
BANGKA BARAT, JOURNALARTA.COM – Tragedi kecelakaan tambang ilegal kembali menodai wajah industri timah di Bangka Belitung. Kali ini, insiden maut terjadi di kawasan Hutan Lindung Dusun Penganak, Desa Air Gantang, Kecamatan Parittiga, Jebus, Kabupaten Bangka Barat pada Minggu 4 Mei 2025 lalu.
Aktivitas tambang timah ilegal milik seorang pria yang dikenal dengan nama Ambron alias Merro menelan korban jiwa dan melukai tiga pekerja lainnya. Warga setempat kini mendesak aparat penegak hukum, baik dari Polres Bangka Barat maupun Polda Kepulauan Bangka Belitung, untuk mengusut tuntas tragedi ini.
Peristiwa nahas itu terjadi pada saat para pekerja tambang sedang melakukan aktivitas di lokasi. Seorang pekerja bernama Achmadi yang akrab disapa Mat Tato tewas mengenaskan tertimbun longsoran tanah.
Sementara tiga pekerja lainnya, yakni Dul, Roi, dan seorang anak dari Bari mengalami luka-luka dan harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit.
“Empat orang korban, Pak. Satu meninggal dunia, tiga lainnya luka-luka,” ungkap seorang narasumber berinisial JY, saat ditemui media pada 23 Mei lalu
Lokasi kejadian diketahui berada di kawasan Hutan Lindung Sungai Kebiang yang seharusnya bebas dari aktivitas tambang.
Namun kenyataannya, tambang ilegal milik Merro disebut-sebut telah beroperasi selama bertahun-tahun dengan menggunakan sedikitnya tiga hingga empat unit alat berat jenis excavator.
Seorang tokoh masyarakat Parittiga yang enggan disebutkan namanya menyatakan kekesalannya dan meminta ketegasan dari aparat kepolisian. Ia menilai, sudah terlalu lama kejahatan lingkungan seperti ini dibiarkan tanpa tindakan hukum yang serius.
“Pak Kapolres dan Pak Kapolda, tolong jangan tutup mata. Ini sudah makan korban. Aktivitas ilegal seperti ini harus segera dihentikan dan pelakunya dihukum setimpal,” ujarnya penuh tekanan, pada 24 Mei 2025.
Ia juga menambahkan, Merro bukan nama baru dalam aktivitas tambang ilegal di wilayah Parittiga.
“Sudah lama sekali dia rusak hutan lindung, memakai alat berat seenaknya. Sekarang sudah jatuh korban, jangan sampai ini jadi preseden buruk,” tambahnya.
Media mencoba menghubungi Merro untuk meminta klarifikasi atas kejadian ini, namun hingga kini upaya itu belum membuahkan hasil. Diketahui, Merro kerap mengganti nomor HP, sehingga menyulitkan pihak luar untuk menghubunginya.
Menyikapi desakan publik yang semakin meluas, Kapolres Bangka Barat akhirnya buka suara. Dalam kutipan yang dimuat media Inlicom, Kapolres menyatakan akan menindaklanjuti kasus kecelakaan tambang ini secara serius.
“Terima kasih atas informasinya. Nanti akan kami tindak lanjuti,” tegas Kapolres.
Peristiwa ini kembali membuka luka lama soal lemahnya penegakan hukum terhadap praktik tambang ilegal yang merajalela di Bangka Belitung.
Meskipun berulang kali jatuh korban dan merusak lingkungan, nyatanya banyak pelaku tambang ilegal masih bebas beroperasi, bahkan di kawasan lindung yang semestinya dijaga ketat.
Pemerhati lingkungan dan aktivis masyarakat sipil kini mendesak agar aparat penegak hukum tidak hanya berhenti pada penyelidikan insiden, tetapi juga menjerat para pelaku dengan pasal-pasal pidana berlapis, termasuk perusakan hutan lindung dan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Masyarakat kini menanti langkah nyata dari Polda Babel dan Polres Bangka Barat untuk memutus rantai pembiaran tambang ilegal yang selama ini terjadi. Jika kasus ini kembali berakhir tanpa kepastian hukum, maka bukan tidak mungkin tragedi serupa akan kembali terulang, dengan korban jiwa yang lebih banyak dan kerusakan lingkungan yang kian parah. (Sumber: Inlicom, Editor: PJS Babel)
Cek berita kami yang lain di Google News dan ikuti saluran JOURNALARTA di WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb5I9idE50UhWSNlry0z. Pastikan Aplikasi Whatsapp sudah terinstal di ponsel anda.