JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan program Pengadaan Bantuan Traktor Roda 4 untuk tanaman pangan pada tahun 2023 dengan alokasi anggaran sebesar Rp 379,9 miliar.
Program yang dikelola melalui metode E-purchasing di E-katalog ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia. Namun, baru-baru ini muncul sorotan tajam terhadap pelaksanaan program tersebut setelah adanya dugaan mark-up harga dalam pengadaan traktor tersebut.
Menurut laporan dari Masyarakat Pemantau Hukum dan Pemerintahan (MPHP), sebuah LSM yang fokus pada pemantauan kebijakan publik, terdapat indikasi mark-up harga yang signifikan dalam pengadaan traktor roda 4 ini.
Ketua Umum MPHP, Gintar H dalam keterangannya mengungkapkan bahwa PT HCM, salah satu perusahaan yang ditunjuk langsung melalui mekanisme E-katalog dengan nilai kontrak sekitar Rp 73 miliar menawarkan harga satuan traktor yang jauh lebih tinggi dibandingkan penyedia lain. Selisih harga per unit traktor mencapai Rp 88 juta.
“Penelusuran kami di etalase E-katalog menunjukkan adanya perbedaan harga yang tidak wajar, yang jika dihitung secara keseluruhan berpotensi menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 15 miliar,” ujar Gintar dalam pernyataannya yang disampaikan melalui sambungan telepon, dikutip, Rabu (4/9/2024).
Dugaan adanya mark-up harga ini memicu reaksi keras dari MPHP yang menuntut adanya tindakan cepat dari pihak berwenang.
Mereka meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan program pengadaan traktor ini.
Gintar menyatakan bahwa pihaknya juga telah melaporkan dugaan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 30 Agustus lalu untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Kami menduga ada persekongkolan antara oknum pejabat dengan pengusaha tertentu yang memanfaatkan mekanisme e-purchasing sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri. E-purchasing yang seharusnya transparan dan efisien, malah dijadikan tameng untuk menghindari pengawasan ketat atas penyerapan anggaran,” tegasnya.
Dalam pandangan MPHP, praktik seperti ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah dalam mengelola anggaran.
Mereka khawatir, jika tidak segera ditindak, praktik mark-up harga dalam pengadaan barang dan jasa ini akan terus berulang dan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Lebih lanjut, MPHP berharap agar KPK segera bertindak dengan menyelidiki lebih dalam mengenai dugaan kecurangan ini. Mereka menekankan pentingnya audit investigatif dari BPK untuk memastikan bahwa seluruh proses pengadaan telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Jika ditemukan adanya pelanggaran, MPHP mendesak agar pihak yang terlibat, baik dari kalangan pemerintah maupun swasta harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Kami tidak ingin uang rakyat dipermainkan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab. Penegakan hukum harus tegas dan tidak pandang bulu,” tandas Gintar.
Kasus dugaan mark-up dalam pengadaan traktor ini semakin menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap program pemerintah, terutama yang melibatkan anggaran besar.
E-purchasing, yang seharusnya menjadi alat untuk memastikan efisiensi dan keadilan dalam pengadaan barang dan jasa, perlu diawasi dengan lebih ketat agar tidak disalahgunakan.
Jika terbukti benar, kasus ini bisa menjadi salah satu contoh nyata bagaimana pengawasan yang lemah dapat membuka peluang bagi praktik-praktik korupsi.
Tindakan tegas dari BPK dan KPK diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kementan belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan mark-up harga dalam pengadaan traktor tersebut.
Namun, publik menunggu adanya langkah konkret dari instansi terkait untuk memastikan bahwa dana yang diamanahkan kepada pemerintah digunakan dengan benar dan transparan.
Tindakan cepat dan transparan dalam menangani kasus ini tidak hanya penting untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. (GusWedha/KBO Babel)
1 Komentar