News

Inilah Penyebab Kereta Api Tidak Bisa Mengerem Mendadak

Jakarta, Journalarta.com – Insiden tabrakan antara kereta api dengan truk di Semarang dan Bandar Lampung pada Selasa (18/7/2023) yang lalu mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Yang sangat jadi perhatian publik adalah terkait sistem pengereman di kereta api.

Secara sistem, kereta api merupakan jenis transportasi yang apabila melakukan proses pengereman akan membutuhkan jarak agar benar-benar berhenti.

“Berbeda dengan transportasi darat pada umumnya, kereta api memiliki karakteristik yang secara teknis tidak dapat dilakukan pengereman secara mendadak. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati sebelum melewati perlintasan sebidang,” kata ujar VP Public Relations KAI, Joni Martinus dikutip dari laman resmi KAI, Minggu (23/7/2023).

Inilah beberapa faktor yang menyebabkan kereta api tidak dapat mengerem secara mendadak:

Peratama, Panjang dan Berat Rangkaian Kereta Api.
Hal yang menyebabkan kereta api tidak dapat berhenti secara mendadak adalah karena panjang dan bobot kereta api. Makin panjang dan berat rangkaiannya, maka jarak yang dibutuhkan kereta api untuk dapat benar-benar berhenti akan semakin panjang.

Di Indonesia, rata-rata satu rangkaian kereta penumpang terdiri dari 8-12 gerbong dengan bobot mencapai 600 ton, belum termasuk penumpang dan barang bawaannya. Dengan kondisi tersebut, maka akan dibutuhkan tenaga yang besar untuk membuat rangkaian kereta api berhenti.

Kedua, Sistem Pengereman.
Sistem pengereman yang dipakai pada kereta api di Indonesia pada umumnya menggunakan jenis rem udara. Cara kerjanya adalah dengan mengompresi udara dan disimpan hingga proses pengereman terjadi. Ketika masinis mengaktifkan sistem pengereman, udara tadi akan didistribusikan melalui pipa kecil di sepanjang roda dan membuat friksi pada roda. Friksi inilah yang nantinya akan membuat kereta berhenti.

Kendati kereta api telah dilengkapi dengan rem darurat, rem ini tetap tidak bisa berhenti mendadak. Rem ini hanya menghasilkan lebih banyak energi dan tekanan udara yang lebih besar untuk menghentikan kereta lebih cepat.

Jadi, walaupun masinis telah melihat ada yang menerobos palang kereta, kemudian melakukan proses pengereman, maka tetap akan membutuhkan suatu jarak agar kereta benar-benar berhenti. Hal inilah yang nantinya akan menyebabkan tabrakan, apabila jarak pengereman tidak terpenuhi.

Kemudian ada juga faktor yang berpengaruh pada jarak pengereman yaitu:
Pertama, Kecepatan kereta api. Semakin tinggi kecepatan kereta api, maka semakin panjang jarak pengereman.
Kedua, Kemiringan/lereng (gradient) jalan rel (datar, menurun, atau tanjakan).
Ketiga, Persentase pengereman yang diindikasikan dengan besarnya gaya rem.
Keempat, Jenis kereta api (kereta penumpang/barang).
Kelima, Jenis rem (blok komposit/blok besi cor) dan
Keenam, Kondisi cuaca.

Joni Martinus mengungkapkan, rem pada rangkaian kereta api bekerja dengan tekanan udara. Sistem kinerja rem pada roda dihubungkan ke piston dan susunan silinder. Mekanisme yang mengurangi tekanan udara di kereta api akan memaksa rem mengunci dengan roda.

Menurut Joni, Jika tekanan dilepaskan secara tiba-tiba maka akan menyebabkan pengereman yang tidak seragam, sehingga rem bekerja lebih dulu dari titik keluarnya udara. Pengereman yang tidak seragam dapat menyebabkan kereta atau gerbong tergelincir, terseret, bahkan terguling.

“Kami terus mengingatkan kembali, bahwa tata cara melintas di perlintasan sebidang adalah berhenti di rambu tanda STOP, tengok kiri-kanan. Apabila telah yakin aman, baru bisa melintas. Palang pintu, sirine dan penjaga perlintasan adalah alat bantu keamanan semata. Alat utama keselamatannya ada di rambu-rambu lalu lintas bertanda STOP tersebut,” terangnya.

“Jadi apabila masyarakat ketika di perlintasan sudah melihat adanya kereta api walaupun masih jauh, maka seharusnya berhenti terlebih dahulu hingga kereta api tersebut lewat,” imbuhnya.

Perlu diketahui, Sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pasal 114 menyatakan, “Pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib”:
1. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup dan/atau ada isyarat lain.
2. Mendahulukan kereta api dan_
3. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Apabila penguna jalan raya tidak mematuhi aturan tersebut, maka sanksi hukum telah menanti.

Sanksi hukumnya sesuai yang tertera pada aturan UU No 22 tahun 2009 pasal 296 yang berbunyi : “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000”.(*)

 


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts