Peran PT Tinindo, Oknum PT Timah dan Aparat dalam Kasus Korupsi Timah
BANGKA BELITUNG, JOURNALARTA.COM – Pada pertengahan tahun 2024, Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki kasus korupsi Timah yang melibatkan beberapa perusahaan smelter swasta, termasuk PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
Dalam proses penyidikan, terungkap praktik penimbunan sekitar 200 ton balok timah ke dalam lubang di area smelter PT Tinindo. Penimbunan ini diduga kuat sebagai upaya untuk menghilangkan barang bukti terkait kasus korupsi timah senilai Rp271 triliun yang melibatkan perusahaan tersebut.
Penimbunan balok timah ini dilakukan oleh individu-individu yang memiliki hubungan kerja dengan PT Tinindo. Pada pertengahan tahun 2024, proses penggalian dan penimbunan dilakukan oleh saudara PS dan AR, dengan pengawasan dari aparat penegak hukum (APH) Polda Kepulauan Bangka Belitung.
Dari penggalian tersebut, berhasil diangkat sekitar 120 ton balok timah, masing-masing seberat 1 ton, menggunakan alat berat ekskavator (PC).
Lima bulan kemudian tepatnya pada Minggu (15/12/2024), di tengah proses persidangan kasus korupsi tersebut, sisa balok timah yang ditimbun diperintahkan untuk digali kembali oleh saudari Syafitri Indah Wuri yang diketahui sebagai istri muda dari Hendri Lie.
Penggalian kali ini berhasil mengangkat sekitar 80 ton balok timah dan dikawal oleh aparat Polda Kepulauan Bangka Belitung berinisial RN dan CC. Selain itu, terdapat pihak dari PT Timah Tbk yang melakukan pengamanan di luar lokasi dengan inisial BD dan AND.
Kegiatan penimbunan dan pengangkatan balok timah ini melibatkan berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, pegawai PT Tinindo, karyawan PT Timah Tbk, kolektor timah, serta individu-individu lainnya yang identitasnya telah diperoleh oleh narasumber jejaring media KBO Babel.
Total sekitar 180 ton balok timah yang ditimbun dan kemudian digali kembali telah dijual oleh PT Tinindo dan pihak-pihak terkait. Diduga, hasil penjualan balok timah tersebut mengalir ke oknum Kejagung sebesar Rp 15 miliar.
Tindakan penimbunan dan penghilangan barang bukti ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum Indonesia. Beberapa undang-undang yang dilanggar antara lain:
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal 21 undang-undang ini menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun, serta denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 221 ayat (1) butir 2 menyebutkan bahwa barang siapa yang menyembunyikan benda yang digunakan atau yang dapat digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka hakim, dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan atau pelaku kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 233 ayat (1) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusakkan, membuat tak dapat dipakai, atau menghilangkan barang yang disita untuk kepentingan peradilan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik PT Tinindo dan aparat penegak hukum yang terlibat, tetapi juga menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat Bangka Belitung.
Kepercayaan publik terhadap integritas aparat penegak hukum dan institusi terkait menjadi taruhannya. Oleh karena itu, masyarakat mendesak agar dilakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan terhadap semua pihak yang terlibat dalam penghilangan barang bukti ini.
Selain itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu terhadap semua oknum yang terlibat, baik dari kalangan perusahaan, aparat penegak hukum, maupun individu lainnya.
Penegakan hukum yang adil dan transparan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat serta memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana serupa di masa mendatang.
Pengungkapan kasus penimbunan dan penghilangan barang bukti dalam perkara korupsi timah yang melibatkan PT Tinindo dan oknum aparat penegak hukum menunjukkan adanya kolusi dan konspirasi yang merusak integritas sistem hukum di Indonesia.
Pelanggaran terhadap berbagai undang-undang yang telah disebutkan menegaskan perlunya tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini.
Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta semua pihak yang terlibat mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (KBO Babel)