara, yakni cerita tentang kepemimpinan telmi (telat mikir), cerita dongeng tentang Dinosaurus & Babi di Kapal yang mengarungi lautan. Point cerita ini sangat mengena & mengundang tawa ngakak tentang tipikal seorang pemimpin.
Kalimat “taipau” bagi banyak orang Bangka konotasi negatif. Sebab “taipau” dimaknai dengan sombong, angkuh, riya”, arogan dan lain sebagainya. Tapi kalimat “taipau” oleh Jamaludin Ancok justru menjadi bahan candaan bahkan beliau jadikan trade mark dirinya saat bersama-sama orang Bangka.
Bahkan kalimat kesohor yang berbunyi _”sehari dak taipau ase gelugud badan“_ (sehari tidak sombong, badan terasa demam) murni ucapan dari Jamaluddin Ancok kala beliau mengambil titel Doktor di Jogjakarta.
Cerita ini saya dapatkan dari sahabat karib beliau, Zulkarnain Karim (Mantan Walikota Panglalpinang). Suatu hari kawan-kawan mahasiswa di Asrama ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) berkumpul dan isi pembicaraan kala itu adalah mengenai sosok Bang Jamal dianggap taipau dimata teman-teman yang lain. Apalagi beliau saat itu sedang mengambil gelar Doktor. Perilaku “taipau” Bang Jamal dianggap sudah ngeselin pergaulan kawan-kawan di asrama. Akhirnya, kesepakatan bersama Bang Jamal dipanggil untuk “disidang”.
Mengawali “sidang” itu, seorang kawan memulai pembicaraan: “Jadi begini Bang Jamal, kami ne terus terang kesel dengan gaya Bang Jamal yang kami anggap taipau“. Ternyata, mendengar itu, Jamaluddin Ancok menanggapi dengan santai.
Beliau tidak membantah tudingan kawan-kawan, justru sebaliknya dengan berkata: “Aok imang, Jok. Ko ne sehari dak taipau, ase gelugud badan“. Mendengar jawaban ini, suasana “penyidangan” itu riuh dengan tawa bergemuruh. Akhirnya “sidang” ditutup sebab tudingan “taipau” justru diperkuat oleh Bang Jamal sendiri.
Suatu hari, bertempat di sebuah hotel di Malioboro Yogyakarta, diadakan pertemuan masyarakat Bangka. Tokoh-tokoh senior Bangka Belitung baik yang menetap di Bangka Belitung, Yogyakarta, Jakarta & Bandung hadir. Termasuk mantan Rektor UGM, Sofian Effendi. Saya dinobatkan menjadi moderator diskusi. Saat sesi tanya jawab, saya mempersilahkan kepada audiens untuk siapa yang pertama kali untuk menyampaikan pendapat. Semua terdiam, tak ingin mendahului, apalagi banyak tokoh-tokoh senior di kursi depan.
Melihat situasi diam membisu, Bang Jamaluddin Ancok mengacungkan jari seraya berdiri dan berkata: “Bagaimana kalau yang mengawali memberikan pendapat dimulai dari siapa yang paling “taipau” di ruangan ini?“. Mendengar ucapan beliau, saya sebagai moderator tak mampu menahan tawa dan mempersilahkan. “Nah, kalau yang paling taipau disini, itu saya” ujar beliau seraya mengambil mikropon dan memberikan pendapat dalam diskusi tersebut.
Suasana diskusi menjadi semakin cair dan penuh keakraban, pastinya dengan canda tawa renyah khas orang Bangka Belitung. Semua berkat “si raja taipau“, Bang Jamaluddin Ancok.
Selamat jalan abangku, canda tawamu tidak hanya mengumbar tawa, tapi ilmu dan penuh makna. Bahkan kalimat “sehari dak taipau, ase gelugud badan” menjadi kian populer dan melekat ditengah masyarakat Bangka. Abangku orang baik, akan terus dikenang, tak hanya sebagai sosok orang kampung yang cerdas, tapi penuh nilai dalam mengarungi kehidupan.
Salam Taipau!
(Kebun tepi sungai, 16/03/2024)
Tentang Penulis : AHMADI SOFYAN dikenal nama Atok Kulop. Banyak menghabiskan waktunya di kebun tepi sungai. Ia sudah menulis ribuan opini di media cetak & online. Sekitar 80-an bukunya sudah diterbitkan.
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.