ADVETORIALNews

Jaksa Agung Apresiasi BPK Dalam Audit Kerugian Negara dari Kasus Korupsi

JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Praktik korupsi nyaris merasuki setiap lini kehidupan dan selalu terulang meskipun telah dilakukan pemberantasan tanpa henti. Salah satu upaya pencegahan dalam praktik korupsi khususnya pada sektor pemerintahan senantiasa perlu adanya penguatan dalam check and balance terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh unsur-unsur lembaga pemerintahan di Indonesia.

Hal itu disampaikan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin saat menjadi Keynote Speaker pada kegiatan Rapat Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2024 dengan tema “Dampak Pemeriksaan BPK terhadap Kinerja Kejaksaan Agung dan Harapan terhadap BPK dalam Upaya Pemberantasan Korupsi”di Bandung, Jawa Barat, Senin (26/8/2024).

“Pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan pengelolaan keuangan negara perlu dilakukan oleh lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, profesional dalam hal ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia,” ujar Burhanuddin dikutip, Senin (26/8).

ST Burhanuddin mengatakan, peran sentral BPK yang merupakan lembaga pemeriksa sebagaimana yang diamanatkan dalam Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, yaitu bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam hal mewujudkan pemerintahan yang baik.

Kejaksaan melaksanakan peran penting dalam penegakan hukum di bidang penuntutan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dimaksudkan guna mengakselerasi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menurutnya, dalam perspektif yang lebih luas kewenangan tersebut juga ditujukan untuk mengantisipasi berkembang dan beragamnya modus dari tindak pidana tersebut.

“Keseriusan institusi Kejaksaan dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dilihat dari penanganan kasus-kasus dengan jumlah kerugian negara yang besar, seperti korupsi Asuransi Jiwasraya dan Asabri, Kasus BTS oleh Kominfo, Pengerjaan Jalan Tol MBZ, serta yang terbaru kasus Korupsi Tata Kelola Timah yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp300 triliun,” terangnya.

Jaksa Agung mengungkapkan, pada perkara tindak pidana korupsi, sebelum ditetapkan adanya kerugian negara terlebih dahulu dilakukan melalui perhitungan. Mekanisme tersebut tidak hanya dilakukan melalui pencatatan ataupun penghitungan sederhana lainnya.

Ia menekankan pemenuhan unsur delik tindak pidana korupsi harus dipahami secara menyeluruh yaitu adanya perbuatan melawan hukum sebelum timbulnya kerugian negara.

“Dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana, terdapat salah satu faktor penting terkait dengan aspek pembuktian kerugian negara yaitu surat dakwaan penuntut umum. Selain rangkaian perbuatan hukum yang dilakukan pelaku, unsur kerugian keuangan negara wajib termuat yang mana kesimpulan adanya kerugian keuangan negara merupakan hasil perhitungan instansi berwenang yang dijadikan sebagai alat bukti,” ungkapnya.

Berdasarkan hal tersebut, hasil audit dari instansi berwenang terkait dengan nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi menjadi salah satu alat bukti yang penting bagi penuntut umum untuk membangun keyakinan hakim dalam proses persidangan perkara tersebut.

Dengan demikian, adanya fungsi pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK memberikan implikasi yang baik kepada kejaksaan khususnya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kewenangan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Oleh karenanya, Burhanuddin berharap eksistensi Auditorat Utama Investigasi pada BPK dapat semakin mengoptimalkan sinergi antara Kejaksaan dan BPK dalam hal pemeriksaan investigatif, perhitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli dalam penanganan tindak pidana korupsi.

“Hal tersebut diatas menjadi sangat penting mengingat parameter keberhasilan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi tidak hanya dilihat dari jumlah kasus yang ditangani akan tetapi bagaimana upaya untuk mengembalikan keuangan negara,” imbuhnya.

Tercatat pada tahun 2023, total pengembalian keuangan negara yang dilaksanakan oleh Kejaksaan mencapai Rp 4.467.944.903.697,00.

“Peran BPK sebagai lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, profesional dalam memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara seyogyanya patut selalu didukung demi mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap lembaga pemerintahan,” terang Burhanuddin.

Jaksa Agung mengapresiasi peran penting BPK dalam rangka melaksanakan penghitungan kerugian keuangan negara, yang mana hal tersebut akan menjadi pemicu bagi seluruh lembaga penegak hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia secara proporsional dan profesional.

Sebagai salah satu pemegang peran penting pencegahan tindak korupsi di Indonesia, Jaksa Agung menekankan terkait dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK yang dikategorikan sebagai informasi publik yang terkadang menimbulkan perbedaan perspektif kerugian negara dalam masyarakat.

“Kami berharap setiap Laporan Hasil Pemeriksaan yang di-publish tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, akan tetapi untuk mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang benar, serta memacu peran serta masyarakat dalam mencegah praktik korupsi agar tercipta pemerintahan yang baik (good governance),” tutup ST Burhanuddin.(*)

 


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts