DaerahNewsUncategorized

Skandal SHP PT Timah Mengguncang BUMN, Penyimpangan Bijih Timah Terkuak Hingga Ratusan Ton

Benang Merah Skandal SHP: Mark Up Harga dan Manipulasi, Keterlibatan Pejabat PT Timah Semakin Terungkap

 

BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.COM – Sorotan tajam tertuju pada PT Timah Tbk, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi raksasa pertambangan timah di Indonesia. Dugaan penyimpangan dalam program Sisa Hasil Produksi (SHP) sedang diusut tuntas oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, membuka lapisan terdalam skandal yang mengguncang perusahaan pelat merah tersebut, Selasa (6/2/2024).

Seorang narasumber dari internal PT Timah Tbk yang berhasil diwawancara melansir Metro7 memberikan penguraian mendalam mengenai benang merah skandal SHP yang meresap di tubuh perusahaan tersebut.

Awalnya, program SHP merupakan kelanjutan dari program pengamanan aset (PAM-Aset) PT Timah Tbk yang dimulai pada tahun 2017.

Program pam-aset ini diciptakan sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan bijih timah dengan cara membeli timah dari kawasan konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan yang ditambang secara ilegal oleh masyarakat.

Mekanisme ini melibatkan pembayaran tunai kepada para penambang ilegal yang beroperasi di kawasan IUP PT Timah Tbk, baik yang berada di darat maupun di laut.

Namun, program pam-aset tidak berjalan sesuai harapan, salah satunya karena harga beli bijih timah dari PT Timah Tbk jauh lebih rendah dibandingkan dengan smelter swasta.

Narasumber mengungkapkan bahwa karyawan yang ditunjuk sebagai juru bayar pembelian bijih timah diduga melakukan mark up harga dengan memanipulasi kwitansi pembelian dari penambang ilegal.

Pilihan untuk menggunakan karyawan sebagai juru bayar secara tunai ke penambang ilegal juga dianggap melanggar aturan.

Keadaan semakin meruncing ketika harga beli bijih timah yang ditawarkan oleh PT Timah Tbk ternyata lebih rendah dibandingkan smelter swasta, yang membuat program pam-aset tidak efektif.

Dugaan modus mark up harga inilah yang kemudian menjadi pemicu awal dari apa yang kini dikenal sebagai skandal SHP PT Timah.

Narasumber membeberkan bahwa perusahaan mengalokasikan hampir 2 triliun rupiah untuk program SHP sejak tahun 2018 hingga 2019.

Dana tersebut terbagi antara Unit Penambangan Darat Bangka (UPDB) dan Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB) PT Timah Tbk.

Sejak program SHP dimulai, anggaran tersebut digunakan untuk pembelian bijih timah secara massif.

Narasumber menyebutkan bahwa hampir 1 triliun SHP diperuntukkan bagi UPLB, dengan pembelian yang dilakukan dari Mei hingga Desember 2018.

Angka ini memberikan gambaran tentang besarnya skala operasi yang terlibat dalam program ini.

Ketidakberhasilan program pam-aset membuat perusahaan mencari cara alternatif untuk mendapatkan pasokan bijih timah.

Program SHP diduga menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Narasumber menjelaskan bahwa perusahaan telah mengucurkan anggaran dalam jumlah signifikan untuk mendukung program ini, mencapai hampir 2 triliun rupiah.

Untuk kebutuhan pelaporan, redaksi jejaring media Babel berusaha menghubungi Kabid Humas PT Timah Tbk, Anggi Siahaan, untuk memverifikasi realisasi anggaran dalam program SHP. Namun, upaya ini belum membuahkan jawaban.

Dalam program SHP, Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB) menjadi salah satu pusat operasi. Narasumber mencatat bahwa tim yang dipimpin oleh inisial Y, bersama dengan anggota tim seperti A, H, S, Y, dan E, terlibat dalam program SHP.

Ketika program pam-aset kesulitan mendapatkan bijih timah, SHP tiba-tiba mengalami lonjakan pasokan setelah Y memerintahkan para kolektor timah untuk mengirimkan bijih timah ke pos PT Timah Tbk di Pemali.

Lonjakan pasokan yang mencapai ratusan ton per hari memberikan peluang bagi kolektor timah mitra PT Timah Tbk untuk terlibat dalam manipulasi.

“Waktu itu timah ini udah main abu-abu. Karena setiap pengiriman barang masuk terus. Awalnya kandungannya ada yang rendah, ada topas, dan ada yang tidak ada kandungan timahnya. Sekali kirim banyak dapat duitnya,” ungkap narasumber.

Keadaan semakin rumit dengan dugaan permainan surat perintah pengiriman bijih timah (SP). Narasumber menyebut bahwa SP dijual oleh anak buah Y, salah satu pejabat di UPLB.

Hal ini menciptakan celah bagi mitra perusahaan yang ingin memastikan barang yang dikirim lolos masuk ke pos.

“Timbul lah ada yang jual SP. Anak buahnya Y. Satu SP itu relatif, ada Rp5 juta, ada juga yang dapat SP dengan sistem bagi hasil,” terangnya.

Pada titik ini, kompleksitas dugaan manipulasi semakin berkembang dengan melibatkan tim Y dan tim lainnya seperti A, B, R, dan H, yang diduga terlibat dalam manipulasi kadar bijih timah.

Mereka diduga memanipulasi kadar mix bijihtimah dengan cara menyampaikan kadar yang lebih rendah kepada mitra penambang.

“Sistem mereka ini, timah dari mitra ini ngirim, misal dari hasil mix keluarnya 68, jadi mereka sampaikan ke mitra itu kadang 55, 60. 8 mata diambil mereka,” ungkap narasumber.

Dugaan manipulasi dalam program SHP ini semakin kompleks dengan adanya indikasi keterlibatan pejabat, serikat pekerja, dan intervensi terhadap Satuan Pengamanan Internal (SPI) PT Timah Tbk.

Narasumber menyayangkan sikap manajemen PT Timah Tbk yang dianggapnya tidak tegas dan cenderung mendiamkan masalah tersebut.

“Sangat disayangkan, data ada. PT Timah ini lengkap, SPI ada. Kedua, di PT Timah kan ada gakkum pengamanan. Seharusnya waktu itu satpam pengamanan tahu, kenapa didiamkan semua,” keluhnya.

Sejauh ini, barang bukti SHP yang diduga terlibat dalam skandal ini masih tersimpan di Tanjung Ular dengan kapasitas ribuan ton.

Narasumber menegaskan bahwa hanya sebagian kecil dari pasokan yang dapat diolah, sementara sisanya mengandung terak dan campuran oli.

Skandal SHP PT Timah menjadi sorotan karena kompleksitas dan dampaknya yang merugikan tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi industri pertambangan nasional.

Bagian selanjutnya akan membahas keterlibatan pihak-pihak tertentu, termasuk Direktur Operasi PT Timah Tbk saat itu, Alwin Albar, dalam program SHP, serta adanya dugaan intervensi terhadap SPI dan peran serikat pekerja dalam skandal ini. (Sumber : Metro7, Editor : KBO Babel)


Eksplorasi konten lain dari Journalarta

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Related Posts