BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA – Terkait Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium atau Nuklir (PLTT) di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung membuat Ketua Umum Organisasi Barisan Relawan Cinta Tanah Air (BARETTA) Indonesia, Armansyah, SS., S.H. angkat bicara. Ia menyebut pemerintah dan para pemimpin khususnya di Kepulauan Bangka Belitung harus melihat efek Negatif Limbah Nuklir tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat, Senin (6/1/2025).
Hal itu dikatakan Arman terkait pernyataan Direktur Operasi PT. ThorCon Power Indonesia, Bob S. Effendi seperti melansir berita media Antara pada Rabu (23/03/2023) dengan judul ‘PT Thorcon Siapkan Rp17 Triliun Bangun PLTT di Pulau Gelasa Babel‘ yang menyatakan bahwa “Kami mengharapkan kepastian hukum dari pemerintah pusat terkait PLTT di Pulau Gelasa untuk memberikan payung Perpres, agar perubahan-perubahan terkait tata ruang yang dilakukan oleh pemprov dapat dipayungi oleh Perpres,”.
Selain itu, Pembangunan PLTT di Pulau Gelasa juga mendapat tentangan dari Bambang Pati Jaya yang saat itu menjabat Ketua DPD Partai Golkar Babel dan Anggota Komisi XII DPR RI seperti yang termuat di media Babelpos.co pada Minggu (15/12/2024) yang berjudul ‘Reaktor Nuklir Pulau Gelasa? BPJ: Komisi XII DPR RI Belum Pernah Beri Persetujuan!’.
Bambang Pati Jaya yang biasa disapa BPJ dalam statementnya di media tersebut mengatakan bahwa Regulasi pengembangan untuk Energi Nuklir kedepannya akan diatur dalam RUU EBT yang sedang digodok di Komisi XII yang merupakan RUU carry over dari Komisi VII periode 2019-2024.
”Karena banyak hal yang harus dipenuhi dan diselesaikan terlebih dahulu dari sisi regulasi,” tegas BPJ lagi kepada Babel Pos Minggu (15/12/2024).
Listrik Tenaga Nuklir Membutuhkan Teknologi Khusus
Menurut Arman, pengelolaan dampak Limbah Radioaktif dari PLTT tersebut menjadi salah satu kekhawatiran utama terkait Energi Nuklir.
“Proses pembangkitan Energi Nuklir dapat menghasilkan Limbah berbahaya yang harus dikelola dengan hati-hati,” ujar Arman.
Ia menambahkan, masalah lingkungan utama yang terkait dengan Tenaga Nuklir adalah terciptanya Limbah Radioaktif seperti Limbah Pabrik Uranium, Bahan Bakar Reaktor Bekas, dan Limbah Radioaktif lainnya.
“Bahan-bahan ini dapat tetap bersifat Radioaktif dan berbahaya bagi kesehatan manusia selama Ribuan Tahun,” tegas Arman.
Arman merinci, adapun Isotop Radioaktif yang dilepaskan dalam kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir meliputi Iodin-131 (I-131), Cesium-134 (Cs-134), dan Cs-137.
“Dalam jenis kecelakaan yang paling parah, seperti kecelakaan Chernobyl pada tahun 1986, Isotop Radioaktif berbahaya lainnya, seperti Strontium-90 (Sr-90) dan Plutonium-239, juga dapat dilepaskan,” paparnya.
Lebih lanjut diterangkan Arman, Energi Nuklir memiliki beberapa dampak negatif diantaranya Limbah Radioaktif.
Limbah Radioaktif dari Energi Nuklir dapat tetap berbahaya selama Ribuan hingga Jutaan Tahun. Limbah ini harus disimpan dengan sangat hati-hati.
Selain itu, Energi Nuklir juga memiliki dampak Negatif lainnya seperti, Gangguan Sosial dan Psikologis, Kerusakan DNA, Kerusakan Tanaman, Hewan Liar, dan Lapisan Ozon serta Peningkatan Sulfur Dioksida di Udara.
“Oleh karena itu sebagai Ketua Umum Baretta Indonesia mempertanyakan tentang Dampak Limbah dari Energi Nuklir dari rencana Pembangunan PLTT di Pulau Gelasa oleh PT. ThorCon Power Indonesia yang sangat berdampak kepada warga masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung,” tutup Arman.(*)
Baca berita dan artikel kami yang lainnya di Google News