PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Ketua Relawan Rumah Aspirasi Kotak Kosong, Eka Mulya Putra bersama simpul relawan lainnya menuntut Ketua Bawaslu Kota Pangkalpinang dan seluruh komisionernya untuk mundur dari jabatan. Tuntutan ini muncul setelah Bawaslu dinilai tidak profesional dalam menangani laporan dugaan politik uang yang melibatkan pasangan calon tunggal pada Pilkada Kota Pangkalpinang, Kamis (5/12/2024).
Dalam aksi unjuk rasa damai yang digelar, relawan mendesak agar laporan mereka yang telah dilengkapi dengan bukti kuat segera diproses. Bukti yang diserahkan termasuk video dokumentasi, saksi, dan uang tunai sebesar satu juta rupiah.
Dugaan politik uang ini diduga dilakukan oleh tim sukses pasangan calon tunggal dengan membagikan uang kepada pedagang dan tukang parkir di Pasar Pagi, Kota Pangkalpinang.
Namun, laporan tersebut tidak diregistrasi oleh Bawaslu tanpa alasan yang jelas. Bahkan, menurut Eka, saksi maupun terlapor tidak pernah dipanggil untuk klarifikasi.
“Kami sudah memenuhi semua prosedur dan melengkapi bukti. Tetapi laporan kami tetap ditolak tanpa alasan logis. Ini mencederai kepercayaan masyarakat terhadap netralitas lembaga pengawas pemilu,” tegas Eka dalam orasinya.
Protes Simbolis dengan Mainan Anak
Sebagai bentuk kritik terhadap kinerja Bawaslu, Relawan Kotak Kosong secara simbolis menyerahkan mainan anak-anak kepada perwakilan lembaga tersebut.
Aksi ini dimaksudkan untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap apa yang dianggap sebagai “kinerja bermain-main” oleh lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme.
“Kinerja mereka seperti anak kecil yang sedang bermain. Tidak ada kedewasaan sebagai lembaga pengawas pemilu. Padahal tugas mereka adalah menegakkan keadilan dalam setiap tahapan pemilu,inilah jika anak kecil dikasih jabat dari produk titipan atau KKN?!” sindir Eka.
Aksi Tak Akan Berhenti di Sini
Selain menyampaikan protes di depan Kantor Bawaslu Pangkalpinang, Eka dan relawan lainnya berencana membawa kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Mereka berharap DKPP dapat mengusut dugaan pelanggaran kode etik oleh komisioner Bawaslu dan menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti bersalah.
“Jika kasus ini dilanjutkan hingga ke pengadilan, sumber dan pelaku praktik politik uang bisa terungkap. Paslon yang terbukti curang seharusnya dilarang mengikuti kontestasi pemilu atau pilkada selanjutnya,” tambah Eka.
M Zen, Sekretaris Rumah Aspirasi Kotak Kosong, menegaskan bahwa aksi mereka tidak akan berhenti sampai tuntutan dipenuhi.
Ia menyatakan bahwa demonstrasi dengan massa lebih besar sedang direncanakan, termasuk opsi bermalam di depan Kantor Bawaslu jika laporan mereka tetap diabaikan.
“Kami tidak akan diam. Jika perlu, kami akan menginap di sini. Demokrasi yang bersih adalah hak rakyat, dan kami akan memperjuangkannya,jika tuntutan kami di proses lebih lanjut” tegas Zen.
Kinerja Bawaslu Bertolak Belakang dengan Tugasnya
Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang Pemilu, salah satu tugas utama Bawaslu adalah mencegah dan menindak pelanggaran pemilu, termasuk praktik politik uang. Namun, kinerja Bawaslu Pangkalpinang dinilai justru bertolak belakang dengan amanat tersebut.
“Ini bukan hanya soal laporan kami, tetapi soal integritas sistem demokrasi. Kita membutuhkan lembaga yang tidak hanya mengawasi, tetapi juga menegakkan keadilan. Jika ini tidak dijalankan, demokrasi kita berada dalam bahaya,” ujar Zen.
Harapan untuk Reformasi Demokrasi
Melalui aksi ini, Relawan Kotak Kosong tidak hanya menyerukan keadilan atas laporan mereka, tetapi juga mendorong perubahan mendasar dalam sistem pengawasan pemilu.
Mereka berharap DKPP dapat bertindak tegas untuk memastikan bahwa lembaga pengawas seperti Bawaslu mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Demonstrasi ini menjadi pengingat bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam menghadapi praktik yang dianggap mencederai demokrasi. Dengan langkah nyata seperti ini, diharapkan sistem pemilu di Indonesia bisa menjadi lebih bersih, adil, dan transparan. (*/KBO Babel)
1 Komentar