PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Pangkalpinang tengah menjadi pusat perhatian setelah beberapa laporan dugaan pelanggaran pemilu dari relawan Kotak Kosong tidak diproses dengan alasan yang dianggap tidak transparan. Salah satu laporan menyoroti dugaan praktik politik uang oleh tim pasangan calon tunggal yang terjadi di Pasar Pagi, namun laporan ini justru ditolak tanpa registrasi.
Dalam laporan tersebut, relawan Kotak Kosong menyerahkan bukti berupa rekaman video, uang tunai sebesar satu juta rupiah, dan kesaksian langsung dari pedagang serta tukang parkir yang mengaku menerima imbalan untuk mendukung calon tunggal.
Meski telah memenuhi semua persyaratan yang diminta, laporan itu tetap tidak diproses lebih lanjut. Bahkan, saksi maupun terlapor tidak pernah dipanggil untuk memberikan klarifikasi.
Ketua Bawaslu Pangkalpinang, Imam Gozali menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak meregistrasi laporan didasarkan pada kajian tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang belum memenuhi unsur yang kuat.
Namun, pernyataan ini mendapat bantahan tegas dari pihak kejaksaan dan kepolisian yang tergabung dalam Gakkumdu. Mereka menegaskan bahwa registrasi laporan sepenuhnya merupakan kewenangan Bawaslu, bukan tim Gakkumdu.
Kredibilitas Bawaslu semakin dipertanyakan setelah muncul kabar bahwa salah satu komisionernya, Dian Bastari, diduga meminta pelapor untuk mencabut laporan tersebut. Dugaan ini semakin menguatkan anggapan keberpihakan lembaga pengawas pemilu terhadap pasangan calon tunggal.
Masyarakat dan Relawan Bergerak
Merespons situasi ini, masyarakat bersama relawan Kotak Kosong berencana menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bawaslu Pangkalpinang pada Kamis, 5 Desember 2024. Mereka secara tegas menuntut Ketua Bawaslu dan seluruh komisioner untuk mengundurkan diri.
Ketua Rumah Aspirasi Kotak Kosong, Eka Mulya Putra, menyatakan bahwa langkah hukum juga akan ditempuh. Pihaknya berencana melaporkan komisioner Bawaslu Pangkalpinang ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan pelanggaran kode etik dan ketidakprofesionalan.
“Kami tidak hanya menginginkan pengunduran diri komisioner yang terlibat, tetapi juga sanksi tegas dari DKPP RI untuk mengembalikan integritas lembaga pengawas pemilu. Demokrasi yang bersih dan adil adalah hak masyarakat,” ujar Eka.
Seruan untuk Demokrasi yang Lebih Baik
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya peran pengawasan terhadap lembaga penyelenggara pemilu agar tetap netral dan profesional. Praktik-praktik tidak etis, jika benar terbukti, berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Masyarakat berharap langkah hukum yang ditempuh dapat menjadi preseden positif untuk pembenahan menyeluruh di tubuh Bawaslu. Dengan aksi damai dan tuntutan hukum, warga Kota Pangkalpinang berkomitmen memastikan pemilu berjalan sesuai prinsip jujur dan adil.
Aksi ini juga diharapkan menjadi momen refleksi bagi penyelenggara pemilu di berbagai tingkatan agar memperbaiki kinerja dan menjaga netralitas mereka dalam menghadapi tantangan demokrasi. (M.Zen/KBO Babel)