MATARAM, JOURNALARTA.COM – Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana pelaku pelecehan seksual terhadap seorang disabilitas Iwas atau yang biasa disapa Agus Buntung pada Kamis, (16/1/2025).
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Dina Kurniawati mendakwa Agus dengan Pasal 6 huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juncto Pasal 15 ayat (1) huruf E dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Dalam persidangan Agus bersikap kooperatif , namun ia meminta adanya penangguhan penahanan karena merasa tidak betah dalam penjara.
“Kooperatif, hanya tadi mengajukan penangguhan penahanan,” kata Dina mengutip keterangan tertulis, Jum’at (17/1).
Dina menambahkan, dakwaan terhadap Agus merupakan subsidaritas yaitu akan ada dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider.
“Nantinya, JPU akan mendakwa tersangka dengan dakwaan primer terlebih dahulu, ketika dakwaan primer tidak terbukti, akan dibuktikan dengan dakwaan selanjutnya yaitu subsider dan lebih subsider,” imbuhnya.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Agus, Aenuddin mengaku tersangka keberatan dengan dakwaan JPU. Menurutnya, dakwaan JPU berulang-ulang.
“Secara garis besar pakuannya itu adalah mengulang semua apa yang primer, diulang lagi di subsider, diulang lagi di lebih subsider, diulang lagi di lebih subsider. Yang dibahas adalah bagaimana Agus didakwa atau dituduh melakukan perbuatan, tempatnya dimana dan caranya apa,” ujarnya.
Dikatakan Aenuddin, Agus keberatan dan membantah semua materi dakwaan yang dilayangkan oleh JPU.
Agus Buntung menyangkal adanya tindakan manipulasi, memanfaatkan situasi dan kelemahan korban.
“Itu menyangkal semua, artinya itu masuk dalam pokok perkara. Nanti kita akan buktikan,” katanya.
Lebih lanjut disampaikan Aenuddin, Agus tidak meminta penangguhan penahanan, tetapi pengalihan penahanan karena selama seminggu di Lapas Kuripan, Lombok Barat, kliennya sudah mulai gatal-gatal dan tidak diberikan pendampingan seperti apa yang sudah dijanjikan di awal.
“Fasilitas sebagai difabel tidak memadai seperti apa yang selama ini disampaikan, seperti toilet, pendamping, itu mestinya orang yang kompeten mengurus orang difabel, ternyata yang diberikan adalah tahanan pendamping atau tamping,” jelasnya.
Agus juga dikabarkan mendapatkan bullying atau dirundung oleh tahanan lapas lainnya, bahkan sempat mendapat ancaman dari rekan sesama lapas.
“Sehingga Agus menyampaikan tadi, Agus pada prinsipnya tidak keberatan ditahan. Hanya mohon pengalihan status tahanan menjadi tahanan rumah agar ibunya bisa merawat dia dengan skala yang diperlukan. Hanya itu,” kata Aenuddin.(*)
Simak dan Ikuti Berita dan Artikel JOURNALARTA Lainnya di GOOGLE NEWS