OPINI

Mengurai Dugaan Praktik Ilegal PT BSAL: Sebuah Pelanggaran Hukum dan Kerusakan Tata Kelola Tambang

Oleh : Adinda Putri Nabiilah, SH, C.IJ, C.PW

 

 

BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.COM – Aktivitas PT Babel Surya Alam Lestari (BSAL) yang tetap melakukan pengiriman balok timah meski smelter diduga tak beroperasi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak digarap, memunculkan tanda tanya besar. Fakta ini membuka diskusi penting tentang tata kelola sektor pertambangan, pelanggaran hukum, dan dampaknya terhadap perekonomian serta lingkungan.

Melihat kronologi kasus ini, ada indikasi pelanggaran serius terhadap berbagai peraturan terkait pertambangan, ekspor, dan pengelolaan sumber daya alam.

Penulis mencoba mengurai aspek hukum, dampak, dan solusi untuk memperbaiki tata kelola sektor ini dari artikel pemberitaan yang mewarnai sorotan publik Bangka Belitung .

Indikasi Pelanggaran Hukum
Beberapa dugaan pelanggaran hukum yang muncul dari kasus ini dapat ditinjau berdasarkan regulasi terkait, antara lain:

1. UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)

Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa perusahaan pertambangan wajib memiliki IUP yang aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun produksi. Fakta bahwa IUP PT BSAL diduga tak digarap dan hanya berupa hutan belantara menunjukkan pelanggaran terhadap kewajiban pengelolaan wilayah tambang. Selain itu, penghentian operasi smelter tanpa kejelasan status Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) juga melanggar aturan pada Pasal 95 yang mewajibkan pemegang IUP menyusun RKAB setiap tahun.

2. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Setiap aktivitas tambang harus melalui analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang diperbarui secara berkala. Dengan kondisi hutan yang masih rimbun di lokasi IUP, ada kemungkinan bahwa PT BSAL mengabaikan tanggung jawab pemulihan lahan atau reklamasi, yang merupakan pelanggaran Pasal 36 ayat (1).

3. UU No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan

Dugaan pengiriman balok timah secara ilegal ke luar negeri juga melibatkan pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan Pasal 102 UU Kepabeanan, setiap ekspor barang wajib dilaporkan dan sesuai dengan ketentuan hukum. Jika benar ada praktik penyelundupan, tindakan ini berpotensi merugikan negara melalui kehilangan potensi penerimaan pajak dan royalti.

 

Dampak Pelanggaran

Pelanggaran hukum dalam kasus ini bukan hanya masalah administratif tetapi juga memiliki konsekuensi luas:

1. Kerugian Negara

Ekspor ilegal dapat menyebabkan kerugian besar bagi negara dalam bentuk hilangnya pendapatan dari royalti dan pajak. Jika benar balok timah PT BSAL dikirim tanpa prosedur resmi, maka negara telah dirugikan secara signifikan.

2. Kerusakan Tata Kelola Pertambangan

Kasus seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perusahaan tambang. Pelanggaran yang berulang, seperti dugaan ekspor ilegal di tahun 2022, memperlihatkan bahwa mekanisme kontrol baik di tingkat daerah maupun pusat belum berjalan optimal.

3. Ancaman Lingkungan dan Sosial

Ketika perusahaan tidak memenuhi kewajiban reklamasi atau pengelolaan tambang yang bertanggung jawab, dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat meluas. Selain itu, masyarakat sekitar kehilangan manfaat ekonomi yang seharusnya diterima jika aktivitas tambang dikelola dengan baik.

 

Analisis Tata Kelola dan Pengawasan

Kasus PT BSAL menggarisbawahi beberapa kelemahan dalam tata kelola sektor tambang di Indonesia:

1. Lemahnya Penegakan Regulasi

Pengawasan atas kepatuhan terhadap RKAB, operasi smelter, dan pemanfaatan IUP masih jauh dari memadai. Hal ini mencerminkan kurangnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam memastikan perusahaan tambang mematuhi aturan.

2. Transparansi dan Akuntabilitas yang Minim

Tidak adanya informasi yang transparan terkait aktivitas PT BSAL memperlihatkan rendahnya akuntabilitas perusahaan tambang di Indonesia. Sistem pelaporan yang terintegrasi dan mudah diakses oleh publik diperlukan untuk mengurangi peluang praktik ilegal.

3. Kesenjangan Kapasitas Institusi Pengawas

Institusi seperti Inspektorat Tambang dan Kepabeanan membutuhkan peningkatan kapasitas untuk mendeteksi dan menangani pelanggaran hukum. Digitalisasi sistem pengawasan dan penggunaan teknologi berbasis satelit bisa menjadi salah satu solusi.

 

Rekomendasi dan Solusi

Mengatasi kasus seperti PT BSAL membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, di antaranya:

1. Penegakan Hukum yang Tegas

Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku pelanggaran. Investigasi mendalam terhadap dugaan ekspor ilegal oleh PT BSAL harus dilakukan, termasuk menjerat pihak-pihak yang terlibat dengan sanksi pidana sesuai UU Minerba dan UU Kepabeanan.

2. Revitalisasi Sistem Pengawasan

Pengawasan berbasis teknologi, seperti penggunaan satelit untuk memantau aktivitas tambang, dapat memperkuat kontrol terhadap wilayah IUP. Pemerintah juga perlu memperbarui sistem pelaporan RKAB agar lebih transparan dan akuntabel.

3. Peningkatan Kapasitas Institusi Terkait

Kementerian ESDM, Bea Cukai, dan pemerintah daerah harus bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas teknis dan sumber daya manusia yang mampu mendeteksi praktik ilegal di sektor tambang.

4. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat lokal di sekitar tambang harus diberdayakan untuk menjadi pengawas mandiri. Dengan memberikan edukasi dan akses pelaporan, masyarakat bisa menjadi mitra penting dalam mendeteksi aktivitas tambang yang mencurigakan.

Kasus PT BSAL menjadi refleksi penting atas kompleksitas pengelolaan sektor tambang di Indonesia. Pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan ini, jika terbukti, merupakan cerminan lemahnya pengawasan dan penegakan aturan yang ada.

Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mencegah terulangnya kasus serupa, memastikan manfaat ekonomi tambang dapat dirasakan secara maksimal, serta melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak buruk aktivitas pertambangan yang tidak bertanggung jawab.

Melalui perbaikan tata kelola, pengawasan, dan penegakan hukum yang efektif, sektor tambang Indonesia bisa menjadi lebih berdaya saing dan berkelanjutan.

 

 

————————————
Penulis : Adinda Putri Nabiilah SH.,C.IJ.,C.PW editor KBO Babel
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Saran dan masukan atas tulisan ini silahkan disampaikan ke redaksi yang tertera di box redaksi.

What's your reaction?

Related Posts

PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?

JAKARTA, JOURNALARTA.COM - Universitas Paramadina bekerja sama dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?”. Diskusi publik ini…

1 of 1,044

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *