News

CIC Soroti Kinerja Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi

Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK Sudah Ditandatangani Presiden

Jakarta, Journalarta.com – Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Surat Presiden (Surpres) Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) ke DPR RI. Artinya, Presiden Jokowi menyetujui pembahasan revisi UU KPK yang dinilai kalangan pegiat antikorupsi akan melemahkan KPK.

Dalam surpres, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM), Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan Rebiro), Syafruddin, untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi undang-undang tersebut.

Setiap rencana revisi UU KPK mencuat selalu menjadi perhatian publik. Terjadi polarisasi di masyarakat antara yang mendukung dan menolak revisi tersebut. Dari keseluruhan 70 pasal di dalam draf revisi UU KPK, terdapat satu poin usulan yang menuai pro-kontra, yakni soal pembentukan Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas ini nantinya terdiri atas lima orang yang dipilih melalui mekanisme Panitia Seleksi (Pansel), kemudian diserahkan ke Presiden, dan ditetapkan DPR.

Dijelaskan dalam Pasal 37 A ayat 1 draf revisi UU KPK bahwa dewan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Sementara itu, Pasal 37 A ayat (2) menyatakan dewan pengawas ialah lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri.

Dalam menentukan kebijakan pembentukan Dewan Pengawas, tentunya harus dilihat apakah kebijakan tersebut dapat memberikan manfaat lebih banyak atau tidak.

Usulan pembentukan Dewan Pengawas dianggap akan melemahkan KPK karena menambah rentang birokrasi sehingga menurunkan semangat pemberantasan korupsi. Namun, dilihat dari sisi positifnya, Dewan Pengawas akan menguatkan kinerja KPK karena jika diawasi KPK akan kerja lebih profesional dan lebih hati-hati. Selain itu, perlu dipahami bahwa pengawasan terhadap KPK memang diperlukan karena tidak ada satu pun lembaga yang tidak bisa diawasi di negara demokrasi seperti Indonesia.

Menurut Ketua Umum Corruption Investigastion Commiittee (CIC) R.Bambang.SS mengungkapkan,”Keberadaan Dewan Pengawas pun bukan hal yang tabu bagi lembaga yang memiliki wewenang khusus, seperti halnya Kompolnas sebagai pengawas kepolisian, Bawas Mahkamah Agung sebagai pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan sebagai pengawas Kejaksaan Agung,namun Presiden Jokowi perlu mengikutsertakan lembaga penggiat anti korupsi yang benar benar independen,dimana lembaga tersebut tidak memiliki kepentingan kelompok,melainkan untuk memberanras segala bentuk korupsi di Indonesia seutuhnya,”tutur R.Bambang.SS Ketua Umum CIC Sabtu (23/10/2021) kepada wartawan di Jakarta.

CIC menilai,semestinya publik memahami urgensi pembentukan Dewan Pengawas KPK. Pimpinan serta pegawai KPK pun tak semestinya khawatir untuk diawasi. Yang perlu sama-sama dipikirkan ke depannya ialah bagaimana Dewan Pengawas itu berjalan dengan independen dan kredibel.

R.Bambang.SS juga menuturkan,”Substansi lain,selain tentang Dewan Pengawas, substansi lain yang menjadi perhatian publik, ada beberapa hal. Salah satunya soal independensi KPK. Secara filosofis cabang kekuasaan negara,”ujarnya.

Dimana kedudukan KPK merupakan lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan dan bersifat independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Revisi UU KPK dinilai akan mengusik independensi KPK, baik dari adanya dewan pengawas, penyadapan, status pegawai KPK, maupun SP3.

Ketua Umum CIC, menambahkan,”tugas pemberantasan korupsi dan penegakan hukum perlu dibagi secara proporsional dengan lembaga penegak hukum lainnya melalui koordinasi yang dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia,dan melubatkan seluruh elemen masyarakat serta melibatkan lembaga penggiat anti korupsi,
LSM,wartawan, sehingga fungsi KPK sebagai trigger mechanism harus dilakukan melalui hubungan koordinasi dan sinkronisasi yang berjalan dengan baik di antara sesama penegak hukum. Hubungan yang kurang harmonis hanya akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat di antara instansi penegak hukum,”papar R.Bambang.SS.

Substansi lainnya CIC menyoal tentang laporan masyarakat,wartawan,LSM,baik dari lembaga penggiat anti korupsi ketika mendapat temuan Tindak Pidana Korupsi dan melaporkan,seharusnya segera direspon dan diselidiki,
sehingga pemberantasan korupsi sejak dini dapat berjalan dengan baik.

R.Bambang.SS meminta,seluruh lembaga penegak hukum memiliki Keberanian dan tekad kuat untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi yang masuk kategori kejahatan luar biasa yang dapat merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara karena merusak dan merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,”ungkap Ketua Umum CIC.

Korupsi telah menyebabkan merosotnya kewibawaan negara, ketidak percayaan masyarakat pada institusi publik dan melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional. Fenomena korupsi di negara ini memang sangat mengkhawatirkan. Dibutuhkan keberanian dan tekad yang sangat kuat untuk membasmi praktik korupsi yang telah mengakar dan dipraktikkan oknum-oknum di hampir seluruh institusi birokrasi dan aparat hukum.

R.Bambang.SS berharap,”Dalam rangka mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi KPK, Lembaga penggiat anti korupsi mempunyai tugas dan wewenang dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun,”pungkasnya.


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts