Beranda NEWS ADVERTORIAL Kopetindo Jadi Pelopor Dalam Mendorong Biomassa Sebagai Pilar Utama Energi Alternatif di Indonesia

Kopetindo Jadi Pelopor Dalam Mendorong Biomassa Sebagai Pilar Utama Energi Alternatif di Indonesia

1
Kopetindo Jadi Pelopor Dalam Mendorong Biomassa Sebagai Pilar Utama Energi Alternatif di Indonesia

JAKARTA, JOURNALARTA.COM – Ketika langkah menuju energi hijau kian dipercepat menuju masa depan yang lebih hijau, Koperasi Energi Terbarukan Indonesia (Kopetindo) tampil mencuri perhatian.

Di bawah kepemimpinan Ir. Widi Pancono, koperasi ini tak sekadar ikut arus, tapi justru menjadi pelopor dalam mendorong biomassa sebagai salah satu pilar utama energi alternatif di Indonesia.

Ketua Kopetindo

“Kami serius gaspol di biomassa. Potensinya besar, pasarnya luas, dan dampaknya nyata bagi pengurangan emisi,” ujar Widi saat berbincang santai dengan Listrik Indonesia di sebuah kafe di kawasan Cilandak, Jakarta, Senin (5/5/2025) yang lalu.

Fokus utama Kopetindo saat ini adalah program co-firing, yakni mencampur biomassa dengan batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN. Menurut Widi, peluangnya masih terbuka lebar.

“PLN menargetkan kebutuhan biomassa sampai 10 juta ton per tahun. Tahun ini saja targetnya baru 3 juta ton. Artinya, ruang tumbuhnya masih sangat luas,” paparnya.

Baca juga : Kopetindo Siap Beli Kayu Bekas Masyarakat Belitung Diluar Kawasan Hutan Untuk Co-Firing 

 

Peluang Pasar Ekspor dan Domestik

Saat ini, sebagian besar industri kelapa sawit, tapioka, dan gula telah memanfaatkan limbah biomassa mereka untuk kebutuhan listrik dan uap dalam proses produksi. Ke depan, potensi biomassa semakin luas dengan pengembangan bioetanol dari tanaman sorghum yang tengah dilakukan.

Tak hanya itu, biomassa juga mulai dilirik sebagai alternatif pengganti elpiji baik dalam bentuk padat untuk bahan bakar kompor biomassa, maupun dalam bentuk gas untuk kompor gas rumah tangga.

Dukungan terhadap pemanfaatan energi ini juga tercermin dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), yang telah memasukkan target pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBio) sebesar 900 MW dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.

Di lain sisi, potensi ekspor biomassa Indonesia sebenarnya sangat besar. Namun, agar peluang ini benar-benar bisa dimanfaatkan, sektor hulu perlu dipersiapkan secara serius oleh pihak swasta, tentu dengan dukungan aktif dari pemerintah.

Salah satu kunci utamanya adalah ketersediaan sertifikasi yang sesuai dengan standar internasional sebuah tanggung jawab yang harus diemban oleh para pelaku usaha biomassa, mengingat ketatnya persyaratan untuk menembus pasar ekspor.

Sayangnya, saat ini Indonesia masih tertinggal jauh dari Vietnam, terutama dalam hal volume ekspor. Namun, bukan berarti peluang itu tertutup. Dengan tata kelola yang baik, berkelanjutan, dan kerja sama yang solid antara swasta dan pemerintah, Indonesia berpotensi mengejar ketertinggalan tersebut.

Bahkan, bukan tidak mungkin dalam lima tahun ke depan, kita bisa sejajar atau bahkan melampaui Vietnam di pasar ekspor biomassa global.

 

Turunkan Emisi, Hijaukan Negeri

Soal pengalaman, Kopetindo bukan sekadar konsep mereka sudah membuktikan kemampuan di lapangan, tepatnya di Pulau Bangka. Di sana, Kopetindo mengelola pabrik biomassa yang kini jadi kebanggaan PLN.

