
JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Perkara Korupsi Tata Kelola Niaga Timah yang masih berlangsung dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (24/3/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 ahli kerusakan tanah dan lingkungan yakni Prof. Bambang Hero Raharjo dan Prof. Basuki Wasis dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada saat Kuasa Hukum Alwin Albar selaku Direktur Operasional (Dirops) PT Timah periode 2017-2020 menanyakan kepada ahli Prof. Bambang Hero saat memaparkan data dalam persidangan bahwa galian tambang yang dilakukan oleh PT Timah Tbk di kota Pangkalpinang adalah seluas 97,036 hektar dari luasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) seluas 706,346 hektar.
Selanjutnya kuasa hukum menanyakan lagi kepada ahli apakah luasan galian tambang yang berada di kota Pangkalpinang merupakan wilayah IUP PT. Timah? dan ahli menegaskan iya.
Selanjutnya dipaparkan juga oleh ahli data luasan galian tambang yang dilakukan oleh PT Timah Tbk dalam kawasan hutan seluas 75.345,751 hektar dengan rincian hutan lindung seluas 13.875,295 hektar, dan hutan produksi 59.847,751 hektar.
Kemudian ahli juga menerangkan bahwa pada saat dilakukan pemantauan lapangan oleh ahli, dipergoki ada pelaku tambang yang sedang menambang pada kawasan hutan yang mana kegiatan tersebut telah dilakukan kerjasama dengan PT. Timah sebagai bentuk legalitas kegiatan.
Terhadap data yang telah diterangkan oleh ahli, dan keterangan ahli yang telah diterangkan dalam persidangan, terdapat ketidakvalidan data di lapangan karena berdasarkan ketentuan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana RTRW Kota Pangkalpinang menegaskan bahwasanya kota Pangkalpinang merupakan zona zero pertambangan sehingga tidak memungkinkan PT Timah Tbk melakukan aktifitas tambang di wilayah kota Pangkalpinang.
Sedangkan menurut ketentuan yang diberlakukan oleh PT Timah Tbk, tidak akan mungkin PT Timah memberikan izin kepada mitranya untuk melakukan kegiatan tambang pada kawasan hutan.
Sehingga dengan ketidakvalidan data tersebut apakah perhitungan kerugian negara terhadap lingkungan yang dijadikan sebagai alat bukti dalam menyidik perkara tersebut shahih?
Disamping itu juga ahli Hukum Pertambangan yang dihadirkan oleh JPU, yakni Dr. Ahmad Redi menegaskan bahwasa imbal jasa yang dilakukan oleh PT Timah Tbk kepada mitranya yang mengacu kepada acuan tonase per SN terhadap biji timah yang dihasilkan oleh mitra PT Timah di dalam wilayah IUP PT Timah merupakan perbuatan melawan hukum.
Padahal mekanisme pembayaran imbal jasa tersebut berlangsung sudah lama dan sampai dengan saat ini masih mengacu kepada tonase per SN. Menjadi pertanyaan, mengapa sistem pembayaran imbal jasa dengan mengacu kepada tonase per SN yang lainnya tidak dilakukan penegakan hukum kalau hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Dan menjadi pertanyaan juga, apakah kerjasama PT Timah Tbk dengan BUMDES/KOPERASI yang dikawal oleh JAMINTEL Kejagung terkait mekanisme pembayaran imbal jasanya masih mengacu kepada tonase per sn atau tidak?
Ini perlu menjadi perhatian khusus oleh para mitra PT. Timah karena kalau masih, sama saja halnya dengan perkara korupsi Tata Kelola Niaga Timah yang saat ini telah disidangkan dan suatu saat nanti akan menjadi bidikan aparat penegak hukum. (Red)
Cek berita kami yang lain di Google News dan ikuti saluran JOURNALARTA di WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb5I9idE50UhWSNlry0z. Pastikan Aplikasi Whatsapp sudah terinstal di ponsel anda.