PANGKALPINANG, JOURNALARTA.Com – Setelah sebelumnya Lurah Opas Indah menjadi sorotan akibat dugaan ketidaknetralan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, kini Lurah Lontong Pancur Kota Pangkalpinang menghadapi situasi serupa. Ratusan warga menggelar aksi demonstrasi menuntut transparansi dan akuntabilitas dari lurah mereka, Senin (21/10/2024).
Aksi ini dipicu oleh keterlibatan Lurah Lontong Pancur dalam acara yang dihadiri calon walikota Pangkalpinang Molen-Hakim.
Keberadaan lurah di acara tersebut serta foto-foto dirinya menunjukkan kode dua jari yang merupakan simbol nomor urut pasangan calon walikota Molen-Hakim membuat warga merasa keberatan.
Lurah yang mengungkapkan rasa iri melalui pesan WhatsApp seakan menantang warganya untuk melakukan demonstrasi, menciptakan gelombang ketidakpuasan yang akhirnya meledak dalam bentuk aksi protes.
“Kami tidak berniat melakukan orasi, tetapi setelah pernyataan lurah, kami merasa perlu memenuhi tantangan tersebut,” ujar Yusuf yang akrab disapa Jojo dan menjabat sebagai koordinator aksi.
Para pemuda Lontong Pancur ini berkumpul di kantor lurah membawa berbagai spanduk bertuliskan seperti “Lurah Harus Netral” dan “Cabut Nama Jalan Molen” untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Salah satu isu utama yang diangkat dalam aksi ini adalah masalah penamaan jalan Molen yang dianggap warga tidak melibatkan musyawarah dengan masyarakat setempat.
Sabirin, salah satu tokoh pemuda yang ikut dalam aksi dalam orasinya mengatakan,”Keputusan sepihak ini menciptakan ketidakpuasan di masyarakat. Kami tidak setuju dengan nama itu dan meminta agar diganti”.
Selain itu, retribusi sampah yang ditetapkan lebih tinggi dibandingkan kelurahan lain yakni 25 ribu per bulan juga menjadi sorotan.
“Mengapa kami harus membayar lebih?” tanya Sabirin dengan tegas.
Masyarakat Lontong Pancur tidak hanya menuntut perubahan dalam kepemimpinan lurah tetapi juga berharap adanya dialog yang lebih baik dengan pemerintah daerah.
“Kami ingin pak Camat menyampaikan aspirasi kami kepada PJ Wali Kota agar lurah diganti. Jika tidak, kami akan beraksi lebih besar di kantor walikota,” tegas Reren, salah satu peserta aksi.
Aksi demonstrasi ini mencerminkan kekuatan kolektif masyarakat dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah lokal.
Warga Lontong Pancur menginginkan agar pejabat publik terutama Aparatur Sipil Negara (ASN) menjaga netralitas mereka dalam politik demi terciptanya lingkungan yang kondusif.
Peserta aksi berharap agar perhatian publik dan media terhadap masalah ini dapat mendorong perubahan yang diinginkan.
Mereka yakin bahwa dengan dukungan yang lebih luas, suara mereka akan didengar dan bisa menginspirasi tindakan nyata dari pemerintah.
Secara keseluruhan, situasi ini merupakan pelajaran berharga bagi pemerintah daerah mengenai pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Dengan memperhatikan aspirasi warga, harapan akan terciptanya pemerintahan yang lebih baik dan partisipatif semakin nyata. (*/KBO Babel)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
1 Komentar