DaerahNews

Skandal Pengolahan Biji Timah Tanpa Izin, Aparat Hukum Dituding Tutup Mata Pada Aktivitas Bos Aloy

BANGKA, JOURNALARTA.COM – Skandal terkait gudang penampungan dan penggorengan biji timah ilegal di Jalan Timah Raya, Sungailiat, Kabupaten Bangka, semakin meruncing dengan dugaan keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) setempat yang diduga tutup mata terhadap aktivitas ilegal tersebut.

Meski tanpa izin resmi, gudang dan penggorengan biji timah milik Bos ALOY terus beroperasi tanpa kendala, menciptakan tanda tanya besar terkait keterlibatan APH dalam penanganan kasus ini.

Berdasarkan informasi dari warga setempat dan jejaring media ini, terungkap bahwa gudang dan penggorengan biji timah milik Bos Aloy beroperasi tanpa ada tindakan penegakan hukum yang signifikan dari pihak berwenang.

HN, salah seorang warga setempat, menyatakan bahwa gudang dan penggorengan tersebut aman karena diduga ada dukungan atau dibekingi oleh oknum aparat berseragam yang disebut sebagai “bang AMD KRM.”

Jejaring media KBO Babel dan AWAM BABEL mencoba mengonfirmasi informasi ini dengan menghubungi AMD KRM, namun upaya tersebut tidak mendapatkan tanggapan apa pun.

Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa APH setempat mungkin tidak berdaya menghadapi oknum aparat yang berseragam terlibat atau memiliki keterkaitan dengan kegiatan ilegal yang terjadi di gudang milik Bos Aloy.

Saat tim media tiba di lokasi, terlihat bahwa pintu gerbang gudang milik Bos Aloy terbuka dan beberapa tumpukan karung yang diduga berisikan timah terlihat tanpa upaya penyembunyian.

Gudang pengolahan biji timah ini diduga tidak memiliki izin resmi, baik untuk pendirian gudang maupun perizinan penampungan, serta Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Pada Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diatur bahwa setiap usaha atau kegiatan yang dapat berdampak pada lingkungan harus memiliki AMDAL.

Namun, terlihat bahwa gudang dan aktivitas penggorengan biji timah milik Bos Aloy beroperasi tanpa mematuhi peraturan tersebut.

Upaya untuk mendapatkan klarifikasi dari Bos Aloy melalui pesan WhatsApp juga tidak mendapatkan jawaban. Bahkan, Kapolres setempat juga tidak memberikan tanggapan terkait pertanyaan yang diajukan oleh tim media.

Ketidakterbukaan ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada usaha untuk menutupi pelanggaran yang terjadi.

Dari segi hukum, pelanggaran terhadap peraturan yang mengatur pertambangan mineral dan batu bara dapat dikenakan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda sebesar Rp100.000.000.000. Pasal 161 UU RI nomor 4 tahun 2009 juga mengatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan, dan/atau pemurnian, pengembangan, dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara tanpa izin resmi dapat dipidana dengan pidana penjara.

Muncul pertanyaan serius terkait peran APH setempat yang tampaknya tidak bertindak tegas terhadap dugaan pelanggaran ini.

Apakah APH benar-benar tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu tentang keberadaan gudang dan aktivitas ilegal Bos Aloy?

Sejauh ini, skandal ini menimbulkan dugaan bahwa APH setempat telah berubah menjadi “Aparat Penikmat Hasil,” yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada menegakkan hukum demi keberlanjutan lingkungan dan masyarakat setempat.

Skandal ini mempertanyakan integritas dan profesionalisme APH, serta mengajukan tuntutan agar penegakan hukum dapat dilakukan tanpa pandang bulu demi keadilan dan keberlanjutan lingkungan. (KBO Babel)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts