FeaturedKriminalNewsUncategorized

Ada Pungli di Kasus Kematian Dokter Aulia, Arzeti : Reformasi Sistem PPDS Harus Dilakukan

JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Hasil investigasi dan penyelidikan sementara dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kasus kematian dr. Aulia Risma menemukan fakta baru, yakni diduga adanya pemalakan oleh seniornya sebesar RP 20-40 juta. Pemalakan tersebut terjadi sejak semester pertama dari Juli hingga November 2022.

Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina pun mendesak pemerintah untuk segera melakukan reformasi sistem Program Pendidikan Spesialis (PPDS) yang diketahui kental dengan unsur bullying.

“Kasus ini harus perhatian khusus karena ini bentuk pemerasan, sudah kriminal dan sangat meresahkan. Harus ada pertanggungjawaban secara pidana. Ini sangat mengkhawatirkan karena perundungan bukan lagi soal fisik dan mental, tapi pemerasan juga,” kata Arzeti dalam keterangan rilisnya, dikutip, Senin (2/9/2024).

Arzeti juga mendorong pemerintah melakukan evaluasi sistem pendidikan spesialis kedokteran di Indonesia, melihat sudah terbukti banyaknya kasus perundungan di jalur PPDS. Ia menilai, pengawasan dan perlindungan terhadap mahasiswa dan residen ini harus diutamakan.

“Perundungan di lingkungan pendidikan tidak bisa lagi dianggap sepele. Reformasi sistem pendidikan kedokteran spesialis dan pengawasan yang sangat ketat mutlak dilakukan,” imbuhnya.

Menurut investigasi Kemenkes, uang yang dipalak para senior ke dr. Aulia dan para juniornya ternyata digunakan untuk menyewa jasa penulis lepas untuk membuat naskah akademik dan menggaji para OB. Arzeti mengatakan, masalah ini sudah masuk ranah pidana.

“Kasus ini harus perhatian khusus karena ini bentuk pemerasan, sudah kriminal dan sangat meresahkan. Harus ada pertanggungjawaban secara pidana. Ini sangat mengkhawatirkan karena perundungan bukan lagi soal fisik dan mental, tapi pemerasan juga,” tuturnya.

Permintaan uang di luar biaya pendidikan yang sudah ditetapkan dinilai merupakan pelanggaran etika yang serius. Arzeti menyebut hal ini menunjukan adanya praktik yang tidak sehat dan merugikan banyak peserta didik spesialisasi dokter.

“Permintaan uang yang tidak wajar menunjukkan adanya ketidakadilan dalam akses pendidikan. Tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan finansial yang sama, sehingga praktik seperti ini dapat menghambat mahasiswa yang kurang mampu untuk melanjutkan studi,” ungkapnya.

Arzeti pun menekankan kepada Pemerintah, khususnya Kementerian/Lembaga yang memiliki sekolah atau layanan pendidikan khusus untuk menciptakan sistem pendidikan yang aman, sehat dan berkualitas.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk mencetak lulusan yang berkualitas, dimana untuk bidang kesehatan sendiri diharapkan memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat.

“Lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan kondusif bagi para mahasiswa dan residen untuk berkembang, bukan menjadi sarang perundungan dan intimidasi yang merusak mental mereka,” tegasnya.

Lebih lanjut, Arzeti mendorong Pemerintah untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan spesialis kedokteran di Indonesia, melihat sudah terbukti banyaknya kasus perundungan di jalur PPDS. Ia menilai, pengawasan dan perlindungan terhadap mahasiswa dan residen ini harus diutamakan.

Evaluasi ini harus mencakup perbaikan dalam tata kelola pendidikan kedokteran spesialis, pembentukan mekanisme pengaduan yang aman dan efektif, serta penegakan aturan yang tegas terhadap tindakan perundungan.

“Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan berkualitas. Hanya dengan demikian kita dapat memastikan bahwa para lulusan kita siap untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat Indonesia,” pungkasnya.(*)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts