DaerahNews

Kadishut Akan Cabut Ijin Tambak Udang Jika Ada Pencemaran

Kadishut Pastikan Jika Ada Pencemaran Izin Tidak Akan Keluar Atau Dicabut

Pangkalpinang, Journalarta.com – Bangka Belitung harus belajar dari kejadian di sebuah desa di Jawa Tengah, akibat wilayah pesisir disesaki oleh puluhan tambak yang berganti posisi dengan mangrove, membuat wilayah tersebut sebagian besar terendam air laut. Apalagi jika berbicara mengenai Kep Bangka Belitung yang kawasan daratannya sudah diperkosa oleh para penambang, kini area pesisir dicabik-cabik oleh pengusaha tambak, Selasa (23/11/2021).

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dari 16.530.000 Ha luas hutan mangrove dunia, Indonesia memiliki 3.490.000 Ha atau 21% mangrove dunia. Sementara ada 637.624 Ha (19,26%) dalam kondisi kritis (atau penutupan tajuk kurang dari 60%) sedangkan mangrove dalam kondisi baik seluas 2.673.548 (80,74%).

Di Bangka Belitung, ancaman kelestarian lingkungan selain penambangan timah mulai awal 2019-an kemarin, pesisir pulau ini mulai dipenuhi investor yang menanamkan modalnya berupa tambak udang. Ada beberapa yang patuh dengan regulasi lingkungan hidup, namun tidak sedikit juga yang sedikit nakal mengakali peraturan daerah. Simalakama bagi dinas pendapatan kontra dinas lingkungan hidup.

Para pebisnis tambak udang biasanya membuka lahan di kawasan pesisir pantai, agar kolam pembuangan limbah airnya dapat selalu diperbarui dengan memasang selang pipa raksasa dari dan menuju tambak udang belasan hingga puluhan hektar tadi.

Menurut Arthur M. Farhaby, peneliti mangrove dari Universitas Bangka Belitung [UBB], dikutip Mongabay Indonesia, Kamis yang lalu (22/7/2021). Persoalan mangrove di Indonesia bukan hanya memperbaiki yang rusak, juga mencegah kerusakan akibat berbagai kegiatan seperti perambahan, pertambakan udang dan ikan, penambangan, perkebunan, serta pembangunan infrastruktur.

“Ancaman ke depan mangrove di Kepulauan Bangka Belitung adalah tambak udang yang tidak lestari. Bukan hanya penambangan timah,” katanya.

Di kabupaten Bangka Barat, tercatat dua perusahaan tambak udang belakangan ini aktivitasnya dikeluhkan oleh masyarakat nelayan, keduanya yakni PT BAP dan PT SBS diketahui membuka bisnisnya di pesisir Desa Bakit Kecamatan Parittiga Bangka Barat.

Masyarakat nelayan mengeluhkan soal pembuangan limbah kimia mereka yang diduga langsung diarahkan ke laut lepas. Sementara nelayan menggantungkan hasil tangkapannya justru di kawasan yang “disiram” oleh limbah tambak udang.

Sumber redaksi seorang warga nelayan mengungkapkan pada redaksi, sebelum ada tambak udang tadi, dirinya dengan mudah mendapat kepiting di pesisir pantai kawasan mangrove tersebut. Beda dengan saat ini yang harus ke tengah laut untuk sekedar menangkap kepiting.

“Belum lagi masalah limbah tambak yang mengotori perahu kami. Di bagian bawah perahu, ada sisa bahan kimia berwarna kuning, karena limbah langsung dibuang ke laut,” ungkap sumber.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Bangka Barat, Ridwan belum merespon konfirmasi yang dikirimkan oleh wartawan.

Tak berhenti di Dinas LH Pemkab yang masih tidur pulas, media terus melakukan konfirmasi, kali ini ke Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Babel, Marwan, SAg giliran dikonfirmasi.

Ia menegaskan secepatnya akan menurunkan tim kalau ada dugaan pencemaran dan nanti sample-nya (contoh air limbah) akan diambil. Nanti akan terbukti ada pencemaran  atau tidak akan diketahui dari uji hasil lab yang dilakukan.

Kata Marwan, menyoal tambak-tambak udang di Provinsi ini  banyak yang belum selesai perizinan nya, oleh karena itu sekarang dibentuk Tim Pendukung Percepatan Pemulihan Ekonomi Khusus Tambak Udang.

“Ini sesuai dengan Surat Edaran Tiga Institusi, yakni Mendagri, Kapolri dan Kejagung untuk mendukung pelaku usaha ekspor udang, dan bagaimana kita mengurai perizinan yang  mandek selama 5 bulan lalu karena menunggu turunnya permen dari UU Cipta Kerja,” ungkapnya.

Sekarang Permen-nya sudah keluar dan sudah mulai berproses, lanjut Marwan, satu persatu perizinan tambak udang diteliti melalui PTSP, dikarenakan sudah ada tambak udang yang beroperasi maka untuk mengawasi limbahnya setiap tambak udang diambil sampel airnya untuk mengontrol limbahnya.

“Dan yang IPAL-nya tidak standart agar memperbaiki IPAL-nya demi kelangsungan pelaku usaha dan kelestarian lingkungan,” himbau Kadishut dan Lingkungan Hidup Pemprov Babel.

Nada sedikit tegas terkait pengoperasian tambak udang kuat dugaan tidak sesuai dengan Permen LHK No 06/2021, datang dari pihak Camat Parittiga, Madira yang menilai warganya -terutama kalangan nelayan- dirugikan oleh buangan limbah.

“Harus ada IPAL agar pembuangannya tidak menyalahi aturan. Kan jadinya masyarakat yang terdampak. Masalah tersebut sudah berlangsung beberapa bulan ini, tapi kan kewenangan ada di kabupaten. Besok staf Trantib Kecamatan akan saya kerahkan ke lokasi untuk kroscek,” urai Camat Madira.

Terpisah, sumber redaksi lainnya yang diketahui pernah menjabat sebagai Bidang Humas salah satu perusahaan, Ia mengungkap bahwa saat Ia bekerja disitu benar terjadi kebocoran dalam kolam penampung limbah dan menyebabkan polusi udara yang luar biasa tidak sehat bagi warga sekitar.

“Waktu bekerja disitu pernah dilakukan kroscek di salah satu kolam penampungan limbah, dan ditemukan adanya kebocoran kolam penampung yang berakibat timbulnya bau menyengat dan pasti mengganggu warga sekitar,” ungkapnya.

Sumber juga mengatakan, dirinya tidak kaget lagi waktu dikonfirmasi oleh wartawan menyoal adanya limbah yang ditengarai langsung dibuang ke laut. Bisa ada kemungkinan karena kebocoran tadi, atau faktor human error.

“Saya nilai, manajemen di dalam memang terkesan amburadul, tidak punya etos kerja, dan kalau sekarang terjadi hal seperti ini sudah selayaknya perlu diperiksa oleh dinas terkait,” tandasnya.(Red)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts