PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Forum Bangka Belitung Menggugat (BBM) kembali menegaskan bahwa dua kali kehadiran mereka di DPRD Bangka Belitung (Babel) bertujuan untuk mendorong percepatan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) tata kelola pertimahan.
Pernyataan tegas ini disampaikan oleh Hangga Oftafandany, SH, dari Kantor Firma Hukum Hangga Off yang merupakan bagian dari tim advokasi Forum BBM.
“Kedatangan kami ke DPRD Babel jelas, yaitu mendorong percepatan pembentukan Pansus tata kelola pertimahan. Jangan diplintir seolah-olah BBM meminta revisi perda atau bahkan pembentukan Pansus untuk menghitung kerugian negara Rp271 triliun. Itu sama sekali tidak benar,” tegas Hangga, Senin (3/2/2025).
Hangga juga menegaskan bahwa Forum BBM tidak memiliki keterkaitan dengan aksi unjuk rasa kelompok Perpat Babel yang berlangsung pada Jumat (31/1/2025).
Meski isu yang diangkat berkaitan dengan tata kelola pertimahan, kedua kelompok ini memiliki agenda berbeda.
Forum BBM fokus menuntut perbaikan sistem tata kelola, sementara Perpat Babel mempermasalahkan validitas perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi timah.
Pansus Masih Sekadar Wacana, Dewan Belum Solid
Hingga kini, pembentukan Pansus tata kelola pertimahan masih sekadar wacana tanpa kesepakatan bulat dari DPRD Babel.
Meskipun Pansus merupakan alat kelengkapan dewan yang dapat memberikan rekomendasi dalam situasi mendesak, arah politik di DPRD Babel masih belum menunjukkan konsistensi.
“Semua pihak perlu bersabar. Belum tentu dewan sepakat membentuk Pansus tata kelola pertimahan. Bahkan, ada kemungkinan Pansus malah diarahkan untuk revisi perda pertimahan, bukan membenahi sistemnya,” ujar Hangga.
Saat bertemu dengan Wakil Ketua DPRD Babel Eddy Iskandar, Forum BBM menegaskan bahwa Pansus yang dibentuk harus fokus pada pembenahan tata kelola dan perdagangan timah.
Mereka juga menuntut agar aset hasil sitaan dari terdakwa kasus korupsi timah yang telah inkrah dapat dikembalikan untuk kemanfaatan masyarakat Bangka Belitung.
Kontroversi Rp271 Triliun dan Manuver Hukum
Di sisi lain, kelompok Perpat Babel menyoroti perhitungan kerugian negara sebesar Rp271 triliun yang disampaikan oleh saksi ahli Bambang Hero dalam kasus korupsi tata kelola timah.
Mereka mengusulkan pembentukan Pansus untuk menghitung ulang nilai kerugian negara yang dianggap tidak akurat. Lebih jauh, mereka berpendapat bahwa aktivitas penambangan ilegal lebih tepat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan daripada tindak pidana korupsi.
Jika DPRD Babel tidak berhati-hati dalam merespons berbagai kepentingan ini, keputusan yang dihasilkan oleh Pansus dapat berpotensi menjadi celah hukum bagi pengacara terdakwa kasus korupsi timah.
Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menyusun novum atau bukti baru guna menghindari jerat hukum.
“Jika anggota DPRD Babel tidak cermat, bisa saja produk hukum dari Pansus ini justru dimanfaatkan oleh tim pembela terdakwa untuk membebaskan mereka dari jerat hukum,” tegas Hangga.
Dengan situasi yang semakin kompleks, DPRD Babel kini berada dalam dilema. Apakah mereka akan mengakomodasi aspirasi Forum BBM untuk memperbaiki tata kelola pertimahan?
Ataukah mereka justru tunduk pada tekanan politik dan kepentingan lain yang dapat berpotensi menggagalkan upaya penegakan hukum? Jawaban atas pertanyaan ini masih harus ditunggu dalam waktu dekat. (*/KBO Babel)
Cek Berita dan Artikel JOURNALARTA lainnya di Google News