JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Kejaksaan Agung RI (Kejagung) memeriksa dua orang saksi dari lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023, Senin (11/11/2024).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menjelaskan, dua saksi yang diperiksa yaitu MPM selaku Direktur Prasarana pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian Kemenhub tahun 2014-2016, dan MY selaku Direktur Prasarana pada Ditjen Perkeretaapian Kemenhub tahun 2014-2016.
Keduanya diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023 atas nama tersangka PB.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, dikutip, Senin (11/11/24).
Sebelumnya, tim jaksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) juga telah memeriksa 4 orang pegawai di lingkungan Kemenhub sebagai saksi. Keempat saksi itu adalah, Kepala Biro Perencanaan pada Kementerian Perhubungan inisial SW, Kasubdit Kelaikan Sarana Wilayah I Ditjen Perkeretaapian Medan pada Kemenhub inisial SS, Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Ditjen Perkeretaapian pada Kemenhub inisial AH, dan PPK Kegiatan Perencanaan DED–BL Jembatan, Depo, Persinyalan Telekomunikasi inisial MC.
Diketahui, tersangka PB ditangkap sebuah hotel di Sumedang, Jawa Barat, pada 3 November 2024. Ia kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
Direktur Penyidikan JAMPidsus, Abdul Qohar mengatakan PB telah menerima fee sebesar Rp2,6 miliar. PB diduga memerintahkan kuasa pengguna anggaran yaitu terdakwa NSS selaku Kepala BTP Sumbagut 2016-2017, untuk memecah pekerjaan konstruksi tersebut menjadi 11 paket.
Ia juga meminta kepada kuasa anggaran NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender lelang.
“Kerugian negara akibat kasus tersebut diduga mencapai Rp1,1 triliun,” ujar Qohar beberapa waktu lalu.
Qohar menambahkan, Kejagung juga sudah melakukan pemeriksaan maraton kepada PB dan saksi-saksi lainnya.
Atas perbuatannya, PB disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 3q tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(*)