News

Makamah Konstitusi Putus Uji Kewenangan Polri dalam Registrasi dan Identifikasi Ranmor

Jakarta, Journalarta.com – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dengan agenda Pengucapan Putusan, Selasa (15/8/2023).

MK mengatakan, Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 73/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Leon Maulana Mirza Pasha yang berprofesi sebagai Advokat. Sedangkan norma yang diajukan pemohon untuk diuji adalah pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, pasal 7 ayat (2) huruf b dan huruf e, pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), pasal 67 ayat (3), pasal 68 ayat (6), pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), pasal 71 ayat (1) dan ayat (3), pasal 75, pasal 87 ayat (2) dan ayat (4), pasal 88, pasal 280, dan pasal 288 ayat (1).

“Pemohon berpandangan bahwa dalam perspektif hukum dan good governance, Kepolisian seharusnya tidak memiliki wewenang yang begitu luas dalam pengelolaan kebijakan lalu lintas khususnya dalam pengelolaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi. Hal ini berdampak pada timbulnya masalah kemacetan yang terjadi khususnya di Kota Jakarta,” ungkap MK dikutip dalam siaran persnya, Selasa (15/8/23).

MK menjelaskan, Buruknya pengelolaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi yang selama ini dilakukan oleh Kepolisian menurut Pemohon menjadi salah satu aspek kemacetan parah yang terjadi di Jakarta.

“Bahwa ketentuan pasal a quo dalam UU LLAJ mengakibatkan kerugian konstitusional bagi Pemohon dan warga negara lainnya sebagai pembayar pajak yang seharusnya memperoleh pelayanan lalu lintas yang baik dan professional,” ujar MK.

Pemohon menilai seharusnya kewenangan Kepolisian hanya sebatas penegakan hukum terkait dengan lalu lintas dan angkutan jalan, dan bukan pada ranah administratif pengelolaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.

Dengan adanya keberadaaan pasal-pasal a quo yang diujikan konstitusionalitasnya menyebabkan tugas Kepolisian tidak sesuai dan bertentangan dengan konstitusi sehingga pelaksanaan urusan keamanan dan ketertiban menjadi tidak maksimal.

“Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan dan penataan organisasi yang baik sudah selayaknya perlu dilakukan pengalihan kewenangan pengelolaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi kepada Menteri (Kementerian) yang bertanggung jawab dalam urusan sarana dan prasarana LLAJ,” jelas MK.

MK melanjutkan, Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, pasal 7 ayat (2) huruf b dan huruf e, pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), pasal 67 ayat (3), pasal 68 ayat (6), pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), pasal 71 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, pasal 87 ayat (2) dan ayat (4), pasal 88, pasal 280, dan pasal 288 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan Pemohon pada (26/7/2023) lalu, MK memberikan nasihat kepada Pemohon untuk mencermati batu uji serta alasan permohonan. Selain itu Pemohon juga diminta untuk melengkapi argumentasi permohonan, apakah benar dengan adanya norma yang diujikan pernah menyebabkan kerugian langsung terhadap Pemohon.

Sedangkan sidang dengan agenda Perbaikan Permohonan pada (8/8/2023) yang lalu, kuasa hukum Pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menjelaskan status Pemohon yang merupakan karyawan swasta dan menggunakan kendaraan bermotor.

“Saat ini, Pemohon harus memperpanjang masa berlaku SIM, dan STNK yang saat ini ataupun membuat baru. Namun Pemohon ragu dan pesimis dengan institusi Kepolisian, apakah kompeten dalam membuat kebijakan terkait hal ini,” pungkas MK.(*)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts