OPINI

Cagar Budaya Sebagai Pusat Kegiatan Untuk Mengisi Ruh Bangsa dan Negara

Merupakan Nilai Tambah Bagi Arsip Nasional Republik Indonesia

 

Journarta.com – Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) merupakan salah satu lembaga pemerintah nonkementerian yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 43/2009 Tentang Kearsipan dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dibidang kearsipan. Tugas ANRI sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena Arsip sendiri memiliki fungsi yang sangat vital sebagai memori kolektif bangsa, selain itu ANRI juga berperan sebagai pembina Kearsipan Nasional sesuai dengan Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009.

Melalui arsip dapat tergambar perjalanan sejarah bangsa dari masa ke masa. Memori kolektif tersebut merupakan bagian dari identitas dan harkat serta martabat bangsa yang tegar untuk bercampur gaul dengan bangsa-bangsa yang ada di dunia. Bahwa sesungguhnya suku bangsa nusantara jelas memiliki identitas yang Panjang terentang dalam cahaya terang benderang sejak masa lampau hingga memiliki kekayaan budaya yang dapat dijadikan suatu kebanggaan yang tudak dimiliki oleh kebanyakan bangsa-bangsa di dunia.

Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, ideologi, budaya, sejarah, dan tujuan. Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama, atau sebagai “a fully mobilized or institutionalized ethnic group”. Uniknya bangsa Indonesia terdiri dari grup etnis, Nasionalisme etnis atau Negara kebangsaan. Jika sebuah bangsa dapat dipahami sebagai komunitas politik-budaya yang telah sadar akan Otonomi, persatuan, dan kesamaan kepentingan, bayangkan jika Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, atau 1.340 suku bangsa di Tanah Air kita (Sensus BPS tahun 2010).

Aksara dan bahasa lokal sebagai bagian kekayaan budaya dan ekspresi dari kebinekaan bangsa Indonesia, setidaknya memiliki 12 aksara yang khas dari Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis/Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci/Rencong. Meski aksara lokal serupa itu tidak dijumpai di Papua, walau di Papu memiliki sejumlah bahasa yang terbanyak. Karena dari 646 bahasa lokal yang ada di Indonesia, Papua memiliki 376 bahasa daerah yang unik dan menarik untuk menjadi kajian, bahwa bahasa dan aksara menandai peradaban tertua manusia yang paling otentik dan luar biasa besar. Sebab melalui bahasa dan aksara menunjukkan kebesaran peradaban manusia dalam kemampuan dan penghargaan dalam interaksi sosial dalam tatanan budaya yang tinggi dan luhur.

Ben Anderson, seorang Peneliti Politik Amerika mengkarakterisasi bangsa sebagai “Komunitas terbayang”. Akademisi Australia, Paul James mendifinisikan bangsa sebagai “Komunitas abstrak”. Karena itu frasenya, “a nation of stranger” acap dikatakan banyak orang sebagai realita Intersubjektivitas dan hadir semata-mata dalam pikiran bayangan masyarakat. Karena bangsa bukan realita subjektivisme yang hadir dalam pikiran satu orang.

Dalam rentangan sejarahnya, bangsa Indonesia sendiri tumbuh sebagai hasil interaksi masyarakat yang terjadi secara alamiah. Proses alamiah bangsa Indonesia tumbuh atau muncul sebagai hasil dari intaraksi antara masyarakat Indonesia yang majemuk dan hal ini menjadi roh bangsa, seperti halnya bangsa Jerman yang sering menyebutnya dengan roh rakyat. Bangsa Indonesia bersatu karena adanya kekuatan dari rasa senasib yang sama. Seperti heroism yang diekspresikan pada tanggal 28 Oktober 1928, secara sadar sumpah pemuda bangsa Indonesia telah dilakukan. Dan secara politis pernyataan para pemuda ketika itu menyatakan kesadaran dari keberadaan bangsa Indonesia.

Karena itu, Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai memori kolekif bangsa sangat ideal dijadikan semacam “markas besar” dari gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman budaya spiritual yang menjadi alternatif terbaik untuk menjawab regam kebuntuan bangsa dan negara Indonesia keluar dari kerunyaman etika, moral dan akhlak mulia manusia. Sebab masalah korupsi, penyelewengan dan kejahatan yang semakin massif dilakukan oleh para elite bangsa akibat tersandung oleh serpihan tatanan etika, moral dan akhlak yang ambruk. Artinya, sungguh mustahil kebobrokan yang diakibatkan oleh etika, moral dan akhlak yang buruk itu dapat diselesai secara politik, apalagi cuma mengandalkan cara berpikir yang pongah – yang tidak mungkin melawan – logika berpikir mereka yang sudah lebih piawai dan keblinger meyakini bahwa kebahagiaan itu semata-mata karena materi yang melimpah.

Peluang dan kesempatan bagi instansi atau lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia yang dipimpin Drs. Imam Gunarto M.Hum., bisa lebih memberi nilai tambah bagi ANRI berkontribusi bagi masyarakat, khususnya dalam upaya membangun Kembali kejayaan banga-bangsa nusantara – yang umumnya mewarisi dan menyimpan sekaligus dominan menghuni cagar budaya dan menyimpan arsip sejarah masa silam suku bangsa nusantara – untuk memposisikan diri sebagai rumah budaya bagi budayawan, seniman dan pelaku spiritual yang selama ini semakin diabaikan peransertanya dalam membangun bangsa dan negara. Realitas ini, bisa dilihat secara kasat mata pada pusat-pusat kesenian dan kebudayaan yang merana karena disia-siakan. Termasuk sejumlah gedung bersejarah yang terbilang sebagai cagar budaya – semata-mata hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat bisnis (kemersial) semata, tidak mengedepankan usaha pengembangan, eksplorasi yang lebih bersifat inovatof, kretaif dan inventif untuk mengisi kekosongan ruh dan jiwa bangsa Indonesia yang terkesan semakin meranggas.

Jakarta, 21 Januari 2022

Penulis : Jacob Ereste


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts