DaerahFeaturedKriminalNewsUncategorized

Restorative Justice 16 Perkara, Salah Satunya Kasus Penadahan di Belitung Timur

JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyetujui 16 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice). Proses ekspose ke 16 perkara itu dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Selasa (10/9/2024).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar mengungkapkan, salah satu dari 16 perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu tersangka Adi Saputra dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai yang disangka melanggar 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Kronologi bermula pada Mei 2024 pukul 08.00 WIB dimana saksi Yusrizal alias Rizal mendatangi rumah tersangka Adi Saputra. Rizal lalu meminta Adi untuk menjual ponselnya yang dalam kondisi terkunci. Kemudian Adi menjawab jika rekannya bisa membuka kunci ponsel. Saksi lalu minta sekalian ponsel tersebut dijual seharga Rp500 ribu.

Kemudian Adi langsung menanyakan ponsel tersebut. Rizal mengatakan jika nanti sang anak akan mengantarkannya. Adi pun lalu menjual ponsel itu kepada saksi Muhammad Riswandi alias Wandi seharga Rp500 ribu.

Diketahui, ponsel yang dijual tersebut merk Samsung Note 9 dengan Imei : 359449098180603 milik saksi Vincent Lius yang hilang akibat pencurian di Depo 78 Binjai.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejari Binjai, Jufri, S.H., M.H dan Kasi Pidum, Andri Dharma, S.H., M.H serta Jaksa Fasilitator, Meirita Pakpahan, S.H., dan Adlya Nova, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

“Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban dan mengganti biaya kerugian yang telah ditimbulkan. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan,” terang Harli mengutip keterangan tertulis, Selasa (10/9) malam.

Harli menambahkan, setelah tercapai kesepakatan perdamaian, Kepala Kejari Binjai mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kajati Sumut).

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kajati Sumut, Idianto, S.H., M.H sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum.

“Permohonan tersebut disetujui,” kata Kapuspenkum.

Selain perkara itu, JAMPidum juga menyetujui permohonan 15 perkara lainnya yaitu :

  1. Tersangka Alfa Matthew Mamahani dari Kejakasaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.

  2. Tersangka Iffan Mon Kanalung dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.

  3. Tersangka Hendra Pratama Napitu dari Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

  4. Tersangka Elman Zebua alias Ama Wilsen dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  5. Tersangka Rapael Bernard Barus dari Kejakasaan Negeri Tanjung Balai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  6. Tersangka Alfil Muza alias Alfil bin Hendi dan Tersangka II Dimas Andrean Hardy alias Dimas bin Asnawi dari kejaksaan Negeri Belitung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  7. Tersangka Nur Arif alias Sureng bin M Yahya Isris dari Kejaksaan Negeri Purwokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

  8. Tersangka Karso alias Asep bin (Alm) Casmin dari Kejaksaan Negeri Kota Tegal, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

  9. Tersangka Achmad Rosidi bin (Alm) Abdullah dari Kejaksaan Negeri Temanggung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.

  10. Tersangka Fajriansyah Abdullah dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

  11. Tersangka Much Bucok Rahman dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

  12. Tersangka Muhammad Yusran bin Hasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

  13. Tersangka M. Norilmuddin bin H. Talhah dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

  14. Tersangka Ilham Toriq Kanuruan bin Januar Kanuruan dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 40 Ayat (2) jo. Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

  15. Tersangka Dimas Budi Satya alias Dimek bin (Alm) Wijanarko dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka Melanggar Pasal 45B Jo Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diantaranya :

  1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

  2. Tersangka belum pernah dihukum.

  3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

  4. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

  5. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

  6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

  7. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

  8. Pertimbangan sosiologis.

  9. Masyarakat merespon positif.

Setelah itu, JAMPidum pun memerintahkan para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(*/Puspenkum)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts