News

KPK Tahan 6 Tersangka Korupsi Bansos Beras Kemensos

KPK Telah Melakukan Penahanan Terhadap MKW Untuk 20 Hari Pertama

Jakarta, Journalarta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap eks Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) periode 2018 sampai dengan 2021 berinisial MKW dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) pada Kementerian Sosial (Kemensos) Tahun 2020, Senin (18/9/2023).

Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan bahwa KPK telah melakukan penahanan terhadap tersangka MKW untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 September -sampai dengan 7 Oktober 2023 di Rutan KPK.

“Melalui penahanan ini, maka seluruh tersangka sejumlah 6 (enam) orang dalam perkara ini telah dilakukan penahanan oleh KPK,” ujar Ali Fikri dikutip dalam siaran persnya, Selasa (19/6/2023).

Fikri menambahkan, Sebelumnya KPK telah menetapkan MKW bersama 5 (lima) orang lainnya sebagai tersangka yaitu BS selaku Direktur Komersial PT BGR (Persero) periode 2018 sampai dengan 2021, AC selaku Vice President Operasional PT BGR (Persero) periode 2018 sampai dengan 2021, IW Direktur Utama MEP sekaligus Tim Penasihat PT PTP, RR Tim Penasihat PT PTP, dan RC General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT EGP.

“Dalam konstruksi perkaranya, sekitar Agustus 2020 Kemensos mengirimkan surat kepada PT BGR untuk audiensi penyusunan rencana anggaran penyaluran bantuan sosial beras (BSB) di Kemensos,” terangnya.

Dalam audiensi itu, kata Fikri, PT BGR diwakili BS mempresentasikan kesiapannya mendistribusikan BSB pada 19 Provinsi di Indonesia. BS lalu memerintahkan AC mencari rekanan konsultan pendamping. Rekomendasi rekanan yang disiapkan BS dan AC dan diketahui MKW adalah perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kompetensi dalam pendistribusian bansos.

Kemensos memilih PT BGR sebagai distributor BSB melalui surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran BSB untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program PKH dalam rangka penanganan dampak Covid-19, dengan nilai kontrak Rp326 Miliar.

Agar realisasi distribusi BSB segera dilakukan, AC atas sepengetahuan MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT PTP milik RC tanpa proses seleksi untuk menggantikan PT DIB.

Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas, serta ditentukan sepihak oleh MKW. Adapun tanggal kontrak juga disepakati dibuat mundur (backdate).

“Atas ide IW, RR dan RC, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan distribusi BSB. Pada periode September sampai dengan Desember 2020, RR menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 Miliar,” beber Fikri.

“Terdapat pula rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP yang kembali mencantumkan backdate oleh BS dan AC, dengan melakukan intimidasi kepada beberapa staf di PT BGR. Kemudian pada periode Oktober 2020 sampai dengan Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait dengan distribusi BSB,” imbuhnya.

Fikri mengungkapkan, Aktifitas PT PTP yang sama sekali tidak melaksanakan isi kontrak pekerjaan pendistribusian BSB diketahui dengan jelas dan pasti oleh BS dan AC yang kemudian dilakukan pembiaran.

Tindakan para tersangka bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf b,c, f dan g Jo Pasal 6 huruf c dan f Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, dan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.

“Akibat perbuatan para tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah sekitar Rp127, 5 Miliar. Kemudian terdapat sekitar Rp18,8 Miliar diduga dinikmati secara pribadi oleh IW, RR dan RC,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan Fikri, Para tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Praktik tindak pidana korupsi pada penyaluran bansos beras ini menggambarkan bahwa kejahatan korupsi telah benar-benar secara nyata merugikan hak-hak kemanusiaan. Untuk itulah, KPK terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut terlibat dalam upaya-upaya pencegahannya, agar korupsi tidak kembali terjadi,” pungkasnya.(*)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts