PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Lahan eks tambang yang sebelumnya di tata dalam Program Praja Wibawa Grand Sport Center yang berlokasi di Kolong Spritus, di belakang Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kini kembali hancur akibat aktivitas penambangan timah ilegal, Selasa (25/2/2025). Kawasan Sport Center Babel itupun kini dipenuhi galian liar yang mengancam fasilitas publik dan merusak lingkungan.
Ironisnya, lokasi ini berada tidak jauh dari Makorem 045/Garuda Jaya dan Mapolda Kepulauan Bangka Belitung, namun aktivitas ilegal tetap berlangsung tanpa hambatan.
Saat jejaring media KBO Babel meninjau lokasi di kawasan Sport Center Babel, kondisi yang ditemui sangat memprihatinkan. Area yang sebelumnya telah diratakan dan mulai dibangun untuk fasilitas olahraga kini porak poranda. Tanah yang seharusnya menjadi pusat olahraga bagi masyarakat kembali berubah menjadi lubang-lubang tambang yang membahayakan.
Tak hanya itu, pagar BLK Babel yang berdiri di sekitar area tersebut kini terancam roboh akibat tanah di sekitarnya terus digali oleh penambang ilegal.
“Kami sangat menyayangkan kondisi ini. Dulu lahan ini sudah rapi, tapi sekarang rusak kembali akibat penambangan ilegal. Tidak ada yang menindak, padahal lokasi ini dekat dengan markas aparat,” ujar salah seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya.
Lebih ironis lagi, aktivitas tambang ilegal ini berlangsung terang-terangan, bahkan hingga malam hari.
Kendaraan pengangkut timah hasil tambang ilegal pun terlihat bebas keluar masuk lokasi tanpa hambatan. Hal ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: mengapa aparat keamanan tidak bertindak?
Publik mulai menduga bahwa keberanian para penambang ilegal ini tidak lepas dari adanya oknum yang membekingi kegiatan mereka.
Tidak masuk akal jika aktivitas tambang ilegal ini bisa berjalan lancar di area yang dekat dengan markas besar TNI dan Polri tanpa adanya restu dari pihak tertentu.
Dalam kasus seperti ini, pembiaran oleh aparat yang seharusnya bertindak bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap aktivitas pertambangan tanpa izin resmi dapat dikenakan sanksi pidana.
Pasal 158 UU Minerba menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Selain itu, aparat yang diduga melakukan pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini bisa dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Jika terbukti menerima suap atau melindungi aktivitas ilegal, mereka dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam hukuman hingga 20 tahun penjara.
Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi di Bangka Belitung. Penambangan timah ilegal sudah lama menjadi masalah yang merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat. Sayangnya, upaya penindakan sering kali tidak serius dan terkesan tebang pilih.
Gubernur, Kapolda, hingga Danrem seharusnya mengambil langkah tegas untuk menghentikan aktivitas ilegal ini. Jika dibiarkan, kerusakan lingkungan akan semakin parah, fasilitas publik akan terus terancam, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara akan semakin menurun.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak berwenang terkait langkah penanganan tambang ilegal di Kolong Spritus. Jika tidak segera ditindak, masyarakat hanya bisa menyaksikan bagaimana lahan yang seharusnya menjadi sarana olahraga dan kebanggaan daerah berubah menjadi kubangan tambang yang merusak lingkungan dan merugikan banyak pihak.
Apakah aparat akan tetap diam? Atau justru pembiaran ini menjadi bukti bahwa tambang ilegal telah menjadi bisnis yang tak tersentuh hukum? Publik menanti jawaban dan tindakan nyata.(*/KBO Babel)