Pabrik ini menjadi sumber utama suplai biomassa untuk proyek cofiring di PLTU Air Anyir, Bangka, yang sudah ditetapkan sebagai percontohan nasional. Kesuksesan ini membuka pintu lebar bagi permintaan biomassa dari PLTU lain, baik milik PLN maupun swasta. Peluang bisnis co-firing pun semakin menjanjikan.

“Di luar Jawa kami pakai potongan kayu, di Jawa serbuk kayu pabrik. Kami juga mulai manfaatkan limbah pertanian seperti tongkol jagung dan batang singkong. Meski masih kecil, ini bagian dari diversifikasi bahan baku,” jelasnya.

Tak hanya fokus pada bisnis, Kopetindo juga menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Menurut Widi, penggunaan biomassa mampu menekan emisi karbon PLTU secara signifikan.

“Pohon menyerap karbon saat tumbuh, dan saat dibakar, emisinya setara dengan yang diserap. Jadi, bersifat netral karbon,” jelasnya.

Tahun lalu, program co-firing PLN berhasil menurunkan emisi hingga 1,5 juta ton. Untuk menjaga keberlanjutan program ini, Kopetindo aktif mendorong penanaman pohon energi, terutama di lahan kritis. Salah satunya bekerja sama dengan PT Timah untuk menguji coba penanaman di lahan bekas tambang.

 

Butuh Regulasi yang Lebih Ramah

Meski peluang bisnisnya besar, Widi mengakui regulasi energi terbarukan masih butuh banyak perbaikan. Menurutnya, harga listrik dari EBT saat ini belum cukup menarik bagi investor.

Ia mengusulkan agar faktor lokasi tetap diperhitungkan selama masa kontrak 25 tahun, agar harga listrik bisa lebih kompetitif.

“Pemerintah sebaiknya lebih melibatkan koperasi seperti Kopetindo dalam proyek energi terbarukan di desa. Masyarakat cenderung lebih nyaman bekerja sama lewat koperasi,” ujarnya.

Terkait biomassa, Widi menyebut pihaknya sedang aktif berdiskusi dengan parlemen untuk mendorong percepatan regulasi.

“Kami optimis, semoga tahun ini aturan terkait biomassa dan biogas bisa disahkan, agar pengembangannya makin optimal,” tuturnya.

 

Lebarkan Sayap ke Energi

Terbarukan Lainnya Tak hanya fokus pada biomassa, Kopetindo kini merambah ke berbagai proyek energi hijau lainnya. Mereka aktif bekerja sama dengan swasta dan pemerintah daerah untuk mengembangkan PLTS atap, teknologi arang batok, lampu LED hemat energi, hingga pengolahan sampah sebagai pengganti solar.

Kopetindo juga mendapat pembinaan khusus dari Kementerian Koperasi dan UMKM. Atas kontribusinya, koperasi ini disebut sebagai salah satu yang terbaik di bidang energi. Ke depan, Kopetindo siap menjalankan peran baru sebagai Koperasi Merah Putih simbol keberhasilan koperasi Indonesia dalam mendorong energi bersih dan kemandirian energi nasional.

Inisiatif ini lahir dari semangat mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Tujuannya, mendorong ekonomi desa lewat usaha biomassa sekaligus menjaga lingkungan melalui penanaman pohon energi. Saat ini, rencana tersebut masih dibahas bersama Kementerian Koperasi dan UKM.

Harapannya, unit bisnis biomassa bisa dibentuk di 52 lokasi sekitar PLTU sebagai salah satu usaha andalan dalam program Kemitraan Masyarakat Produktif (KMP). Saat ini, jumlah anggota tercatat sekitar 90 orang. Persyaratan untuk bergabung pun sangat mudah cukup menyerahkan fotokopi KTP, memiliki minat di bidang energi terbarukan, dan membayar simpanan pokok sebagai bentuk partisipasi awal. (*)

 

Baca juga: Mewujudkan Green Energi, Kopetindo dan KBO Babel Berkomitmen pada Net Zero Emission 2060 

Baca Berita dan Artikel JOURNALARTA yang Lainnya di Google News

1 KOMENTAR

Beri Komentar Anda