Oleh : K Revandi Antoni
PANGKALPINANG, JOURNALARTA.Com – Dalam dunia yang serba terhubung saat ini, setiap tindakan publik oleh individu yang memegang posisi penting sering kali mendapatkan perhatian dan analisis tajam dari masyarakat. Salah satu isu terbaru yang mencuat adalah tudingan terhadap anggota Komisi Informasi Daerah (KID) Bangka Belitung, Rikky Fermana, mengenai penggunaan akun Facebook pribadinya untuk memposting flayer calon pasangan dalam Pilkada. Tulisan opini yang mengkritik tindakan tersebut perlu dikritisi secara mendalam untuk menghindari asumsi sepihak dan kekeliruan pemahaman mengenai peran lembaga dan individu dalam konteks ini.
Penulis opini tersebut tampaknya tidak memahami atau mungkin sengaja mengabaikan perbedaan antara tindakan pribadi dan lembaga. Kritik yang diarahkan kepada Rikky Fermana seolah-olah mengabaikan fakta bahwa akun yang digunakan adalah akun pribadi, bukan akun resmi lembaga.
Penggunaan akun pribadi untuk berbagi informasi mengenai Pilkada tidak secara otomatis mengaitkan tindakan tersebut dengan fungsi dan tupoksi Komisi Informasi. Dalam hal ini, penting untuk membedakan antara kegiatan individu dalam kapasitas pribadi dan kegiatan institusi, Rikky Fermana pemilik media online.
Pertama, mari kita telaah secara objektif: siapa yang sebenarnya dirugikan atau diuntungkan dari postingan tersebut? Penulis opini mengklaim bahwa postingan tersebut seolah-olah merupakan bentuk propaganda yang melanggar netralitas.
Namun, apakah benar bahwa postingan tersebut secara langsung merugikan pihak tertentu atau mengandung unsur fitnah? Jika postingan tersebut hanya merupakan pengumuman tentang pendaftaran calon tanpa menyudutkan pihak mana pun, maka tuduhan tersebut tampaknya tidak berdasar.
Selain itu, perlu diingat bahwa anggota Komisi Informasi, dalam hal ini Rikky Fermana, secara sah menggunakan akun pribadinya. Ini berarti bahwa jika ada masalah atau kekhawatiran mengenai konten yang diposting, hal tersebut harus ditujukan pada individu yang bersangkutan dan bukan pada lembaga secara keseluruhan.
Menggiring opini bahwa penggunaan akun pribadi untuk memposting informasi yang bersifat umum seperti pengumuman pendaftaran calon melanggar netralitas institusi adalah suatu kesalahan. Ini mencerminkan ketidakpahaman dan kedunguan penulis opini tentang perbedaan antara kapasitas individu dan kapasitas institusi.
Ketika penulis opini menyarankan agar lembaga terkait, seperti Bawaslu, melakukan tindakan, penting untuk dicatat bahwa lembaga tersebut memiliki prosedur dan wewenang tersendiri dalam menangani kasus pelanggaran netralitas.
Jika penulis atau pimprednya merasa dirugikan oleh postingan tersebut, langkah yang tepat adalah mengajukan laporan resmi kepada lembaga yang berwenang. Menyebarluaskan tuduhan tanpa bukti konkret hanya akan menambah kebingungan dan memperburuk situasi bahkan menunjukkan kebencian sebagai penyakit hati yang sedang di deritanya.
Penulis opini tampaknya mengabaikan prinsip dasar dari netralitas dan independensi lembaga. Komisi Informasi, sebagaimana diatur dalam UU No 14 tahun 2008, memiliki tugas dan fungsi spesifik yang mencakup penyelesaian sengketa informasi publik. Tugas ini jelas ditujukan untuk menjaga transparansi dan aksesibilitas informasi kepada masyarakat.
Mengaitkan kegiatan pribadi anggota dengan pelanggaran tupoksi lembaga tanpa dasar yang jelas menunjukkan kurangnya pemahaman atau kedunguan bagi penulisopini yang mendalam tentang peran dan tanggung jawab Komisi Informasi.
Kritik yang dilontarkan dalam tulisan tersebut seolah-olah ingin menciptakan kesan bahwa Rikky Fermana sebagai individu tidak dapat memisahkan antara kapasitas pribadi dan kapasitas sebagai anggota lembaga.
Padahal, jika diobservasi lebih mendalam, tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa postingan tersebut mempengaruhi netralitas atau integritas lembaga Komisi Informasi.
Penulis opini tersebut harus menyadari bahwa menyebarluaskan tuduhan tanpa dasar yang kuat hanya akan menciptakan keresahan dan ketidakpastian di masyarakat. Sebagai seorang penulis, penting untuk membedakan antara kritik yang konstruktif dan tuduhan yang tidak berdasar.
Mengklaim bahwa tindakan pribadi seseorang, yang tidak melibatkan lembaga secara langsung, merupakan bentuk pelanggaran netralitas institusi adalah bentuk kedunguan analisis.
Akhirnya, penulis opini seharusnya menyadari bahwa netralitas bukanlah hanya tentang menghindari afiliasi publik, tetapi juga tentang melaporkan kekhawatiran dengan cara yang benar dan berdasarkan fakta. Menyebarluaskan asumsi yang tidak berdasar hanya akan merugikan kredibilitas penulis dan menciptakan ketidakpastian di kalangan masyarakat.
Jika ada kekhawatiran nyata tentang pelanggaran, langkah terbaik adalah melaporkannya kepada lembaga yang berkompeten dengan bukti yang kuat dan relevan.
Dalam konteks ini, penting bagi setiap individu untuk memahami dan menghormati batasan antara kapasitas pribadi dan institusi.
Kritik yang disertai dengan pemahaman mendalam dan bukti yang kuat akan lebih konstruktif daripada tuduhan yang tidak berdasar. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa diskursus publik tetap objektif, adil, dan berdasarkan fakta. (*)
1 Komentar