JAKARTA, JOURNALARTA.Com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Lembong (TTL) dan Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial TS sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2023 yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 Miliar, Selasa (29/10/2024).
“Pada hari ini, Selasa, 29 Oktober 2024, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik JAM Pidsus) Kejagung, Abdul Qodir mengutip keterangan pers di Jakarta.
Abdul Qodir menjelaskan, berdasarkan hasil penyidikan bahwa rapat koordinasi antara Kementerian pada 18 Mei 2015 menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor gula. Namun pada tahun yang sama, Mendag Thomas Lembong memberikan izin pemberian impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP.
“GKM tersebut kemudian diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP),” jelasnya.
Abdul menuturkan, dalam hal pengadaan impor merujuk Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 157 Tahun 2004 menetapkan importasi GKM hanya boleh dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang sudah dikeluarkan oleh tersangka TTL, impor tersebut dilakukan oleh PT AP. Dan impor gula-gula kristal mentah tersebut tidak dilakukan melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kemenperin guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” tuturnya.
Pada perkembangannya, lanjut Abdul, rapat koordinasi para menteri di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 28 Desember 2015, salah satunya membahas mengenai Indonesia yang mengalami kekurangan GKP sebanyak 200 ribu ton untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional pada tahun 2016.
“Tim jaksa penyidik juga menemukan antara bulan November-Desember 2025, tersangka TS memerintahkan staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI berinisial P untuk menggelar pertemuan dengan 8 perusahaan swasta untuk memenuhi kebutuhan GKP guna pemenuhan stok dan stabilisasi harga yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh BUMN,” jelasnya.
Diketahui kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP sebenarnya hanya mengantongi izin produksi sebagai produsen gula rafinasi yang diperuntukan untuk industri Mamin dan Farmasi.
“Setelah ke-8 perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut,” kata Dirdik JAMPidsus.
“Pada kenyataannya, kedelapan perusahaan tersebut menjual gula ke pasar atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per Kilogram (Kg) atau di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu ditetapkan sebesar Rp13.000 per Kg,” sambungannya.
Dari pengadaan GKM yang diolah menjadi GKP tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan tersebut sebesar Rp105 per Kg.
“Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku negara dirugikan kurang lebih sekitar Rp400 miliar,” ungkap Abdul Qodir.
Penetapan status tersangka kepada Thomas Lembong selaku Mendag periode 2015-2016 berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-60/F.2/Fd.2/X/2024 tanggal 29 Oktober 2024. Sedangkan, TS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015-2016 berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Tap-61/F.2/Fd.2/X/2024.
Dengan penetapan status tersebut, kedua tersangka menjalani masa penahanan selama 20 hari. Thomas Lembong ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 tanggal 29 Oktober 2024. Sedangkan TS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 51 tanggal 29 Oktober 2024.
“Para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 junto UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK junto pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP,” tutup Abdul Qodir.(*)
Eksplorasi konten lain dari JournalArta
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.