Lanal Babel Tetap Akan Mengedepankan Hal Yang Berimbang Antara Nelayan dan Penambang
Pangkalpinang, journalarta.com – Bumi Serumpun Sebalai slogan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) di kenal oleh dunia sebagai penghasil bijih timah dan salah satu sumber pendapatan negara di sektor bidang pertambangan. Dan Indonesia pun di kenal sebagai negara pemasok (ekspor) logam timah ke manca negara.
Tidak di pungkiri oleh masyarakat Indonesia, khusus masyarakat di Bumi Serumpun Sebalai, bahwa penambangan bijih timah sudah ada atau berlangsung sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merdeka lepas dari penjajahan negara-negara Eropa dan Asian, antara lain negara yang pernah menjajah Indonesia ; Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang.
Justru dari negara-negara yang sempat menjajah Indonesia, kita mengetahui sumber daya alam apa yang saja yang ada di setiap daerah/provinsi. Dan salah satunya di Pulau Bangka dan Belitung kita mengetahui kedua pulau ini menyimpan SDA berupa bijih timah.
Padahal sudah ratusan tahun lamanya kedua pulau ini di exploitasi atau ditambang secara kontinyu, bahkan sampai saat ini masih terus di exploitasi/tambang oleh negara melalui perusahaan tambang yakni PT. Timah.
Kemudian, seiring dengan perkembangan dinamika sosial politik, sosial masyarakat dan sosial hukum serta regulasi (perundang-undangan) akhirnya penambangan bijih timah tidak lagi exploitasinya dimonopoli oleh PT. Timah sebagai perusahaan tambang yang mewakili negara.
Pada akhirnya kran penambangan timah yang di sebut tambang rakyat di buka untuk masyarakat Bangka Belitung oleh negara/pemerintah.
Kita pun tidak menutup mata bahwa sejak penambangan bijih timah bisa di tambang oleh rakyat/masyarakat Bangka Belitung, sebagian besar sampai saat ini perekonomian masyarakat di Bangka Belitung memberi dampak yang cukup signifikan terhadap pendapatan masyarakat dalam menafkahi memenuhi sandang dan pangan untuk keluarganya.
Baca juga: Danrem 045/Gaya Rakor Pembahasan Konflik Sosial di Perairan Teluk Kelabat
Diketahui, dulu sewaktu penambangan bijih timah masih di kuasai oleh negara dan di daerah dusun/desa tersebut menyimpan deposit/cadangan bijih timah, masyarakat setempat hanya mengandalkan bercocok tanam (berkebun) untuk menafkah keluarganya. Sehingga masyarakat/warganya dikategorikan masyarakat ekonomi lemah (miskin) atau jauh dari sejahtera.
Namun, saat ini dusun/desa yang dulunya sempat disebut sebagai masyarakat berekonomi lemah justru jauh lebih sejahtera, dan tidak heran masyarakat/warga setempat dalam waktu cepat sudah menjadi seorang yang bercukupan atau kaya.
Meskipun sebagian masyarakat kita masih ada yang berprofesi sebagai nelayan akhirnya ikut juga menambang pasir timah, baik dengan ponton kecil disebut ‘upin ipin’ sampai ke ponton Ti apung Rajuk dan Selam.
Pada akhirnya tidak dipungkiri dengan sudut pandang yang berbeda bahwa aktifitas/kegiatan penambangan yang di Bumi Serumpun Sebalai sebagai penyumbang pemasuk pendapatan yang besar kepada negara berkontribusi untuk mendukung pembangunan nasional maupun di daerah, selain merubah perekonomian dan kehidupan masyarakat di Bangka Belitung.
Bahkan, Bangka Belitung saat ini merupakan daerah kawasan industri pertimahan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pro dan Kontra dalam aktifitas penambangan di Bangka Belitung baik di wilayah darat dan wilayah perairan laut sering kali namun semua itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk meminimalisir dalam penyelesaian konflik yang ada di masyarakat, bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab aparat penegak hukum (APH) saja.
Hal tersebut, sempat di ungkapkan oleh seorang prajurit TNI AL Letkol laut (PM) Fajar Hasta Kusuma., M.P.M dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam pembahasan persoalan pengambilan kebijakan dalam penanganan konflik serta persoalan strategi dan terkini, di gelar di Soll Marina hotel, Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Kamis (5/8/2021).
Meskipun, Pria yang di kenal sangat dekat dan akrab dengan masyarakat pesisir dan setempat, Letkol Laut (PM) Fajar Hasta Kusuma mewakili Komandannya Lanal Babel menegaskan jika pihaknya sebagai aparat apapun keputusan Rakor Forkopimda ini pihaknya akan mengikuti.
Baca juga: Penampung Timah Di Perairan Teluk Kelabat Dalam Ditangkap Ditkrimsus Polda Babel
Bahkan di tegaskanya terkait kondisi penambangan timah di perairan Bangka, Lanal Babel tetap akan mengedepankan hal yang berimbang antara nelayan dan penambang.
“Hal ini guna kepentingan untuk menghindari konflik,” tegas pria yang saat menjabat sebagai Palaksa Lanal Babel.
Sebelumnya, Fajar sempat pula mengungkapkan terkait persoalan pertambangan pasir timah di perairan Bangka dan sekitarnya saat ini kian marak namun rentan terjadi konflik di kalangan masyarakat khususnya masyarakat penambang dan nelayan di wilayah peraraian setempat.
Kendati begitu menurutnya masyarakat termasuk pemerintah daerah diharapkanya agar tidak boleh melupakan sejarah daerah Provinsi Babel sebelumnya menurut ia memang merupakan daerah pertambangan biji timah.
“Daerah Babel ini berkembang dan maju karena adanya tambang timah, dan tradisi masyarakat Babel adalah penambang timah itu justru turun-temurun, kami juga sampaikan pejabat Babel bisa berkembang juga karena timah, kita tidak boleh melupakan sejarah penambangan timah,” ungkap Fajar dalam rapat siang itu.
Tak cuma itu, Fajar pun dalam kesempatan itu dikatakanya pula jika mayarakat nelayan Teluk Kelabat Dalam hanya masalah pencaharian sehari-hari, atau bukan industri besar seperti di Jawa dengan pengolahan ikan modern.
“Namun timah merupakan industri yang besar dan berdampak terhadap pembangunan di babel, dampak sosialnya lebih besar. Jika dibandingkan jumlah mayarakat nelayan dengan penambang TI lebih banyak penambang,” terangnya.
Bahkan ia sendiri mengaku sangat miris terkait persoalan penambangan PIP di perairan Teluk Kelabat Dalam ini justru dinilainya kini malah lebih dominan mencuat ke publik.
“Kenapa yang selalu dinaikkan adalah isu nelayan di Bakik, ada catatan tersendiri yang perlu diperhatikan. Bencana ekologi yang diciptakan KIP (Kapal Isap Produksi — red) lebih besar dibandingkan PIP yang hanya beberap meter kedalaman menambangnya,” singgungnya.
Baca juga: Nelayan Minta Cabut SPK di Laut Matras, Kelabat dan Toboali
Sebaliknya, menurut ia masalah lingkungan adalah hanya opini tidak pernah dibuktikan dengan data empiris ,buktinya di bakik masih banyak karamba karamba dan ikan disitu hidup semua dan segar.
“Masyarakat sekitar kelabat dalam sebagian besar adalah penambang, dengan adanya penutupan ini dampak sosialnya lebih besar,” katanya.
Berkaitan dengan RZWP3K ,bahwa IUP itu munculnya lebih dulu dibandingkan dengan perda, dan IUP dengan kekuatan hukumnya lebih kuat karena diatur pemerintah pusat.
“Seharusnya aturan yang dibuat oleh pemda propinsi dan bupati lebih mengedepankan pencaharian hidup orang yang lebih banyak jumlahnya, dan mana yang lebih bermanfaat untuk pembangunan,” terangnya.
Pandangan dan pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Plt. Kadis ESDM Prov Kep Babel, Amir mengatakan bahwa sampai dengan saat ini belum ada industri di Babel ini yang bisa menyaingi pendapatan nyata masyarakat Babel selain timah.
” Belum ada satupun industri yang bisa diambil dengan mudah manfaat dan nilai ekonominya selain timah, cepat dan sangat berharga,” ungkap Amir.
Diungkapkannya, bukan bermaksud dalam berkepihakan kelompok masyarakat tentu terkait mata pencaharian yang lain misalnya nelayan, petani belum ada yang hasilnya bisa dinikmati secara mudah selain timah.
lanjutnya, Pro dan Kontra aktifitas penambangan bijih besi memberi dampak lingkungan dan nelayan yang selalu di gaungkan masalahnya, semua hanya untuk mengiring opini, dan tidak ada data empiris yang pasti masalah yang digaungkan tersebut menjadikan dampak.
Menurutnya, secara sosial dan budaya dari dulu masyarakat Babel sudah biasa dengan menambang, politik pemerintahan di Babel urutan no 2 setelah penambangan, dan penambangan timah di IUP dengan KIP sudah duluan, dan diatur oleh pemerintah pusat, sementara RZWP3K perizinan hanya Perda.
” Sekiranya para penambang dan pengusaha timah kita, janganlah selalu di buat bingung dengan aturan yang tidak pasti.” pungkasnya. (Red)
Baca juga: Polemik Teluk Kelabat Dalam, Lanal Babel Kedepankan Hak Nelayan Dan Penambang
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.