Beranda OPINI Fungsi Ekologis Ruang : Inventarisasi Data Banjir dan Tata Ruang

Fungsi Ekologis Ruang : Inventarisasi Data Banjir dan Tata Ruang

0
Fungsi Ekologis Ruang : Inventarisasi Data Banjir dan Tata Ruang

Oleh : Edi Irawan

 

 

PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Kebijakan betonisasi adalah sebuah jurus kuno yang sudah terlalu lama untuk dipertahankan dengan melakukan pelebaran saluran, normalisasi sungai, dan pengadaan pompa air, padahal solusi jangka panjang ada pada pemulihan fungsi ekologis ruang.

Sebagai pengkaji siklus hidrologi, saya menempatkan inventarisir data tata ruang dan pencegahan banjir sebagai langkah awal yang krusial, karena banjir di Pangkalpinang bukanlah semata karena bencana alam, melainkan potret ketidakteraturan ruang dan lemahnya dasar kebijakan berbasis data. Pemetaan kawasan rawan banjir, fungsi drainase, ketersediaan daerah resapan, serta pola organisasi adalah kompas bagi kita dalam membangun dengan landasan berkeputusan adil, tepat sasaran, dan berkelanjutan.

Keharusan dalam penyajian data yang akurat adalah bentuk tanggung jawab negara kepada masyarakat untuk melindungi ruang hidup hari ini dan masa depan generasi mendatang, karena jika tanpa inventarisasi data tata ruang yang jujur dan terbuka, maka penanggulangan banjir hanya akan menjadi rutinitas darurat, bukan solusi jangka panjang.

Bapperida Pangkalpinang haruslah cekat. Jangan planga-plongo tanpa aksi menghimpun data. Sampaikan kepada kepala daerah kalau ini darurat dan substansial. Jangan jadi pejabat ABS. Kesana kemari hanya ceremoni. Ini bukan drama tv korea. Ini soal nyawa yg harus menjadi perhatian bersama. Janganlah masa jabatan hanya meninggalkan garis luka dlm lubuk hati masyarakat Kota Pangkalpinang.

Mengelola banjir berarti mengelola ruang, dan mengelola ruang berarti menjaga masa depan. Jika nanti perubahan status lahan tidak atas dasar kepentingan masyarakat atau kepentingan umum dan melainkan atas kepentingan sekelompok orang maka revisi perda Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW yang sedang di godok saat ini adalah hal yang sia – sia.

Data Elevation Model (DEM) yg sudah terlegitimasi sangatlah penting. Di dalamnya ada bentuk hilshade yg dapat membantu kaum akademik dan cendekiawan. Setiap lekukan dan perbedaan elevasi dapat diolah lebih luas. Gradasi warnanya pun dapat dikorelasikan dgn konteks mekanika fluida dan hidrografi.

Jika ruang terus ditata tanpa data, maka banjir akan menjadi bahasa paling jujur dari kegagalan kebijakan.

Bapperida sebagai dapur pikiran pemerintah harus cepat tanggap. Lakukan inventarisir, lakukan penyiapan-penyiapan konkret kalau basis riset dan akademik harus dibuka kepada publik. Tidak ada tawar-menawar atas kesimpulan dari metodologi berbasis kejujuran. Masyarakat bukan jaring kusut yg membuat perangkap dalam kekurangan pemerintah. Masyarakat adalah penyeimbang atas kekurangan dalam produk hukum pemerintahan. Cepat-capatlah sadar diri, agar kita tidak terus mengulang cerita serupa pada tahun-tahun berikutnya tanpa progres yang nyata.(*)

 

 

 

 

 

 

 

Beri Komentar Anda