OPINI

Apakah Ada Unsur Pidana Dalam Hutang Piutang

Artikel Berikut adalah kiriman dari Kantor Hukum “AKUR LAWFIRM” provinsi Bangka Belitung Sebagai Penambahan Wawasan Masyarakat Tentang Unsur Pidana Dalam Hutang Piutang Yang Di Sadur Dari Berbagai Sumber.
Journalarta.com – Hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur tingkah laku manusia sehingga dalam pelaksanaannya perlu adanya penegakan hukum (law enfercement). Upaya penegakan hukum pada dasarnya harus menjamin agar setiap warga Negara mematuhi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Prinsipnya, masalah pinjam meminjam adalah termasuk lingkup hukum perdata. Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:
“2). Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”
Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang  berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:
  1. Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
  2. Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”
  3. Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
Namun jalur Pidana bisa digunakan, jika memang ada unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHPidana atau pun unsur Pasal tindak Pidana lainnya, seperti Pasal 372 KUHPidana yang dapat dikenakan pidana kepada pelakunya dengan sanksi pidana penjara, dan tindakan Pidana ini dilakukan dengan syarat kreditur telah melakukan penagihan beberapa kali kepada debitur.
Penjelasan Pasal Penipuan diatur oleh Pasal 378 KUHPidana:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut di atas, maka unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah sbb:
  1. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan).
  2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.
  3. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
Dapat dikategorikan sebagai penipuan, sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 menyebutkan:
Unsur pokok penipuan (Pasal 378 KUHPidana) terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.
Apabila si pelaku (debitur atau yang berhutang) sengaja memiliki niat untuk menipu dengan tidak mengembalikan hutangnya, dengan pembuktian sudah ditagih, maka hal itu memenuhi unsur penipuan sebagaimana rumusan di atas, maka perbuatan itu adalah perbuatan pidana, sehingga kreditur bisa melaporkan debitur tersebut ke Kepolisian setempat.
Sedangkan Pasal Penggelapan ada dalam Pasal 372 KUHPidana.
Perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”
  1. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menyatakan bahwa Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian, tetapi pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut sudah ada ditangannya, yang unsur-unsurnya adalah:
  2. Barang siapa (ada pelaku);
  3. Dengan sengaja dan melawan hukum;
  4. Memiliki barang sesuatu yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

Dasar Hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Putusan Pengadilan:

  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 93 K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970
  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984
  • Putusan Mahkamah Agung RI No. 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986.

Sumber : Hulondalo.id


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts