OPINI

Pluralisme Hukum dalam Pembangunan Hukum di Indonesia

” Pluralisme hukum sebagai pendekatan atau kajian tidak lain adalah alat bantu bagi negara dalam proses pembentukan hukum dan pembangunan hukum yang lebih dekat dengan masyarakat “.

Journalarta.com – Pluralisme hukum memang tidak seketika menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi, pluralisme hukum hadir untuk memberikan pemahaman yang baru kepada praktisi hukum, pembentuk hukum negara (para legislator) serta  masyarakat secara luas bahwa disamping hukum negara terdapat sistem-sistem hukum lain yang lebih dulu ada di masyarakat dan sistem hukum tersebut berinteraksi dengan hukum negara dan bahkan berkompetisi satu sama lain.

Pluralisme hukum secara umum didefinisikan sebagai situasi dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berada dalam suatu kehidupan sosial. Pluralisme hukum harus diakui sebagai sebuah realitas masyarakat.

Disamping itu, pluralisme hukum memberikan penjelasan terhadap kenyataan adanya tertib sosial yang bukan bagian dari keteraturan hukum negara. Pandangan sentralistik berpendapat bahwa satu-satunya institusi yang berperan menciptakan keteraturan sosial adalah negara melalui hukum yang dibentuk dan ditetapkan oleh negara.

Pluralisme Hukum di Indonesia adalah pemahaman mengenai keberadaan mekanisme-mekanisme hukum yang berbeda yang ada di masyarakat di Indonesia. Pluralisme Hukum di Indonesia ini berupa hukum Keperdataan, Hukum Pidana, Hukum adat,Hukum Tata Negara, hukum administrasi negara , hukum internasional serta hukum-hukum lainnya. Secara sederhana, pluralisme hukum hadir sebagai kritikan terhadap sentralisme dan positivisme dalam penerapan hukum kepada rakyat.

Terdapat beberapa jalan dalam memahami pluralisme hukum. Pertama, pluralisme hukum menjelaskan relasi berbagai sistem hukum yang bekerja dalam masyarakat. Kedua, pluralisme hukum memetakan berbagai hukum yang ada dalam suatu bidang sosial. Ketiga, menjelaskan relasi, adaptasi, dan kompetisi antar sistem hukum. Ketiga, pluralisme hukum memperlihatkan pilihan warga memanfaatkan hukum tertentu ketika berkonflik. Dari tiga cara pandang tersebut dan masih banyak cara pandang lainnya, secara ringkas kita bisa katakan bahwa pluralisme hukum adalah kenyataan dalam kehidupan masyarakat.

Pada realitanya, banyak terdapat ‘kekuatan lain’ yang tidak berasal dari negara. Diantaranya, hukum adat, hukum agama, kebiasaan-kebiasaan, perjanjian-perjanjian perdagangan lintas bangsa dan sebagainya. Kekuatan-kekuatan tersebut sama-sama memiliki kemampuan mengatur tindakan-tindakan masyarakat yang terikat di dalamnya, bahkan terkadang anggota atau komunitas dalam masyarakat lebih memilih untuk mentaati aturan-aturan yang dibentuk oleh kelompoknya dibanding aturan hukum negara.

Jika demikian, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pluralisme hukum masih atau tetap dibutuhkan di negara ini. Terkait dengan itu, pada tahun 2010 Learning Centre Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyelenggarakan survey di tiga kabupaten/kota guna mencari tahu kebutuhan masyarakat akan pluralisme hukum dalam substansi hukum.

Survey ini melibatkan 212 responden yang terdiri dari kalangan mahasiswa, birokrat pemerintahan, penegak hukum, dosen, organisasi rakyat dan aktivis LSM. Dari hasil survey tersebut, 4 (empat) urusan hukum yang dipandang penting memuat unsur pluralisme hukum adalah: urusan perdata umum; adat; pidana, dan penguasaan tanah.

Hasil survey tersebut tentunya bisa diperdebatkan lebih lanjut, tetapi setidaknya menunjukkan bahwa rakyat mempunyai pilihan sendiri terhadap sistem hukum yang mereka percayai dapat mengatur urusan kehidupannya dan menyelesaikan konflik diantara mereka.

Hal ini seyogyanya menjadi bahan pertimbangan yang signifikan bagi Pemerintah dan Legislator ketika  merumuskan hukum nasional maupun strategi pembangunan hukum nasional. Disamping itu, juga bagi penegak hukum agar memahami bahwa masyarakat memiliki pilihan cara untuk mengakses keadilan dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka.

Pluralisme hukum sebagai pendekatan atau kajian tidak lain adalah alat bantu bagi negara dalam proses pembentukan hukum dan pembangunan hukum yang lebih dekat dengan masyarakat ke depannya. Pendekatan ini bukanlah pendekatan final yang nihil kelemahan dan kritik atau bukanlah solusi yang serta merta menyelesaikan  segala permasalahan hukum yang ada pada masyarakat hingga lapis terbawah.

Pluralisme hukum hadir untuk memberikan perspektif keberagaman sistem normatif pada Pemerintah, Legislator baik di tingkat pusat maupun daerah, dan aparat penegak hukum bahwa sudah saat nya membuang jauh-jauh cara berhukum yang sentralistik dengan mengabaikan keragaman. Namun di sisi lain, kepastian hukum tetap menjadi prinsip penting yang perlu diperhatikan di tengah-tengah perspektif keberagaman sistem hukum tersebut. Inilah  tantangan kajian pluralisme hukum saat ini dan di masa mendatang.

Dan pada akhirnya keberhasilan pluralisme hukum dalam pembentukan hukum maupun pengembangan hukum memerlukan prasyarat, yaitu political will dari instansi terkait, seperti Pemerintah, DPR, DPRD, dan institusi peradilan (MA dan MK) untuk mengimplementasikan kajian pluralisme hukum dalam ‘produk’ lembaga mereka. Hal utama adalah bagaimana produk tersebut mengakomodasi pluralitas sistem normatif tanpa menghilangkan esensi kepastian hukum di dalamnya. Tulisan singkat ini hanya sebagai pembuka diskusi, oleh karenanya tidak hendak menjawab seluruh permasalahan yang ada.

Kesimpulannya bahwa pluralisme hukum adalah lahirnya suatu aturan hukum yang lebih dari satu aturan di dalam kehidupan masyarakat sosial. Pluralisme hukum lahir di indonesa di sebabkan faktor historis bangsa indonesia yang mempunyai keragaman budaya, ras, agama, dan hukum. Dan sekurang-kurangya hukum yang berkembang di Dunia, lima hukum yang berkembang samapai saat ini. Namun, di indonesia menganut empat sumber hukum, yang pertama Hukum Adat, Hukum Islam, sistem Hukum Civil Law dan sistem Hukum Common Law. Walaupun dalam peraturan hukumnya berbeda-beda namun hakikatnya dan tujuanya sama yaitu mencapai keadilan untuk kemaslahatan bangsa.

Hukum di indonesia kurang begitu tegak dan sangat lemah. Bukan karena sifat hukum di indonesia yang menganut hukum lebih dari dua, namun di sebabkan suatu adanya pemegang kekuasaan yang kurang bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibanya.(**)

Tulisan ini kiriman dari Adv.Armansyah,SS,SH ( Kantor Hukum Akur Law&Firm PROV.Bangka Belitung ) Kutipan dari berbagai sumber.


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts