Penulis : Suwanto Kahir, S.H., M.H (Ketua PEKA Babel)
BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.Com – Belakangan ini media on-line dihebohkan dengan berita tentang advokat dalam kedudukannya mewakili kepentingan kliennya yang mengajukan permohonan pemblokiran SKCK terhadap mantan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2017-2022.
Jika kita simak pemberitaan tersebut, tidak ada korelasi antara perkara yang sedang ditangani oleh advokat tersebut dengan tujuan pemblokiran tersebut.
Sontak berita itu membuat penulis sebagai praktisi hukum tergelitik untuk sekedar mengkritisi mengenai “Pemblokiran SKCK” tersebut.
Pertama perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu SKCK tentu rujukannya adalah Peraturan Perundang-undangan, dalam hal ini adalah Peraturan Kapolri Nomor : 06 Tahun 2023 Tentang Penerbitan SKCK.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PERKAP Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penerbitan SKCK.
SKCK adalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian merupakan surat keterangan resmi yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait ada atau tidak adanya catatan kepolisian.
Secara sederhana SKCK merupakan suatu bentuk surat keterangan mengenai catatan kepolisian seseorang, suatu bentuk dokumen administratif yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan tujuan dibuatnya SKCK berdasarkan Pasal 2 ayat (1) minimal untuk keperluan :
1. Melamar pekerjaan;
2. Melanjutkan pendidikan;
3. Pencalonan Pejabat Publik;
4. Pendaftaran prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Polri atau Aparatur Sipil Negara;
5. Pengangkatan Anggota Organisasi Profesi;
6. Penerbitan visa; atau
7. Pindah kewarganegaraan.
Jika merujuk pada ketentuan diatas maka sudah jelas secara definisi dan tujuan dibuatnya SKCK untuk kepentingan apa.
Kemudian penulis mencoba membaca dengan seksama Peraturan Kapolri Nomor : 06 Tahun 2023 Tentang Penerbitan SKCK, tidak ditemukan satu pun pasal maupun ayat dalam aturan tersebut yang secara eksplisit mengatur mengenai pemblokiran SKCK, lantas pertanyaan hukumnya tanpa diatur secara eksplisit dalam Peraturan perundang-undangan apakah mungkin “Pemblokiran SKCK” bisa dilakukan.
Lantas pertanyaan hukum selanjutnya jika “Pemblokiran SKCK” tidak pernah ditemukan dalam aturan, lantas apa artinya permohonan pemblokiran SKCK.
Sejauh yang penulis pahami berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sumber-sumber hukum lainnya penulis tidak pernah menemukan istilah Pemblokiran SKCK, tapi setidak-tidak mengenai “Pemblokiran SKCK” ini bisa menjadi perdebatan akademisi sehingga dikemudian hari dapat diatur mengenai “Pemblokiran SKCK”, seperti istilah hukum ius constituendum “hukum yang dicita-citakan dimasa yang akan datang”.
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.