PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Vonis ringan koruptor timah memicu perpecahan di tengah masyarakat Bangka Belitung. Di satu sisi, ada yang menganggap kasus ini melemahkan perekonomian daerah. Namun, mayoritas masyarakat justru menilai hukuman yang terlalu rendah bagi para koruptor dan perusak lingkungan adalah bentuk ketidakadilan.
Menurut Hangga Oktafandany, SH, praktisi hukum dari Kantor Firma Hukum Hangga Off, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menarik perkara ini ke Jakarta adalah strategi tepat. Jika persidangan tetap di Bangka, ia yakin semua terdakwa bisa saja bebas.
“Kalau Kejagung tidak mengambil langkah strategis ini, mungkin saya berani menjamin semua terdakwa bebas. Dengan menarik perkara ke Jakarta, semuanya terkunci, tidak ada celah bermain. Ini langkah strategis yang patut diapresiasi,” ujar Hangga dalam FGD bertajuk ‘Timahku, Timahmu, Timah Kita?’ yang digelar MD KAHMI Kota Pangkalpinang di Wilhelmina Park Alun-Alun Taman Sari, Minggu (9/2/2025).
Hangga juga menyoroti ketimpangan dalam putusan pengadilan. Hukuman 4 sampai 5 tahun bagi para pelaku utama dinilai tidak adil dibandingkan dengan ASN atau pejabat yang dihukum serupa meski hanya terlibat kasus ratusan juta rupiah.
“Para terdakwa ini orang-orang berduit. Lihat pegawai pemerintahan yang tersandung kasus korupsi kecil, hanya ratusan juta, tapi dihukum sama beratnya. Ini tidak adil! Ini menyedihkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hangga menuding ada upaya dari berbagai pihak untuk melemahkan Kejagung, termasuk serangan dari buzzer koruptor timah. Meski begitu, ia menegaskan bahwa Kejagung tetap teguh pada pendiriannya dan harus terus didukung.
“Kejagung tidak mundur meski banyak tekanan. Ini pelajaran terbaik bagi kita semua. Mereka yang serakah akhirnya harus menerima akibatnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga sudah menyatakan banding atas sebagian besar vonis rendah ini, kecuali terhadap Helena Lim yang merupakan anak buah Harvey Moeis,” jelasnya.
Hangga juga mengkritik keras ketidakseriusan institusi lain dalam mendukung upaya Kejagung memberantas mafia timah.
“Kejagung sudah mati-matian membenahi tata kelola timah, tapi instansi lain malah terkesan diam. Di pelabuhan Sadai dan Mentok, tambang timah ilegal masih beroperasi. Siapa yang bertanggung jawab? Ada KSOP, KKP, tapi kenapa timah bisa lolos? Ada permainan apa?” katanya.
Dia juga menekankan bahwa jika ingin penegakan hukum berjalan maksimal, dukungan penuh dari semua pihak, termasuk Presiden, sangat diperlukan.
“Kritik ini harus sampai ke Presiden! Kejagung tidak bisa bekerja sendiri, harus ada dukungan dari Kementerian Kehutanan, Polhut, dan aparat terkait. Kalau tidak, ini hanya jadi upaya setengah hati,” tegas Hangga.
Selain Hangga, diskusi ini juga menghadirkan Pahlevi Sahrum (Komisi 1 DPRD Babel), Rizal (Kepala CSR PT Timah), dan Retno Budi (Walhi Babel), dengan Fahrizal sebagai moderator. (KBO Babel)
Cek berita kami yang lain di Google News dan ikuti saluran JOURNALARTA di WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb5I9idE50UhWSNlry0z. Pastikan Aplikasi Whatsapp sudah terinstal di ponsel anda.